"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Pergi, Kakak Cantik! (REVISI)
Saat ini, Queensha sedang duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu kediaman Wijaya Kusuma. Di seberang wanita itu ada Ghani yang tengah duduk seraya menatap dengan tatapan menelisik seakan tengah mencari sesuatu pada diri lawan bicaranya itu. Keduanya terdiam, tak ada kata yang mampu berucap dari mulut masing-masing.
"Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa kamu kenal dengan Aurora, putri saya?" Suara berat Ghani memecah keheningan yang terjadi di antara mereka. Pandangan mata pria itu menatap lurus ke depan pada sosok wanita berwajah oriental sama seperti dirinya.
Queensha memelintir ujung kemeja putih yang sedikit kotor akibat tanpa sengaja menyentuh aspal jalan saat menyelematkan Aurora. Entah kenapa, aura pria di hadapanya begitu tegas dan sorot matanya begitu tajam hingga membuat wanita itu merasa terintimidasi.
"Beberapa waktu lalu saat saya tengah menunggu ojek online, tanpa sengaja melihat putri Bapak hendak menyebrang jalan. Namun rupanya, dari sebelah kanan muncul satu unit kendaraan roda empat melaju kencang ke arah putri Bapak. Karena tidak tega, saya memberanikan diri menolongnya. Saya enggak tahu jika anak kecil yang ditolong adalah putri Bapak," tutur Queensha sambil menundukan pandangan. Ia tidak berani mendongakan wajah karena sorot mata Ghani bagaikan seekor elang.
"Kamu yakin sebelumnya tidak tahu jika anak kecil yang diselamatkan adalah putri saya?" tanya Ghani penuh selidik. Ia tidak begitu saja percaya atas ucapan yang disampaikan oleh Queensha. Bisa saja kan Queensha hanya mengarang cerita agar dia kasihan dan menerima wanita itu bekerja di rumah kedua orang tuanya sebagai seorang babysitter.
Dengan mantap Queensha menjawab, "Yakin banget, Pak! Saya berani sumpah atas nama makam kedua orang tua saya."
Suasana tiba-tiba hening. Tidak ada tanggapan apa pun dari pria berwajah oriental di depannya. Queensha baru menyadari makna dari pertanyaan yang diajukan Ghani kepadanya.
Queensha mendongakan kepala dengan secara perlahan. Sedikit demi sedikit wajahnya yang cantik jelita menghadap ke seberang.
"Jangan bilang ... kalau Bapak curiga jika saya memanfaatkan keadaan untuk menarik simpati dengan tujuan agar diterima bekerja di sini." Entahlah kenapa Queensha bisa punya pemikiran begitu.
Senyuman tipis tersungging di bibir Ghani. Ia melipat kedua tangan di depan dada dengan kedua kaki menyilang. "Dugaanmu tepat sekali. Ya siapa tahu kamu sudah lebih dulu mengetahui jika sekolah tempat putri saya belajar akan mengadakan lomba di tempat kerjamu, lalu kamu mengikuti Aurora dan menemukan waktu yang pas untuk menarik simpati kami semua. Apalagi sebelumnya kamu sudah menghubungi asisten rumah tangga, bisa saja kamu minta foto Aurora tanpa sepengetahuan saya."
Queensha hanya menggelengkan kepala. Astaga, bagaimana bisa pria ini berpikiran sempit seperti itu? Boro-boro mau ngamati satu per satu muka customer-ku, lah wong aku aja sibuk melayani mereka ke sana kemari. Nih orang aneh banget sih! gerutunya dalam hati.
"Pak, saya emang butuh banget pekerjaan ini, tapi bukan berarti Bapak bisa menuduh saya sesuka hati. Saya beneran enggak tahu kalau anak keci yang saya tolong adalah anak yang akan saya asuh, sungguh!" Jari telunjuk dan jari tengah Queensha terangkat ke udara, membentuk huruf V. "Kalau Bapak enggak percaya, boleh tanyain sama Mbak Tina, apakah kemarin malam saya minta dia memberikan foto putri Anda atau enggak." Queensha berusaha meyakinkan Ghani.
"Kalau pencuri ngaku, penjara penuh, Nona!" Ghani berucap dengan menekankan setiap kalimat yang terucap di bibirnya.
Menarik napas panjang. Queensha merasa jika dia memang tidak seharusnya berada di rumah itu. Seharusnya dia sudah pergi sejak Ghani mengusirnya beberapa waktu lalu.
"Terserah Bapak saja mau percaya atau enggak. Namun, asal Bapak tahu, kalau saya bukan tipe perempuan licik dan picik yang akan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan." Lantas, Queensha bangkit dari posisinya saat ini. Satu buah map warna coklat ia dekap dengan erat. "Jika tidak ada lagi yang ingin ditanyakan, saya permisi dulu. Selamat sore!"
