NENEK PAHLAWANKU

Dalam duduknya Sumi merasakan rasa yang aneh dalam jiwanya, rasa aneh itu lama kelamaan berubah menjadi rasa sakit di seluruh jiwa dan ketegangan memuncak.. Rasa sakit bagaikan tertusuk ribuan jarum namun Sumi harus bisa menahan sampai waktunya.

Demikian juga fisik Sumi di dalam kamar, semua bajunya basah oleh keringat yang berbau menyengat, namun sang nenek tetap sabar menunggu karena ini adalah pembersihan dan peleburan jiwa menjadi lebih kuat.

Semakin lama rasa itu semakin berkurang dan berganti dengan rasa yang nyaman. Sumi segera mefokuskan dirinya menyerap enerji murni yang terkandung di dalam air, sedangkan fisik Sumi semua luka yang membekas di kulit pun hilang berganti dengan kulit yang putih bersih bak batu pualam.

Hari berganti hari tak terasa sudah 40 hari Sumi duduk di dalam air bertumpu pada batu di bawahnya dan tetap fokus dalam semedinya menyerap enerji dan menyimpan di dalam jiwanya.

Tatkala Sumi sudah tak bisa menyerap enerji murni perlahan lahan ia membuka kedua matanya dan di sana sudah berdiri Raja Jin Sayuti dan anaknya Kedul.

Mengenai Kedul sebenarnya bukanlah nama asli, sebenarnya bernama Pangeran Boma cuma sejak kecil ia suka jahil pada siapapun maka ia di juluki Kedul.

Sumi merasakan jiwanya menjadi ringan dan berjalan keluar mendekati sang Raja Jin.

"Nduk, paman masih ada urusan sampai waktu yang belum bisa di tentukan maka kamu aku beri kitab yang berisi gerakan silat peninggalan Bathara Parameswara (Maesa Wonga Ateleng) dan Dewi Rambu. Pelajari kedua kitab ini biar abdiku yang menemanimu sedangkan paman dan Pangeran Boma akan ke istana bawah laut." jelasnya

"Baik paman dan Sumi sangat berterima kasih." jawab Sumi.

"Kuasailah semua ilmu dan jurus yang terkandung dalam kedua kitab. Semoga kamu dengan cepat bisa menguasai."

Tanpa menunggu jawaban dari Sumi Raja Jin dan anaknya melesat pergi. Sumi walaupun dalam keadaan yang sedikit lelah namun semangat ingin belajar sangat besar.

Di bukalah kitab yang bersampul warna bening karena terbuat dari kulit kambing yang di tata rapi bagai sebuah buku, kitab milik Maesa Wonga Teleng. Di baca dan di ingat setiap gerakan dalam kirab tersebut, satu jurus sudah di kuasai dalam pikirannya lalu dengan berjalan ke tengah lapangan Sumi mulai meragakan gerakan jurus tingkat bawah.

Kuda-kuda yang kokoh lalu mengerakan kaki kanan ke depan di ikuti kaki kirinya dan tubuh mengikuti setiap gerakan, tangan bagaikan menari dengan indah.

Jiwa tidak bisa berkeringat hanya fisik Sumi yang di dalam kamar berkeringat, dan tidak merasakan lapar maupun haus hanya rasa haus akan energi, maka emban pun menyediakan minuman enerji yang hanya di serap.

Dalam 7 hari Sumi bisa menguasai 1 jurus tingkat bawah. Dan hanya dalam 1 bulan Sumi sudah bisa menguasai 1 kitab. Jurus demi jurus ia kuasai tanpa mengenal lelah hanya 1 jurus dalam 1 kitab yang sulit Sumi kuasai. Jurus menggabungkan semua unsur alam menciptakan sebuah senjata berwujud cahaya yang padat atau angin yang di padatkan menjadi sebuah pedang.

Ia berdiri memusatkan pikiran dan menyerap enerji alam yang berbeda dalam 1 takaran yang sama, api dan angin untuk menciptakan sebuah pedang yang sangat terang, jika di lihat dengan mata biasa maka terlihat api yang menggulung di tiup angin tornado yang kecil dan lancip itulah sebuah pedang enerji.

Sumi segera mendekati seorang emban yang membawa baki berisi gelas untuk di minum olehnya. Sumi menghampirinya dan meraih gelas lalu meminumnya.

Setelah mengucapkan terima kasih Sumi segera membuka kitab berampul warna putih kecoklatan, kitab milik Dewi Rumbi