Dia Yang Mencintaiku

"Aku sudah tidak tahan.. kepalaku sangat pusing", ucap Hani lirih. Samar samar Hani mendengar suara Bimo yang memanggil namanya diikuti suara keras tendangan dari pintu kamar mandi luar. Namun saat ini Hani sudah tidak ada tenaga dan dia pun akhirnya pingsan.

\=\=\=\=\=

Sementara itu ayah Danu, entah mengapa ada perasaan khawatir yang sejak tadi menelusup di dalam hatinya. Tanpa pikir panjang ayah Danu langsung meluncur ke sekolah Hani, tak butuh waktu lama ayah Danu sampai di sekolah Hani. Dan begitu dia sampai alangkah terkejutnya dia mendapatkan kabar dari supir Hani, kalau anaknya saat ini terbaring tak sadarkan diri di UKS sekolah.

...

Di kamar UKS

"Pak Tono ada apa ini? Kenapa sampai ada siswa kita yang kondisinya mengenaskan seperti ini?", Tanya pak Angga. Raut wajahnya panik luar biasa, ada bias ketakutan yang tersirat. Pak Angga menyesal karena kelalaiannya Hani Brawijaya mengalami hal ini. Sementara ia tahu kalau keluarga Brawijaya adalah salah satu keluarga berpengaruh di negara ini dan pemegang saham terbesar di SMA Rajawali.

Ayah Danu yang baru saja masuk ke ruang UKS, terkejut melihat kondisi mengenaskan yang dialami Hani. Firasatnya kali ini tepat, putri kesayangannya mengalami kekerasan dan mirisnya di sekolah yang sebagian besar sahamnya milik keluarganya. Memang Hani tidak pernah mengumbar hal ini baik kepada teman ataupun sahabatnya.

"Putriku... Bagaimana keadaannya dokter", tanya ayah Danu penuh kecemasan.

Untungnya di SMA ini ada dokter jaga yang bertugas. "Sepertinya anak anda harus segera di bawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut pak, karena sepertinya ada bagian tulang kering dibagian kaki yang terkena benturan keras", ucap dokter jaga.

"Baiklah... Terima kasih dok!", Ucap Ayah Danu.

"Pak Angga usut tuntas hal ini, saya beri waktu sampai jam 8 malam. Kalau sampai tidak ada laporan yang memuaskan silahkan mengundurkan diri", titah ayah Danu mutlak dengan suara dinginnya. Sontak saja hal itu menjadi perhatian baik dari Bimo, pak Tono, dan dokter jaga dalam hati mereka bertanya apa sebenarnya kedudukan orang tua Hani. Bagaimana bisa dia memberi perintah kepada pak Angga seperti memerintah anak buahnya.

Ayah Danu dan Pak supir dengan segera membawa Hani ke rumah sakit. Hani yang saat ini masih belum sadarkan diri, untungnya segera mendapat penanganan dari pihak rumah sakit, bajunya yang kotor dan berbau karbol sudah diganti oleh para suster. Badannya juga sudah dilap terlebih dahulu agar tidak berbau. Sedangkan sudut bibirnya yang pecah juga sudah mendapat perawatan lanjutan di rumah sakit. Setelah semua perawatan dasar selesai. Dokter membawa Hani ke ruang rontgen mengikuti usulan dari dokter jaga di sekolah, setelahnya menempatkan Hani di kamar VVIP.

....

Sementara itu di sekolah pak Angga mengumpulkan para saksi mata mulai dari Pak Tono, Bimo, dan 2 office boy. Semua kesaksian mereka direkam oleh kamera pengintai, hal ini agar pengakuan mereka valid dan tidak berubah ubah. Pak Angga memanggil Pak Tono lebih dulu dan masuk ke ruangannya sementara yang lain duduk menunggu giliran introgasinya di ruang tunggu. Saat ini Bimo merasa sangat bersalah, dia menyadari kesalahannya terhadap Hani yang sudah memaksakan rencananya. Dia sadar pada saat itu Hani terlihat takut, namun demi balas dendamnya pada Nindy dia tidak hiraukan perasaan Hani. "Aku salah.. aku yang salah.. kenapa aku tidak mengejarmu dulu saat itu.. kenapa aku malah mendahulukan keinginanku untuk balas dendam ketimbang keselamatanmu. Aku sungguh tidak menyangka kelakuan Nindy terlampau barbar", batin Bimo.

