Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Sudah satu minggu
lamanya Aurora di rumah sakit.Selama itu pula damian tidak pernah mengunjunginya
bahkan memberi pesan-pun tidak. Aurora juga tidak terlalu memusingkan hal tersebut. Lagi pula ada Rama yang setiap pulang sekolah menjenguknya dan menemani aurora sampai sore kemudian lelaki itu
sudah lebih dari cukup menemaninya.
Dua hari yang lalu Rama mengabarkan jika ada pekerjaan baru untuknya. Tapi aurora menolak saat Rama hanya bisa memberi kabar tentang pelayan Bar. Gajinya amat tidak cukup bahkan sangat kurang untuk
membiayai segala kebutuhannya.
Dan hari ini Rama datang dengan wajah lesu. Seragam sekolahnya berantakan dan
terduduk di sofa mengibas wajah gerahnya dengan tangan. Aurora yang bersandar ke
kepala ranjang sembari mengupas buah untuk dirinya sendiri-pun menatap heran padanya.
"Kenapa?"
"Sialan!! Aku harus masuk kelas full dan mendengarkan celotehan tidak berguna Mr Remon hanya karena jalan tikus kita sudah ditutup," umpat rama kesal bukan main.
Tembok belakang sekolah yang tidak begitu tinggi menjadi jalan alternatif untuk membolos. Tapi gilanya pihak sekolah menambah beton tinggi di atas benda itu hingga anak-anak yang suka bolos tidak
dapat keluar kecuali di gerbang utama dijaga security. Aurora mengangguk paham. Memang terdengar menjengkelkan di telinga.
"Ini semua karena Wakil Osis itu. Dia yang mengajukan laporan pada pihak sekolah dan membawa-bawa namamu, Raa!"
"Tiara bang*sat itu memang punya dendam pribadi padaku,"jawab aurora mendelik gerah saat membahas tiara.
"Jadi bagaimana? Jika nanti kau masuk sekolah apa tidak akan bolos?"
"Entahlah. Akan-ku pikirkan nanti bagaimana? ada pekerjaan baru?"
Rama teringat soal tujuan keduanya datang kesini selain memang mau menjenguk aurora. Rama menegakkan tubuhnya yang semuka bersandar menjadi duduk.
"Karena sudah banyak pekerjaan biasa yang kau tolak dengan alasan uangnya sedikit, maka aku mencari yang sangat beresiko."
Aurora mengangguk pertanda siap sembari mengunyah potongan apelnya.
"Katakan! Apa?"
"Pengantar paket!"
Aurora nyaris tersedak. Ekspresi wajahnya langsung merah murka karena menduga Rama mempermainkannya. Sebelum Aurora
mengamuk, Rama cepat-cepat menjelaskan.
"Bukan paket biasa. Ini hal yang dilarang di negara timur."
"Serbuk?" tanya Aurora menebak.
Rama mengangguk. Wajahnya seolah tidak setuju dengan pekerjaan itu tetapi terpaksa mengatakannya.
"Aku sarankan kau jangan melakukannya. Ini pekerjaan beresiko. Apalagi daerah yang
dikirim sangat ketat dan berbahaya. Kau..."
"Berapa bayarannya?" tanya Aurora menyela ucapan Rama yang mendengus.
"Raa!"
"Aku tidak punya pilihan lagi Rama! Sudah satu minggu aku tidak masuk sekolah dan
aku harus membayar uang ratusan juta bulan ini. Belum lagi Paman-ku menginginkan ganti rugi. Ini jalan satu-satunya," jelas Chelsea dengan tatapan tegas.
Rama tampak masih kukuh melarang Aurora melakukan itu.
"Aku akan carikan pekerjaan lain atau...aku bisa menjual motor dan unit apartemenku yang tidak begitu aku butuhkan bagaimana?"
"Tidak. Ini masalahku dan kau cukup mencarikan aku pekerjaan. Itu saja," tukas
Aurora membuat Rama menunduk lesu.
Menyesal rasanya mengatakan ini pada Aurora seolah dia telah menjerumuskan temannya ke arah lumur hitam.
"Jelaskan padaku bagaimana rincian pekerjaan itu!"
"Aku tidak bertanya dengan jelas karena mereka kemaren ada di Club milikku dan
mengatakan jika butuh orang untuk menjadi anggotanya mengirim barang," jawab Rama
masih dengan nada lesu
Aurora mengangguk. Luka di punggungnya juga sudah kering walau masih nyeri dan
ngilu dibawa bergerak aktif tapi tidak masalah. Ini jauh lebih baik.
"Siapa nama pemimpinnya?"
"Tuan Aldo"
"Bagus. Malam ini ajak dia bertemu di Club milikmu. Aku ingin bekerja lebih cepat."
Rama menghela nafas tidak menjawab ucapan aurora sampai gadis itu memanggilnya dua kali dan barulah Rama
menyahut walau dengan nada kesal.
