NovelToon NovelToon
Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Anak Yatim Piatu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: I Wayan Adi Sudiatmika

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.


Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.


Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?


Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Pertolongan Kakek Misterius

Akhirnya gerombolan anak SMA itu sampai di tepi danau yang jauh dari keramaian. Suasana sunyi dan angin yang berhembus pelan seolah menambah keseraman situasi ini. Mereka lalu membawa Kirana dan Ririn ke gubuk reot yang biasa dipakai para pemancing untuk beristirahat. Kirana dan Ririn saling berpegangan erat, mencoba untuk menemukan kekuatan dalam diri mereka untuk menghadapi kejadian yang tidak pernah mereka duga. 

“Rin, kita harus tetap bersama. Jangan menyerah…,” bisik Kirana kepada Ririn dengan suara gemetar, mencoba memberikan semangat kepada sahabatnya meskipun mereka sadar bahwa mereka kemungkinan kecil dapat lolos dari gerombolan anak SMA ini.

Ririn mengangguk namun air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku selalu bersamamu Kirana. Kita akan melewati ini bersama,” ujarnya dengan suara gemetar dan hampir tidak terdengar. Tangannya yang menggenggam tangan Kirana seolah mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah menyerah begitu saja.

Anto mendekati Kirana dengan langkah yang penuh keyakinan. Matanya menyala dengan niat buruk yang tidak bisa disembunyikan. 

“Kalian jangan sok jual mahal. Temani kami sebentar saja. Nanti juga akan kami lepaskan...,” bisik Anto pada Kirana sambil tersenyum penuh arti yang semakin membuat Kirana tidak nyaman. Kemudian tangan Anto berusaha meraih baju Kirana dan mencoba menariknya. 

Kirana langsung berontak dan tubuhnya bergerak melawan. “Jangan sentuh aku!!!” teriaknya dengan suara yang penuh ketakutan dan kemarahan. Kirana tanpa pikir panjang menggerakkan tangannya melayang dan menampar wajah Anto. Plakkkk…!!! Suara tamparan itu menggema di udara dan membuat suasana menjadi hening seketika.

Anto terkejut dan tangannya meraba pipinya yang memerah. Matanya menyipit penuh kemarahan. “Berani sekali kamu menamparku… !!!,” geramnya dengan suara yang meninggi. Tanpa pikir panjang, Anto membalas tamparan itu dengan lebih keras. Plakkkkk…!!! Tamparan itu membuat Kirana jatuh ke tanah, pipinya terasa panas dan matanya berkunang-kunang.

“Terima saja akibatnya sekarang!” Anto berteriak dengan wajah merah padam. Dia menoleh kepada teman-temannya yang hanya tertawa menonton kejadian itu. “Bantu aku… Pegang kaki dan tangannya…! Nanti kalian akan dapat gilirannya… Cepat!” teriak Anto dengan suara penuh amarah dan nafsu.

Teman-teman Anto segera bergerak mendekati Kirana dan Ririn dengan senyuman jahat. Ririn yang masih berusaha melawan, didekati oleh salah satu cowok yang memegang dagunya dengan kasar. “Jangan melawan sayang…. Kalian hanya bikin ini lebih sulit untuk diri kalian,” ucap cowok itu dengan nada mengejek.

Kirana walaupun merasa tubuhnya lemas dan pipinya masih terasa panas, berusaha bangkit. “Jangan sentuh dia…! Jangan sentuh Ririn…!” teriaknya mencoba melindungi sahabatnya. Namun tangan dan kakinya sudah dipegang erat oleh beberapa cowok lainnya, membuat dia tidak bisa bergerak.

Ririn menangis dengan suara pecah. “Tolong…. Tolong… Jangan lakukan ini…” Namun suaranya tenggelam dalam tawa dan cemoohan gerombolan itu.

Anto mendekati Kirana lagi dan kali ini dengan senyum yang lebih mengerikan. “Kamu pikir kamu bisa melawan kami? Kamu hanya anak SMP Kirana. Lebih baik menurut saja agar tidak ada yang terluka,” ujarnya dengan nada seolah menyakinkan namun penuh ancaman.

Kirana menatap Anto dengan mata penuh kebencian dan ketakutan. “Kalian tidak akan pernah bisa memaksaku…. Kami tidak akan menyerah!” teriaknya dengan suara gemetar.

