Karena saya masih wanita yang beradab,
masih bisa mengganti kecewa dengan doa, sekalipun berbaur dengan luka sepertimu.
Bertahun tahun hidup dalam hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Tiap saat harus berhadapan dengan orang orang yang memiliki jiwa tak waras, suami kejam, mertua munafik, kakak dan adik ipar yg semena mena. Bertahan belasan tahun bukan karena ingin terus hidup dalam tekanan tapi karena ada anak yang harus dipertimbangkan. Namun dititik tiga belas tahun usia pernikahan, aku menyerah. Memilih berhenti memperjuangkan manusia manusia tak berhati.
Jangan lupa kasih like, love dan komentarnya ya kak, karena itu sangat berarti buat kami Author ❤️
Salam sayang dari jauh, Author Za ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana
"Cuci semua sampai bersih, dan bereskan dapur ini sampai kembali rapi. Aku tidak mau tau, suka atau kamu tidak suka, kerjakan! jangan sekali kali membantah, harusnya kamu ingat posisimu dirumah ini hanyalah numpang, inget numpang! Syukur syukur aku tidak mengusir mu." Hardiknya tajam, kalau tidak ingat beliau orang tua, sudah ku hajar karena sikapnya telah melukai harga diri ini.
'Baiklah untuk kali ini, aku yang akan mengalah. Tapi besok aku pastikan akan pergi dari rumah ini. Sudah tak ada lagi yang bisa aku pertahankan, selain hanya untuk tersiksa batin dan fisikku.'
Setelah selesai membereskan dapur yang sudah mirip dengan kapal pecah. Ingin segera merebahkan tubuh ini di atas kasur. Melepaskan penat dari lelahnya aktifitas seharian ini di toko. Saat aku masuk ke kamar Hasna, gadisku itu sudah tertidur dengan buku yang tergeletak diatas perutnya, mungkin dia lelah sampai tak sadar tertidur saat belajar.
Memandangi wajah cantiknya Hasna adalah rutinitas sebelum tidur bagiku, wajahnya sangat mirip dengan mas Yudha, rasanya sangat menyesakkan, wajah polosnya selalu mampu membuatku tak bisa membendung air mata, ada nelangsa yang selalu hadir. Dari kecil Hasna tak pernah mendapatkan perlakuan yang baik dari papanya, selalu bentak kan dan sikap kasar yang ditunjukkan oleh mas Yudha kepada Hasna, padahal Hasna putri kandungnya, ada darahnya yang mengalir ditubuh anak tak berdosa itu. Entah apa yang membuat mas Yudha selalu bersikap kasar pada kami, begitupun dengan ibu dan juga saudaranya, mereka selalu bersikap layaknya majikan dan akulah pembantunya, menyedihkan. Bahkan tak pernah menganggap ada kehadiran Hasna dalam kehidupan mereka.
"Malang sekali nasibmu nak. Ayah kandung mu sendiri pun tak pernah memperlakukan kamu dengan baik, tapi bunda janji, akan selalu menjaga dan melindungi mu, bunda akan berjuang untuk masa depan dan kebahagiaanmu. Selama ini aku bertahan karena memikirkan hati anakku, ketakutan akan ada luka perpisahan yang membuatnya terpuruk, namun ada atau tidak adanya mas Yudha dalam kehidupan kami, tidak ada bedanya sama sekali. Karena kami sudah terbiasa dengan tanpa dia, justru menderita batin dan fisik yang akan terus kami alami jika masih tetap bertahan dalam hubungan rumah tangga yang sudah tidak sehat ini."
Baru saja ingin memejamkan mata dan merebahkan diri. Pintu di gedor dari luar, dan itu pasti mas Yudha yang pulang dari rumah gundiknya. Kalau ditanya pasti akan beralasan kerja lembur, padahal mas Yudha tak pernah sekalipun ikut lembur, aku pernah menanyakan ini sama salah satu teman kantornya.