"Aku harus menyelesaikan rencana ini dan akan aku buat Nindy menyesal... Benar.. benar menyesal",

"Setelah ini aku harus menemui Hani bagaimana kondisinya saat ini apa dia sudah sadar", monolog batin Bimo.

Saat ini yang dia sesali hanya satu hal, yakni karena dia sudah datang terlambat untuk menolong Hani. Saat dia melihat pintu kamar mandi itu yang satu satunya terkunci dari luar dan tak bisa dibuka, Bimo sudah curiga namun karena pintu itu tidak mudah dibuka dia harus kembali dulu untuk mencari bantuan untuk mendobrak pintu kayu itu. Setelahnya pemandangan mengenaskan tersuguh dihadapannya, dimana Hani yang sudah terkulai lemas tak sadarkan diri. Sekujur tubuhnya kotor dan bau terkena air pel sudut bibirnya yang mengeluarkan darah namun sudah mengering.

"Akkhh....", Desah frustasi lolos dari mulutnya. "Aku harus memberi keadilan untuk Hani", monolog Bimo.

.....

Sementara itu di kantor kepala sekolah, pak Angga marah teramat marah terutama kepada sikap pak Tono yang seakan melindungi kesalahan Nindy. Padahal sudah jelas kalau Nindy melakukan tindakan kekerasan dan ada korbannya. Tak tanggung tanggung korbannya adalah anak pemilik saham terbesar di sekolah ini. Andai pak Tono tau siapa yang dia hadapi mungkin dia tidak akan berlaku bodoh dengan membela kelakuan Nindy, yang notabene hanya kebetulan anak temannya. "Kamu masih berpikir ini hanya kesalah pahaman antar remaja? Pak Tono... Hani disini adalah korban, bagaimana bisa kondisi Hani kamu anggap hanya sebagai kesalah pahaman remaja. Pak Tono saya tanya sekali lagi, sebagai guru senior di sini dan sebagai guru BK di sekolah ini, apa yang anda pikirkan tentang kasus ini?", Ucap pak Angga menahan amarah.

Bukan tanpa sebab pak angga menekankan hal ini, penyebabnya adalah kamera pengintai yang sudah di pasang dan terhubung dengan hape ayah Danu. Dan pak Tono tidak tahu siapa Ayah Danu, bahkan bukan hanya pak Tono di seluruh sekolah ini hanya pak Angga dan jajaran dewan yang mengenal papah Zain sebagai pemilik saham terbesar di SMA Rajawali.

Pak Tono merasa terjebak dengan keadaan, dia sedikit bimbang namun tak ayal dia tetap memilih membela Nindy dan menitik beratkan permasalahan ini sebagai kesalah pahaman antar remaja. Dan tak segan menutup mata tentang hal yang terjadi kepada Hani.

"Nindy anak dari sahabatku meski salah tapi aku harus tetap berusaha meringankan hukumannya, sedangkan si gendut Hani hanya anak orang biasa biasa saja. Dasar anaknya saja yang memang lemah baru seperti itu sudah pingsan. Heran saya... Tapi tumben tumbenan pak Angga sampai turun tangan sendiri, biasanya juga lempar masalah kayak gini ke saya", batin pak Tono.

"Baik... Baik.. saya tidak bisa memaksa pak Tono untuk berlaku adil, tapi ingat pak keputusan anda yang berat sebelah ini... Anda yang tentukan.. segala resiko dari keputusan anda ini... Anda yang harus menanggungnya.. saya sudah mencoba untuk mengingatkan bapak sebagai guru senior di sekolah ini", ucap pak Angga tegas dengan penuh wibawanya.

Mendengar ucapan pak Angga di dalam batinnya pak Tono tersentak terselip rasa gelisah, namun dia tidak bisa menarik kembali pendapatnya. "Sebenarnya apa yah maksud pak Angga", batin pak Tono.

"Silahkan pak Tono keluar dan tolong panggilkan para office boy sekolah", ucap pak Angga.

"Baik pak, kalau begitu saya permisi", ucap pak Tono.

Para OB bergantian memasuki ruang kepala sekolah. Hasil introgasi ke duanya pada dasarnya sama, mereka hanya dimintai tolong oleh pak Tono untuk memeriksa apakah masih ada siswa perempuan yang masih tinggal di lingkungan sekolah. Mereka berdua mencari di ruang yang berbeda.

\=\=\=

TBC