NovelToon NovelToon
Secret Admirer

Secret Admirer

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Macet

Ketika Laura mendapatkan surat cinta, dia dengan tekad bulat akan menyusuri jejak sang pengagum!

....

Laura ingin rasanya memiliki seorang pacar, seperti remaja di sekitarnya. Sayangnya, orang-orang selalu menghindar, ketika bersitatap dengannya. Jadi, surat cinta itu membawanya pada ambisi yang kuat! Mampukah Laura menemukan si pengagum dan mendapatkan akhir bahagia yang ia impikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Macet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4 Suatu Pagi yang Menegangkan

Suatu Pagi yang Menegangkan

Sudah tiga hari berlalu semenjak insiden di lapangan. Tiga hari ini aku tidak mendapatkan gangguan dari cowok bernama Zen.

Mengenai pendapat Yuna tempo lalu selalu menjadi bahan pikiran, apalagi melihat sikap perhatian Wafi padaku. Atau sebenarnya aku terlalu percaya diri? Tidak peduli bagaimana hasilnya, aku harus tetap mendekatkan diri pada Wafi, mungkin saja dia adalah si pengagum. Ini semua demi mengapresiasi dukungan Yuna padaku, tetapi rasa penasaran tentu lebih dominan.

Aku melangkah keluar dari bus, dengan santai berjalan menuju gerbang. Kuhirup udara pagi ini yang terasa bersih dengan suasana damai tanpa kebisingan.

"Hah..." Aku menghela nafas.

"Apakah aku datang terlalu pagi? Hanya ada satu dua orang yang sedang terburu-buru menuju belakang sekolah," kataku kemudian membelalakkan mata. Dengan panik aku berbalik kemudian bersembunyi, para anggota OSIS baru saja lewat!

"Ini sebenarnya jam berapa sih? Bukannya masih pagi, langit masih mendung." kataku kemudian melirik jam tangan, di sana tertera pukul 07.15 AM. Lima belas menit sudah berlalu setelah bel berbunyi.

Aku lupa jika semalam membaca novel di gawai hingga baterai habis. Karena sangat malas untuk mencas gawai, aku memilih untuk tidur dan ketika bangun langit sudah berubah warna. Oleh karena itu, setengah niat aku bergegas merapikan diri dan bergegas berangkat ke sekolah.

Aku keluar dari persembunyian, berjalan ke arah belakang sekolah menuju ke arah kelasku.

"Hei! Di sini ada satu murid terlambat!" Suara itu mengudara yang mampu membuatku kaget. Aku tidak menoleh dan dengan linglung menatap ke depan, jika aku lari apa yang akan terjadi?

"Bodoh, mengapa hanya diam saja!" kata seorang dari samping. Dia dengan lancang menarik tanganku dan membawaku ikut berlari. Aku tidak sempat protes, ingin memberontak tapi cekalannya terlalu kuat. Kutatap tajam Zen si pelaku yang menarikku.

"Apa? Tidak suka? Yasudah, katakan, biarkan mereka menangkapmu saja!" kata Zen tanpa menoleh.

Aku sangat kesal. Dia berkata seperti itu tetapi semakin menguatkan cekalan. Bisa kupastikan pergelangan tanganku memerah.

Lama kami berlari menghindari amukan anggota OSIS yang berteriak kesetanan di belakang sana. Di depan sana terdapat belokan, kami masuk dan bersembunyi di salah satu lorong kelas.

"Apakah ini aman? Bagaimana jika tertangkap? Kau tidak takut jika mereka mengenali wajah kita?" kataku tajam. Jika mengenai wajahku, kurasa mereka tidak tahu karena sedari tadi aku menatap ke depan.

"Jika kau ingin menyerahkan dirimu lebih baik tinggal di sini. Aku sudah terbiasa kejar-kejaran dengan mereka!" kata Zen kemudian meninggalkan lorong itu, berjalan dengan santai. Aku yang tidak tahu berada di mana hanya mendengus kesal, walapun sudah bersekolah selama dua tahun di sini, tidak semua sudut sekolah kutelusuri. Sekolah ini luas sekali!

Zen masuk ke dalam kantin yang tidak pernah kulihat keberadaannya. Dia dengan anteng duduk di bangku, aku yang melihat itu juga ikut duduk. Aku membuka percakapan, "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ingin makan. Pagi ini aku tidak sarapan."

Aku terdiam kemudian menaikkan alis, jika ingin makan kenapa dia tidak memesan dan hanya duduk di sana sembari membuka gawainya.

"Pesankan untukku bakso," kata Zen. "Sekalian gorengan."

"Kau ingin kubunuh?!" Kuhunuskan tatapan tajam, dia tanpa tahu diri memerintahku? Tentu saja tidak akan kuturuti.

