Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Pondok Mertua Tak Indah
Mau tak mau Rara pun melakukan semua permintaan sang suami. Ya, semua karena cinta.
Cintanya Rara yang begitu tulus dan sangat besar pada Pram dan juga keluarganya. Akhirnya Rara berhenti bekerja dari PT. GINCU.
Awalnya CEO PT. GINCU yang bernama Pak Johan sangat menyayangkan sekretarisnya itu harus mengundurkan diri. Akan tetapi ia paham alasan Rara.
Akhirnya ia harus merelakan karyawati terbaiknya keluar secara terhormat karena memilih menjadi ibu rumah tangga sejati. Tunduk pada titah sang suami.
Rekan-rekan yang lain termasuk Anita juga sedih melihat Rara harus mengundurkan diri dari kantor. Rara adalah wanita supel dan tegas. Berdedikasi tinggi pada pekerjaan dan bertanggung jawab penuh totalitas serta loyalitas sebagai sekretaris CEO. Jabatan yang banyak diincar oleh kaum wanita lainnya di luar sana.
Terlebih gaji yang mentereng dan fasilitas yang sangat memadai. Tentu semua ingin memiliki posisi yang ditinggalkan Rara tersebut.
"Sering kabar-kabar ya, Ra. Kalau kamu perlu ditemani untuk terapi hormon lagi, kabari aku ya," cicit Anita saat memeluk Rara yang berpamitan di kantor.
"Iya, Nit. Beres pokoknya. Kita masih bisa hangout bareng kok. Cuma aku sekarang tinggal di rumah orang tua Mas Pram," ucap Rara.
"Oh begitu. Ya sudah kamu baik-baik di sana. Nanti aku hubungi lagi kalau kita mau jalan atau mungkin ada acara dari anak-anak sekedar reunian," cicit Anita.
"Oke, bye Nit."
"Take care, Ra."
"Siipp..." ucap Rara seraya melambaikan tangan dan bergegas pergi karena sang suami sudah menunggu dirinya di parkiran kantor.
☘️☘️
Tiga bulan berlalu.
Rara yang sudah menetap di rumah mertuanya, awalnya sempat dilanda kebingungan. Maklum Rara adalah anak tunggal. Sejak kecil memang dimanja oleh orang tuanya terutama untuk urusan dapur.
Rara tak begitu pandai memasak. Selama menikah dengan Pram, ia sudah berusaha untuk belajar memasak. Dan berhasil membuat masakan ayam saos inggris dan tumis baby buncis kesukaan Pram.
Untuk menu lainnya ia masih belum terlalu bisa. Paling hanya menu sederhana seperti tempe goreng, telur mata sapi dan omelet saja yang ia bisa selain memasak mie instan.
Rara dan Pram sering delivery makanan ke rumah. Hanya terkadang saja Rara memasak di rumah. Dan Pram tak pernah mempermasalahkan akan hal tersebut.
Terapi hormon masih dijalankan oleh Rara. Bedanya sekarang Pram yang menemaninya. Mereka berdua datang ke klinik yang sama dengan dokter kenalan Anita.
Akan tetapi tetap saja Rara belum juga hamil. Walaupun datang bulannya sering terlambat dari biasanya. Namun bukan karena faktor dirinya sedang hamil.
Mama Dian sejujurnya tak menyetujui Rara tinggal di rumahnya. Dikarenakan rumah peninggalan suaminya tidak besar. Hanya ada tiga kamar. Yakni kamar Pram, dirinya dan juga Sisi, adik Pram. Lagipula ia tak menyukai Rara. Terlebih hingga sekarang, menantunya itu belum juga bisa memberinya cucu.
Namun karena sang putra sulungnya mendesaknya dan memberi beberapa pengertian, akhirnya mau tak mau dirinya setuju.
Mama Dian yang memiliki watak cukup keras dan penuh perhitungan, akhirnya memecat Bik Sumi, pembantu lamanya yang sudah mengabdikan diri di rumah itu selama dua puluh tahun. Mau tak mau Bik Sumi pun keluar dari rumah itu.
Ibu mertua Rara tersebut berencana menjadikan Rara layaknya sebagai pembantu di rumahnya. Mama Dian tak mau mengeluarkan uangnya untuk menggaji seorang pembantu. Jika sudah ada menantu yang akan menjadi pembantunya secara cuma-cuma. Why Not, pikirnya.
Alhasil kehidupan Rara berubah drastis seiring bentuk tubuhnya yang semakin subur dan tampilan yang lusuh seadanya.
☘️☘️
Tiga tahun pernikahan.
Pram sudah jarang memperhatikan istrinya di rumah. Suaminya itu sering pulang larut malam dikarenakan lembur pekerjaan. Bahkan akhir-akhir ini sering dinas luar kota karena ada beberapa proyek besar yang membutuhkan kehadirannya.
Rara setiap malam selalu mengecek timbangan di kamarnya. Ia menghela nafas dalam melihat jarum timbangan yang selalu bergerak ke kanan bukan ke kiri.
Padahal ia sudah berusaha untuk diet walaupun hanya sedikit. Akan tetapi dietnya tak berhasil juga. Kini berat badannya menginjak angka 70kg. Kulit wajahnya semakin kusam.
Sudah hampir setahun ini dirinya tak melakukan perawatan ke klinik kecantikan langganannya. Beberapa bulan awal kepindahan dirinya ke rumah mertuanya, Pram memberikan uang bulanan pada Rara lima juta rupiah.
Namun hampir setahun belakangan ini, dirinya diberi uang bulanan oleh Pram hanya dua juta rupiah saja.
Pram beralasan gajinya lebih banyak diberikan pada sang Mama. Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari seperti makan, bayar listrik, dan kuliah Sisy, adik ipar Rara.
Rara awalnya mengalah karena dirinya masih memiliki tabungan. Akan tetapi lambat laun tanpa terasa tabungannya habis.
Mama Dian dan Sisy sering meminta uang pada Rara dengan berbagai alasan. Jika Sisy untuk uang saku kuliah, jika sang ibu mertuanya untuk pembayaran arisan serta cicilan lainnya.
Namun Mama Dian dan Sisy melarang Rara mengatakan pada Pram bahwa mereka berdua meminta uang padanya.
Rara yang tengah berada di kamarnya, ia merasa kesepian dan capek. Rasanya ingin pergi jalan-jalan namun bingung mengajak siapa. Dirinya tengah melamun menatap langit-langit kamarnya.
"Ahaa... aku hubungi Nita saja. Pusing! Mending jalan saja sama dia. Mas Pram juga sedang keluar kota beberapa hari," cicit Rara terbesit ide.
Lalu Rara pun menghubungi Nita. Namun tak kunjung diangkat sahabatnya itu.
"Nadanya tersambung. Tumben enggak diangkat Nita. Masak jam segini sudah tidur sih. Kan ini masih jam tujuh malam," cicit Rara.
🍁🍁🍁
semangat terus...💪👍🙏