Baca aja 👊😑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendi 20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Nyonya Amira
.
Tap ... Tap ... Tap ...
Candra melangkah menuruni tangga. Pandangan Nyonya Amira pun langsung tertuju ke arahnya.
"Loh, Kirana mana, Candra?" tanya Nyonya Amira.
"Kirana mandi dulu, Bu," jawab Candra seraya duduk di samping sang ibu.
"Ohh gitu. Ini, makan." Nyonya Amira meletakkan piring yang berisi makanan di hadapan Candra.
"Ibu tidak makan?" tanya Candra.
Nyonya Amira pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nanti Ibu makan bareng Kirana."
Candra pun menganggukan kepalanya dengan paham, kemudian ia mulai menyantap sarapan paginya dengan lahap.
Tap ... Tap ... Tap ...
Suara langkah kaki terdengar dengan jelas di telinga. Yang membuat Nyonya Amira dan Candra langsung menoleh.
"Gimana, Candra? Kamu sudah minta maaf pada Kirana?" tanya Tuan Raja seraya duduk di sisi lain Nyonya Amira.
Candra pun menganggukan kepalanya. "Iya, Yah. Tapi sepertinya dia tidak senang saat aku meminta maaf padanya."
"Loh? Kenapa tidak senang?" tanya Tuan Raja dengan kening yang mengkerut.
"Tidak tau, Yah. Sepertinya dia masih kesal soal semalam," jelas Candra sembari memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Kalian bahas apa sih?" tanya Nyonya Amira tidak mengerti dengan pembicaraan antara suami dan putranya itu.
"Semalam Candra membentak Kirana sampai menangis, Bu," jawab Tuan Raja yang membuat kedua mata Nyonya Amira langsung melotot dengan sempurna.
"Apa?!" Nyonya Amira langsung menatap Candra dengan tatapan yang sangat tajam.
"Glup ...." Candra menelan air liurnya dengan sangat susah karena ketakutan melihat Nyonya Amira menatapnya dengan tajam.
"Apa itu benar, Candra?!" tanya Nyonya Amira dengan sangat intens.
"I--Iya, Bu," jawab Candra dengan nada terbata-bata.
"Aduh! Aduh! Sakit, Bu! Lepasin!" pekik Candra ketika Nyonya Amira menarik salah satu telinganya dengan sangat kuat. Saking kuatnya, Candra sampai mengira bahwa telinganya itu akan putus karena ditarik.
"Dasar anak nakal! Kenapa kamu membentak Kirana, hah?!" marah Nyonya Amira semakin menarik telinga Candra dengan sangat kuat yang membuat Candra semakin merintih kesakitan.
"Aku kan tidak sengaja, Bu. Aku pikir dia itu maling yang diam-diam masuk ke dalam rumah. Untung saja Ayah segera datang menjelaskannya kalau Kirana itu bukan maling melainkan anak dari Paman Asher," jawab Candra terlihat menahan sakit yang teramat sakit di telinganya.
Mendengar hal itu, Nyonya Amira pun segera melepaskan tarikan di telinga Candra. "Jika sekali lagi kamu membuat Kirana menangis awas saja! Ibu akan cincang kamu!" ancamnya yang membuat Candra langsung merinding ketakutan.
"Iya, Bu," ucap Candra dengan pasrah. Pria itu kembali memakan makanannya yang belum habis itu, sembari mengelus telinganya yang tampak memerah akibat tarikan tadi.
Tap ... Tap ... Tap ....
Kirana datang, dengan menggunakan dress biru muda yang sangat indah. Serta rambut yang sengaja di kepang jadi dua, membuat Kirana terlihat sangat cantik dan lucu.
Candra yang melihatnya sampai terpesona. Mulutnya menganga dan kedua matanya tak bisa berkedip melihat kecantikan yang dimiliki oleh gadis kota itu.
Kirana duduk tepat di hadapan Candra. "Apa lihat-lihat?!" sungut gadis itu ketika menyadari sedari tadi Candra terus menatapnya tanpa berkedip sedikit saja.
Mendengar itu, Candra langsung tersadar. Candra tidak berkata apa-apa dan kembali melanjutkan makannya.
"Kirana masih marah ya sama Candra soal semalam?" tanya Nyonya Amira.
Tanpa ragu, Kirana menganggukan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan Nyonya Amira itu.
"Cepat minta maaf!" tegas Nyonya Amira sembari menyenggol lengan Candra.
"Tapi, Bu. Aku sudah minta maaf padanya sebanyak dua kali," jawab Candra sudah enggan untuk meminta maaf.
"Candra ...." Nyonya Amira kembali menatap Candra dengan tatapan yang sangat tajam yang membuat Candra langsung menghembuskan nafasnya secara pasrah.
"Maafkan aku, Kirana."
Kirana pun menganggukan kepalanya dengan pelan, walau dalam hati ia masih kesal dengan Candra karena Candra sudah menyebutnya sebagai maling di rumah ini.
"Nanti setelah sarapan ajak Kirana jalan-jalan keliling desa ini," ujar Nyonya Amira pada Candra.
"Baik, Bu."
Mereka berempat pun mulai sarapan bersama.
Bersambung.
Kok aneh menitipkan anak di rumah orang lain. Lebih wajar kalau ke rumah Kekek-neneknya atau paman-bibinya. Setidaknya ada hubungan kerabat.
Apalagi anak gadis.