"Ngapain aja sih, buka pintu saja lama banget, gak berguna banget kamu jadi istri." Makinya, dari mulutnya tercium bau alkohol yang menyengat.
Aku hanya diam, malas meladeni ocehannya, yang ada pasti dia akan main tangan, lebih baik aku diam untuk menjaga kewarasan jiwaku.
Tanpa memperdulikan keberadaan ku, mas Yudha langsung masuk ke kamar kami, dan tanpa berganti pakaian dia langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur, mungkin dia kelelahan habis berbagi peluh dengan wanitanya, dulu aku akan sedih dengan keadaan ini, tapi kini rasa itu sudah musnah dalam hatiku, yang ada justru rasa jijik setiap kali bersentuhan.
Sudah hampir dua tahun mas Yudha tidak pernah lagi memberiku nafkah batin, sikapnya pun makin hari makin kasar, bahkan saat aku memutuskan untuk tidur dikamar Hasna, Mas Yudha tidak pernah mempersoalkan, justru itu membuatnya makin leluasa berkirim pesan dengan selingkuhannya.
Sudah terlalu lama aku memendam rasa sakit ini, kini sudah saatnya aku bangkit dan menunjukkan pada mereka, jika aku mampu bahagia dan sukses tanpa mereka, meskipun selama ini aku tak pernah merasakan uang nafkah dari mas Yudha.
Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri semua secepatnya, dan besok aku harus bisa pergi dari rumah ini, tapi bagaimana aku harus beralasan, aah lebih baik aku pikirkan besok saja, lebih baik aku berkemas dari sekarang dan besok pagi biar Bela mengambil barang barang ku sebelum subuh. Berkas berkas untuk gugatan cerai pun sudah lengkap, tinggal menyerahkan pada Aziz, biar dia yang mengurusnya. Bismillah mudahkan semua urusanku ya Robb, jika memang jalan ini yang terbaik untuk kami.
Lebih baik sekarang aku memberi kabar ke Bela ,semoga dia belum tidur.
(Bel,sudah tidur belum? )(Send)
Pesanku langsung centang biru,itu artinya bela masih belum tidur, Alhamdulillah...
{Belum, ada apa wa?}
{Kamu baik baik aja kan?}
(Aku baik baik saja, aku mau minta tolong bel) (send)
{Minta tolong apa? selagi aku bisa bantu pasti aku bantu}
(Aku berencana untuk pergi dari rumah ini besok, aku sudah tidak sanggup lagi berada disini. Kamu bisa bantu aku kan? kalau besok pagi pagi aku tunggu kamu di depan gang untuk mengambil barang barang ku untuk dibawa ke toko.)
{Apa kamu sudah benar benar yakin?}
(Sangat yakin, yakin seyakin yakinnya, aku masih ingin waras dan sehat hati juga jiwaku.)
{Hahahaaa, kenapa waras mu sangat terlambat? harusnya dari dulu kamu lakukan ini}
(Jangan tertawa,dasar teman tak ada akhlaq.)
{Hahaaa, cie ada yang marah niii yeee, tapi emang bener kan? kalau orang waras nggak akan bakal Sudi diperlakukan kayak sapi perah begitu, lha ini. Kamu bertahan hingga bertahun tahun}
(Tau aah, sudah ngeledek nya. Beneran mau bantuin nggak?)
{Iya, sensi amat jadi orang. Aku kesana pagi jam berapa?}
(Sebelum subuh, saat semua masih tidur.)
{Oke,siap laksanakan bos,hahaa.
Dah Sana tidur, karena besok kamu akan butuh banyak energi untuk menghadapi orang orang aneh dirumah itu}
(Iya, bawel amat sih. Yasudah terima kasih yaa.)
{Oke, santai aja kali.}
Ku Hentikan berbalas pesan dengan Bela. Saatnya istirahat untuk menyiapkan diri buat besok, benar kata Bella. Aku butuh tenaga lebih untuk menghadapi mereka.