Malam yang direncanakan itu tiba. Aurora sudah keluar rumah sakit sejak sore tadi dan segera mengendarai Black menuju Club milik Rama. Night club adalah nama besar kebanggaannya. Aurora memarkirkan motor di tempat biasa kemudian memasuki Club
dengan dibaluti masker, topi dan hoodie koleksi miliknya. Seperti biasa suasana Club
selalu ramai dan berisik. Aroma minuman dan parfum orang-orang di sini amat
menyengat tetapi Chelsea sudah biasa dengan itu. Saat melihat Rama baru turun dari tangga penghubung lantai atas, Chelsea bergegas mendekat.
Kilau-kilau lampu melintasi dirinya yang berusaha tidak menarik perhatian orang-orang sekitar.
"Raa!"
"Mereka sudah datang?" tanya Aurora berbisik ke telinga Rama karena dentuman
musik lumayan keras.
"Yah. Mereka ada di lantai atas ruangan nomor 5. Tapi jangan gegabah. Aku akan menemanimu"
"Tidak perlu. Kau tunggu di luar!" Rama mau protes tapi aurora membekap mulutnya
kemudian pergi ke lantai atas. Rama mendecak kesal segera menyusul Aurora
Dengan terpaksa Rama menunggu dengan harap-harap cemas di luar pintu ruangan
membiarkan Aurora masuk. Di dalam sana, Aurora melihat ada seorang pria baya dengan kepala plontos ditato abstrak. Wajahnya sangar diberkati bekas jahitan
luka dalam dengan jenggot lumayan tebal dan tubuh gagah duduk di sofa kekuasaannya.
Sosok itu menyadari keberadaan Aurora begitu juga lima orang pria yang Aurora
tebak adalah pengawal mahluk bumi satu ini.
"Permisi! Aku Aurora orang yang Rama katakan!" ujar aurora to the poin karena
yakin Rama sudah membahas Ini lebih dulu dengan mereka.
Tatapan Tuan Aldo menyelidik. Matanya bagaikan laser pemindai menguliti aurora dari atas sampai bawah.
"Kau wanita?"
"Yah. Kenapa?"
Wajah Tuan Aldo berubah remeh. Aurora juga tersentak karena ia kira Rama sudah menjelaskan tentangnya sebelum ini.
"Aku tidak menerima orang lemah."
"Dari mana kau tahu aku lemah?" sungut aurora tidak suka dihina.
Tuan Aldo diam. Keberanian Aurora memasuki ruangan sendirian bahkan dia
tidak menunjukan rasa takut apapun saat melihatnya memang cukup mengesankan.
"Aku tidak ingin ditolak tanpa alasan yang jelas"
"Benarkah? Kau seorang wanita. Bahkan masih belia. Tidak akan cocok menjadi
orangku."
"Aku wanita tapi bukan berarti aku lemah! Bang*saat!!" Para pengawal Tuan aldo
terkejut saat Aurora mengumpati Tuannya. Mereka marah dan mendekat tanpa
dihentikan sama sekali oleh pria itu.
"Jaga bicaramu Nona! Jangan
meninggikan suara di depan Tuanku."
"Dia yang meremehkan orang tanpa alasan jelas. Siapapun bahkan pantas mendapatkan lebih dari itu apalagi dia merendahkan wanita!" tegas Aurora menentang.
Tuan Aldo mengangguk-anggukan kepalanya misterius. Detik berikutnya ia mengisyaratkan para bawahan nya untuk
menyerang Aurora. Dua pria maju seolah
menakakan diri yang cukup menghabisi gadis kecil sepertinya.
Aurora tidak begitu mahir bela diri tetapi dia punya akal licik dan tubuh yang peka
terhadap bahaya. Saat keduanya maju
melayangkan tinju ke arahnya, Aurora menendang keras bagian selatan keduanya
bergantian kemudian mendaratkan tamparan ganas ke pipi pria kekar itu.
Plak!!!
"Sialan!!"
"Pulanglah dan minta ibumu mengajari cara
menghormati wanita," desis Aurora menendang perut mereka dengan kekuatan penuh hingga terjungkal ke lantai. Tuan Aldo tersenyum senang. Dia mengerahkan tiga
anggotanya lagi menyerang Aurora dan kali ini ketiganya sama-sama menghindari
serangan kaki lincah Aurora terhadap bagian selatan mereka. Tiga lawan satu jelas kalah telak.
Kedua tangan Aurora dipegang hingga memudahkan salah satunya membalas
tamparan di pipi Aurora Tidak itu saja. Ketika Aurora lengah, mereka membanting tubuh ramping semampai itu ke lantai
menimbulkan suara nyaring.
"Gadis ingusan!!" Mereka mau memijak
kepala Aurora tapi mata gadis ingusan tersebut menangkap deretan botol minum kaca di atas meja.
Dengan kecepatan tangan yang pas. Aurora meraihnya kemudian ia hantamkan ke
betis pria yang mau menginjaknya.
Prank!!
Pria itu mengumpat. Aurora memanfaatkan
keadaan untuk bangkit berdiri di atas meja dan melempar apapun yang dekat dengannya. Bidikan pertama adalah bagian kepala. Tidak tanggung-tanggung Aurora
melukai alat vital mereka secara acak walau beberapa kali terkena pukulan telak dia tetap bangkit.