Anto tertawa dan memandang teman-temannya. “Ayo kita mulai saja. Mereka tidak akan bisa melawan.”

Di tengah ancaman dan keputusasaan, Kirana dan Ririn saling memandang. Di dalam pandangan itu ada janji yang tidak terucap. Mereka akan tetap bersama, apapun yang akan terjadi. Meskipun tubuh mereka lemah dan tak berdaya, namun semangat melawan mereka tidak akan padam.

“Rin, aku di sini….” bisik Kirana mencoba menenangkan sahabatnya.

“Aku juga Kirana… Kita akan melewati ini bersama,” balas Ririn dengan air mata yang terus mengalir.

Saat Anto mulai berusaha merobek baju Kirana, langkah kaki dan teriakan dari kejauhan tiba-tiba memecahkan kesunyian. “Hentikan!!! Apa yang kalian lakukan ?!”

Tiba-tiba seorang kakek berusia sekitar 60 tahun muncul dari balik pepohonan. Wajahnya tegas, tubuhnya masih terlihat kuat dan matanya memancarkan kewibawaan.

Anto menatap kakek itu dengan pandangan meremehkan. Dalam hatinya dia tertawa. “Hanya kakek tua… menghadapi aku dan teman-temanku, pasti kakek itu akan kalah dan lari…,” pikirnya dengan sombong.

Dengan langkah sombong, Anto mendekati kakek itu. “Kakek mau apa…? Kami hanya mau bersenang-senang… Jika kakek mau, tunggu giliran tapi terakhir ya Kek…” ucap Anto sambil tertawa terbahak-bahak dan diikuti suara tawa teman-temannya.

Namun kakek itu tidak terpancing dan menjawab dengan tenang. “Nak… jangan pernah menyakiti orang lain. Apalagi mau melecehkan perempuan. Perempuan itu layaknya ibumu. Gimana kalau ibumu dilecehkan?” kata kakek itu masih dengan nada lembut.

Mendengar perkataan kakek itu, Anto tersentak sejenak namun kemudian wajahnya memerah karena marah. “Kek… sebaiknya kakek segera pergi dari sini, sebelum aku dan teman-temanku melakukan sesuatu pada kakek…” ucap Anto dengan suara meninggi.

“Baiklah… tapi tinggalkan gadis-gadis itu sekarang. Kakek akan membiarkan kalian pergi dari sini…” kata kakek itu masih dengan suara yang tenang dan senyum yang terkembang di bibirnya.

Anto merasa tersinggung, karena merasa kata-katanya diabaikan kakek itu. Lalu dia menoleh kepada teman-temannya. “Sepertinya kakek ini mau main-main sebentar. Kawan-kawan lemaskan otot kalian sebentar, sepertinya kakek ini ingin dikasih pelajaran!,” ucap Anto dengan nada sombong.

Kakek itu mengangguk pelan, seolah menerima tantangan itu. “Kakek di sini tidak mau mencari masalah, tapi jika memang kalian ingin memberikan kakek pelajaran, kakek akan menerima pelajaran itu dengan senang hati,” kata kakek masih dengan ketenangannya. 

Anto dan teman-temannya menjadi marah. Dua orang dari mereka maju, mencoba memukul kakek itu. Namun hanya dengan gerakan kaki yang sedikit, kakek itu bisa menghindari pukulan mereka dengan sangat mudah. Dengan penasaran mereka mulai tidak segan lagi dengan kakek itu. Lalu dengan sepenuh tenaga, teman Anto berusaha memukul kakek itu. Kembali dengan gerakan gesit kakek itu menghindar, dan balas menepuk punggung mereka dengan pelan namun bertenaga, sehingga mereka tersungkur ke tanah. 

“Apa-apaan ini?!” teriak Anto dengan wajah merah padam menahan amarah.

Melihat hal itu Anto dan teman-temannya menjadi marah dan menyerang kakek itu dengan beringas. Maka terjadilah perkelahian dan sebenarnya tidak seimbang. Walaupun kakek itu hanya terlihat menghindar tanpa memberikan balasan, namun hal itu cukup membuat Anto dan teman-temannya kewalahan. 