Queensha menyampirkan tas selempang di antara pundak dan ketiak, lalu berjalan meninggalkan Ghani yang masih menatap ke arahnya. Wanita itu sudah tak lagi peduli dengan lowongan pekerjaan yang ditawarkan Lulu kepadanya.
Derap langkah sepatu pentofel menggema di penjuru ruangan. Dengan langkah tegap, Queensha berjalan menuju daun pintu berwarna putih keemasan. Terlalu lama berada di bawah atap yang sama membuat emosi dalam diri wanita itu semakin bergejolak.
Coba tadi tetap di restoran, mungkin kejadiaannya enggak bakal kayak gini. Uangku pun enggak melayang sia-sia. Queensha bermonolog, menyayangkan keputusannya sendiri.
Namun, saat Queensha hendak melangkahkan kaki keluar dari daun pintu di depan sana, Aurora berseru dengan suara nyaring. "Kakak Cantik mau ke mana?" tanya gadis kecil itu polos. Bola matanya yang indah tampak berkaca-kaca saat melihat Queensha bersiap hendak meninggalkan rumah itu.
Suara nyaring yang terdengar sarat kekhawatiran berhasil membuat Queensha menghentikan ayunan langkahnya. Dengan seulas senyum tipis ia usahakan mengukir di bibirnya yang ranum bagai buah ceri, ia membalikan tubuh dan meletakkan lututnya di lantai.
"Karena urusan kakak udah selesai, kakak harus pulang, Sayang." Queensha mengelus rambut panjang Aurora.
"Jadi Kakak Cantik ke sini enggak jadi main sama Rora, ya? Kenapa, Kak? Padahal Rora udah bawa Teddy untuk main bersama kita." Aurora menunjuk boneka beruang kesayangannya ke hadapan Queensha.
Gadis kecil bermata bulat berpikir kalau kedatangan Queensha ke rumah sang nenek untuk menemaninya bermain. Oleh karena itu ia bergegas naik ke lantai atas mengambil boneka beruang warna cream dan menunjukannya kepada Queensha dengan harapan mereka dapat bermain bersama.
"Enggak, Sayang. Kakak ke sini cuma ada perlu sama Papanya kamu, tapi sekarang urusan kakak udah selesai. Jadi kakak harus pulang ke rumah."
Aurora menggeleng, matanya kembali berkaca-kaca. "Enggak mau! Kakak Cantik enggak boleh pulang! Kakak Cantik bobok aja di sini sama Rora dan Papa." Gadis kecil berambut panjang dikepang dua merengek sambil menarik tangan Queensha, tubuhnya yang mungil pun ikut bergerak.
Queensha memandang Ghani yang masih membeku di tempat. Entah apa yang ada di pikiran pria itu, tapi tampaknya dokter tampan itu sedang berpikir keras saat melihat interaksi antara Aurora dan Queensha.
"Enggak bisa, Sayang. Kakak punya rumah sendiri jadi enggak bisa tinggal di sini," tolak Queensha halus. Sejujurnya ia tidak tega mematahkan perasaan gadis kecil di hadapannya.
"Tapi Rora mau Kakak Cantik di sini. Rora enggak mau ditinggalin Kakak Cantik." Gadis kecil itu mulai terisak, mengucek matanya. Wajahnya yang cantik basah oleh air mata.
Hati Queensha rasanya seperti diremat kencang oleh tangan tak kasat mata kala melihat buliran air mata jatuh membahasi wajah Aurora. Dada wanita itu sesak seakan ada bongkahan batu besar menimpanya.
Ya Tuhan, kenapa hatiku sakit sekali saat melihat gadis kecil ini menangis. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? tanya Queensha dalam hati.
Ghani yang tidak tega melihat putri tercinta menangis, ia menggendong Aurora dan membawa tubuh itu menjauh dari wanita muda di depannya. "Kamu boleh pergi sekarang dan jangan pernah datang lagi ke sini!" tandanya dengan tegas.
"Enggak mau, Kakak Cantik enggak boleh pergi dari sini! Aku mau sama Kakak Cantik!" raung Aurora dalam gendongan Ghani. Ia berontak dan mencoba turun dari gendongan saat melihat Queensha secara perlahan meninggalkan ruang tamu. "Papa, aku mau sama Kakak Cantik. Jangan suruh Kakak Cantik pergi, Pa!"
"Sayang, nanti Papa carikan Kakak yang lain ya, untuk jadi teman Rora. Tapi kamu harus diam dulu, enggak boleh nangis." Ghani mencoba membujuk Aurora. Akan tetapi, usahanya itu sia-sia. Aurora masih terus menangis meraung sambil memanggil Queensha.
Ghani kewalahan saat tubuh Aurora semakin memberontak. Ia baru pertama kali melihat putri kecilnya itu mengamuk hanya karena seorang wanita asing.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