Saat itu Diana tidak akan pernah menyangka bahwa dirinya akan berubah nasib menjadi tahanan cinta seorang pria tampan dan juga kaya. Dia dibawa paksa untuk menikah dengan pria yang tak dikenalnya itu.
Akankah Diana bisa melalui semuanya dengan sabar? ataukah dia akan berusaha kabur dari genggaman pria tersebut?
🌸🌸🌸🌸
Nantikan kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Terlepas benar atau tidaknya yang dikatakan oleh Lili, anehnya itu bisa membuat Diana lebih tenang dan berhenti menangis.
"Benarkah? tapi aku takut Lili" kata Diana.
"Benar Nona, bahkan baru kali ini Tuan membawa wanita kerumah ini setelah Nyonya meninggal" jawab Lili dengan ekspresi sedih.
"Lili, apa aku bisa percaya dengan perkataanmu?" tanya Diana kembali.
"Silahkan Nona buktikan sendiri karena Tuan tidak pernah tertarik dengan wanita lain selain Nyonya dan ini pertama kalinya Tuan membuka hatinya" sambungnya menjawab.
"Lili, aku harus kembali ke kamar, tolong bantu aku berdiri! kakiku lemas"
Kehadiran Lili setidaknya membuat Diana tidak terlalu larut dalam kesedihan. Dia berusaha melakukan yang terbaik karena sudah jauh melangkah ke tempat ini.
Meskipun dia masih belum sepenuhnya menerima tapi tidak ada jalan mundur jika ingin hidupnya selamat.
"Setelah Nona makan, saya akan membantu Nona bersiap untuk menemani Tuan malam ini" ucap Lili.
"Haah.. aku bahkan belum pernah berpacaran, kenapa malam ini harus menjadi istri orang. Lili, apa tidak ada cara untuk aku kabur dari rumah ini?" jawabnya menghela nafas.
"Jangan berfikir untuk kabur Nona, saya tidak mau melihat Tuan marah dan mungkin saja saya akan di hukum jika tidak bisa menjaga Nona dengan baik"
"Maafkan aku Lili, aku tidak tahu akan berimbas padamu tapi aku takut dan tidak punya pengalaman apapun masalah ranjang. Aku tidak pernah melihat tubuh seorang pria, apa Tuan tidak akan marah jika aku tidak sesuai dengan keinginannya?"
"Hmph! saya juga tidak tahu mengenai hal itu Nona tapi menurut yang saya dengar Tuan orang yang hebat di ranjang" bisik Lili membuat Diana geli.
"Haha.. apa-apaan itu? bukannya justru itu lebih menakutkan? Lili, bagaimana nasibku?"
"Lebih baik Nona makan sekarang, karena sebentar lagi harus bersiap"
Lili tidak menjawab lebih banyak perkataan Diana namun dia tetap melayaninya dengan baik karena merasa Diana adalah orang yang baik karena bisa mencuri hati Tuannya.
"Kuharap waktu berjalan lambat, haah.. makan pun rasanya tidak enak padahal makanannya sebanyak ini. Haah.. setelah ini aku harus mandi lagi.. dan bertemu dengannya.. haah!! memikirkannya saja sudah membuatku kesal, setidaknya beri waktu sehari atau semalam, kenapa semuanya sangat mendadak? pekerjaan ku bagaimana? apa tidak apa, resign tanpa pemberitahuan? haah! pusing.. apa aku jadi Cinderella karena terlalu banyak menderita? tapi kenapa bukan pangeran baik hati yang kudapat? kenapa justru pria kejam yang katanya jago di ranjang? haha.. bisa-bisa tubuhku di gempur habis-habisan"
Diana melakukan kebiasaannya saat berfikir, dia hanya membiarkan makanan di depannya dengan menusuk makanan itu menggunakan garpu namun dengan tatapan penuh amarah dan terkadang menggelengkan kepalanya.
"Lili, aku tidak lapar lagi. Kamu makan saja kalau lapar, makanan ini terlalu banyak" ucap Diana.
"Saya tidak berani Nona, saya sudah di berikan makanan sendiri" tolak Lili merasa terbebani.
"Hmph! begitu ya, padahal sayang kalau tidak di makan" gumamnya sambil berfikir.
Semuanya berjalan tidak sesuai dengan harapan Diana. Dia yang tidak bisa memegang ponselnya, tidak tahu bahwa waktu sudah malam dan sudah tiba saatnya dia di bawa masuk ke kamar pengantinnya.
Meski secara dokumen sudah sah menjadi istri Evans namun mereka tidak melakukan perayaan pernikahan.