Setelah beberapa lama, akhirnya kakek itu memberikan Anto dan teman-temannya hadiah satu pukulan dan tendangan yang membuat mereka tersungkur ke tanah dan mengerang kesakitan. Melihat hal tersebut, Anto dan teman-temannya mulai khawatir dan takut, yang akhirnya berusaha pergi dari tempat itu.

“Pergilah kalian… jangan pernah mengganggu mereka lagi…!” kata kakek itu memperingatkan.

Anto dan teman-teman tidak berkata-kata lagi. Mereka bangun dengan susah payah dan berdiri dengan wajah ketakutan. Tanpa berkata-kata lagi, mereka pergi dengan tergesa-gesa, meninggalkan Kirana dan Ririn yang masih terkejut.

Lalu kakek tersebut mendekati Kirana dan Ririn. “Kalian baik-baik saja?” tanya kakek tersebut penuh dengan perhatian dan senyum yang kembali terukir di wajahnya.

Kirana dan Ririn mengangguk dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih Kek. Kami…. tidak tahu harus bilang apa lagi.”

Kakek itu masih tersenyum. “Tidak perlu berterima kasih Nak. Mari ikut kakek ke pondok kakek. Kalian butuh istirahat dan menenangkan diri.”

Kirana dan Ririn mengikuti kakek itu ke sebuah pondok kecil di tepian hutan. Kakek itu kemudian membuatkan Kirana dan Ririn teh hangat dan menyajikan beberapa potong kue kering. 

“Kalian sering diganggu oleh mereka?” tanyak kakek itu dengan penuh perhatian.

Kirana menunduk. “Tidak selalu Kek. Tapi hari ini… mereka teman kakak sepupuku. Dia malah membiarkan membiarkan mereka melecehkan kami,” ucap Kirana sambil terisak mengingat kejadian yang hampir melecehkan dirinya bersama Ririn.

Kakek itu menghela napas. “Dunia ini kadang tidak adil Nak. Tapi kalian harus kuat. Kakek lihat kalian punya potensi. Bagaimana kalau kalian kakek ajari ilmu silat? Agar kalian bisa menjaga diri di kemudian hari.”

Ririn terlihat antusias “Benarkah kek? Kami boleh belajar dari kakek?” ucap Ririn penuh harap.

Kakek itu tersenyum. “Tentu saja. Tapi itu bukan hal yang mudah. Butuh dedikasi dan kerja keras.”

Kiran dan Ririn memandang kakek itu penuh harap. “Kami bersedia Kek. Kami tidak ingin selalu merasa takut."

Kakek itu tersenyum. “Oh iya, kakek bernama Sapto Handoyo. Panggil saja Kakek Sapto. Nama kalian siapa?” 

Kirana dan Ririn saling tersenyum dan saling pandang. “Nama saya Kirana Kek… dan ini sahabat saya Ririn,” jawab Kirana mewakili mereka berdua.

Kakek itu mengangguk, namun kemudian matanya terlihat sayu seolah mengenang sesuatu. “Kirana… wajahmu mengingatkan kakek pada seseorang. Tapi kakek tidak bisa mengingatnya dengan jelas.”

Kirana penasaran. “Siapa kek?”

Kakek itu menggeleng. “Entahlah Nak. Mungkin hanya perasaan kakek saja. Tapi yang penting sekarang kalian harus belajar untuk menjadi lebih kuat.”

“Tapi sekarang kalian pulang dulu, hari hampir sore. Khawatir keluarga kalian akan mencari kalian,” ucap Kakek Sapto melihat hari sudah mulai menjelang sore.

“Tapi kami masih merasa takut kek… Kami takut mereka masih akan menghadang kami,” ucap Kirana dengan wajah khawatir.

Kakek Sapto tersenyum. “Jangan khawatir… Kakek akan mengantar kalian sampai dekat rumah kalian.”

Kirana dan Ririn tersenyum senang, ternyata masih ada yang peduli dengan mereka, bahkan akan mengajarkan mereka ilmu bela diri untuk menjaga diri mereka di kemudian hari.

Bagaimana Kirana menjalani kehidupan selanjutnya...? Ayo simak di bab berikutnya...

1
Atik R@hma
pertemuan pertama, 😚😚
Atik R@hma
ok ka,,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!