"Babuku pesankan aku makan!" ulang Zen kemudian menatapku tajam. Aku tidak takut, tersenyum sinis bermaksud menantang. Zen ini jika dibaikan pasti melunjak, jadi aku tidak boleh kalah.

Zen menggebrak meja dengan keras, itu menarik atensi orang lain. Aku melihat sekitar, kemudian terkekeh canggung. Meminta maaf pada murid-murid yang ikut melewatkan baris di lapangan.

Karena tidak ingin menganggu mereka, aku memilih untuk mengalah dan melenggang menuju ke arah dapur. Sesaat aku terdiam kembali menuju meja, "Mana uangnya?" tanyaku.

"Em..." Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan telapak tangan yang kosong. "Tasku berada di kelas, uangku juga ada di sana. Ambil saja, tapi jika kau ingin mendahulukan uangnya juga tidak masalah."

"Aku tidak punya uang!" kataku ketus.

"Kalau begitu datang ke kelasku dan ambil uang dari tasku."

Ingin sekali aku mencakar wajah tidak berdosa itu, tidak mungkin kukatakan---aku tidak tahu jalan menuju kelas. Lorong kelas di sekolah ini membuatku tersesat. Jika kekeuh mencari letak kelas itu memakan waktu cukup lama.

Aku merogoh saku, di sana masih ada uang dua puluh ribu. Dengan tidak niat melangkah menuju Ibu Kantin. Tetapi sebelum itu masalah sudah terlebih dahulu menghampiri. Kantin tiba-tiba dikepung anggota OSIS. Mereka satu per satu menyeret murid-murid yang tidak ikut baris tidak terkecuali denganku.

Kasihan sekali Ibu kantin yang gagal mendapatkan pelanggan karena keegoisan OSIS. Tetapi selamat untuk uangku yang tidak berkurang!

Kutatap Zen yang tampak pasrah, "Padahal aku sudah lelah berlari mengikutimu. Ujung-ujungnya tertangkap juga," kataku menyindir. "Seharusnya jangan libatkan aku dalam upayamu melarikan diri." Aku sengaja meninggikan nada suara supaya mereka mendengar, dan memberikanku keringanan hukuman karena ini semua bukan keinginanku.

***

Aku melempar sapu lidi ke arah Zen yang setia duduk ditemani sound yang mengudara. Dia dengan tenang membuka gawainya dan aku di sini membersihkan taman terbengkalai yang berada di belakang kelas X IPS-4. Kelas itu sudah lama ditinggalkan.

OSIS membuatku benar-benar kesal, mereka tanpa perasaan melimpahkan hukuman ini pada kami berdua. Padahal nama kami sudah tercatat di buku terlarang.

"Kau ini cowok tidak sih? Ini bukan hukumanku seorang." kataku.

"Biarkan saja, mereka tidak akan memeriksanya. Kamu hanya perlu lari lagi dan kembali ke kelas, aku akan berada di sini." kata Zen tanpa menoleh.

Aku tidak akan mendengarkan saran sesat itu, lebih baik kukerjakan sampai selesai daripada mendapatkan hukuman yang lebih buruk. "Kau ini tetap sangat menyebalkan! Kenapa kau tidak pindah saja dan jangan lagi muncul di layar kehidupanku."

Setelahmya semua menjadi hening, Zen hanya diam sementara aku menyelesaikan pekerjaan. Ini tidak adil, Tuhan!

"Tuntas!" kataku setelah menyelesaikan pekerjaan itu. Aku melempar asal sapu lidi dan sekop, kemudian duduk di bawah pohon rindang. Gerah sekali! Rupanya begini hasil kerja keras keringat sendiri. Kalau mengenai Zen, dia menghilang entah ke mana, aku tidaj peduli!

"Haus," kataku memejamkan mata. "Ingin pergi membeli sebotol air, kakiku sudah lemas tak bertenaga. Biarkan sajalah! Jikapun aku mati kehausan, Zen yang akan menjadi tersangka utama karena meninggalkanku bekerja seorang diri.

Aku terpaku sejenak merasakan benda dingin yang menyentuh pipiku, setelahnya dengan cepat membuka mata. Zen ada di depanku, membawa sebotol air. "Untukmu, jangan lupa dibayar, aku masih berhutang di kantin."

"Tidak tahu diri!" pekikku.

1
tishabhista
lanjutttt...
Pena Macet: ceritanya udah tamat kak/Smile/
total 1 replies
Mona
lanjut kakkkk
Mona
Asekk dapat surat cinta 🔥
Khana Imoet
absen dl kk
Shinn Asuka
Tidak bisa menunggu untuk membaca karya baru dari author yang brilian ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!