Dengan mengenakan pakaian tipis yang di siapkan Lili. Diana berjalan dengan pelan ke kamar Evans dengan menutupi tubuhnya mengenakan bathrobe karena malu.
Tok.. Tok..
"Tuan, Nona Diana sudah siap" ucap Lili setelah mengetuk pintu kamar.
"Ya, buka saja pintunya" sahutnya dengan cepat.
"Lili, aku belum siap" bisik Diana ke Lili.
"Sudah Nona masuk saja"
Lili mendorong pelan Diana masuk ke kamar Tuannya.
"Haah.. Lili kenapa mendorongku?" ucapnya sangat panik.
Brakk!
Lili menutup pintunya.
Evans sedang berdiri di depan jendela kamarnya langsung berbalik saat Diana masuk ke kamarnya.
Jika di lihat dari belakang, Diana mengira Evans terlihat seperti perempuan yang memiliki rambut panjang yang indah.
Evans tersenyum melihat raut wajah Diana yang malu dan tampak gugup berasa di dalam kamarnya.
"Lepas! atau aku yang akan melepasnya!" perintah Evans yang berjalan perlahan menghampiri Diana.
"I..iya, akan saya lepas" jawab Diana melepas Bathrobe dengan ragu.
Dan sekarang tubuh Diana yang ramping serta kulit yang mulus itu terlihat indah dalam balutan pakaian tipis yang tidak bisa menutupinya dengan benar.
Wajah Evans memerah melihat keindahan yang tak biasa dari Diana meski pernah melihat tubuh wanita tanpa mengenakan kain sehelai pun.
"Diana, apa kamu tahu seberapa lama aku menahan diri sejak kedatangan mu kesini?" ucap Evans yang sudah semakin dekat melangkah ke arahnya.
"Ma.. maksud anda apa?" Diana yang takut berjalan mundur ke belakang.
"Panggil aku Evans, sekarang aku adalah suamimu" ucapnya dengan suara yang rendah dan kini sudah tepat di depan Diana yang tersudut di dinding kamar tersebut.
"Ba.. baiklah! Evans" panggilnya dengan ragu.
Evans menghentakkan telapak tangannya ke dinding dan menyudutkan Diana hingga tak bisa keluar dari jangkauannya.
Mata Diana terbelalak terkejut dengan tindakan Evans yang tiba-tiba membuatnya semakin takut.
Dia tidak sanggup menatap wajah Evans yang berada sangat dekat di depannya, hingga hembusan nafasnya terasa bahkan aroma dari tubuhnya tercium membuatnya semakin merasa aneh dengan reaksi tubuhnya.
"Diana, lihat aku" perintahnya menyentuh dagunya.
Diana mendongak karena sentuhannya namun dia tidak berani membuka matanya. Dia takut akan terhanyut dalam sorot matanya yang biru indah seperti permata.
"Cup" Evans mencium bibir Diana dengan lembut.
Seketika itu Diana langsung membuka matanya karena terkejut.
"Mmph.. nngh..Evans.. tunggu dulu" Diana mencoba menolak ciuman Evans yang menggebu.
Namun semua itu tidak di dengar sama sekali karena Evans sudah tidak bisa menahan dirinya lagi.
Setelah sekian lama tidak pernah menyentuh wanita rasanya seperti pemuda yang baru pertama kali merasakan sentuhan hangat seorang wanita.
"Diana... jangan menolakku! aku sudah sangat lama menunggu hari ini" Evans mulai menyentuh leher Diana lalu mengecupnya.
"Haah.. Evans.. geli" ucap Diana tergelitik dengan sentuhan lembut bibir Evans di lehernya.
Perasaan aneh yang pertama kali Diana rasakan membuatnya lemas seolah tak bertenaga hingga dia menarik leher Evans dengan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya yang kegelian.
"Kamu sangat cantik Diana" ucap Evans kembali menatapnya setelah mencium leher indah Diana.
Melihat tatapan mata Evans membuat Diana gugup dan berdebar hingga wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
"Akh.. tunggu! apa yang-" Diana berusaha berontak.
Evans yang sudah tidak bisa menahan hasrat terpendamnya, menarik tangan Diana lalu membawanya terlentang di ranjang kamarnya.
"Kamu memang tidak bisa menjadi penurut tapi justru semua itu yang membuatku semakin ingin menyentuhmu, Diana" Evans menatap Diana yang kini berada di bawahnya.
Dengan menggebu dia mulai menyentuh setiap bagian tubuh Diana dengan lembut. Tangan serta bibirnya terus memberikan sentuhan lembut ke tubuh Diana yang tidak pernah tersentuh oleh pria manapun.