FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Kekhawatiran Abi
Tot, tok ,tok.
"Abi... boleh aku masuk." Rara membuka pintu kamar dimana Abi nya berada di dalamnya.
Rara melihat sendiri punggung Abi yang bergetar, menandakan beliau sedang menangis. Jika tadi di depan yang lain Rara masih bisa tersenyum tapi setelah melihat Abinya seperti itu matanya mulai berkaca-kaca.
"Abi..." Suara Rara bahkan sedikit bergetar.
"Jangan menyalakan diri sendiri lagi Abi, ini pilihanku sendiri. Aku yakin, kalau suamiku nanti akan bisa memberikan cintanya padaku. Aku hanya perlu bersabar dan berdoa, seperti kata Abi. Hanya Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia."
Abi berbalik dan menatap lekat wajah putrinya yang sudah dibanjiri air mata.
"Bagaimana Abi tidak merasa bersalah nak, lelaki itu bahkan meninggalkan mu di atas mimbar sendirian tadi membiarkan mu menjadi bahan cibiran orang, tidak pernah menatap mu dan enggan bersentuhan dengan istrinya sendiri."
Ternyata sedari tadi Abi selalu memperhatikan gerak gerik menantu barunya.
Rara mendekat kepada Abi nya, memeluknya dan menumpahkan air matanya.
"Ini adalah jalan menuju surga yang Allah berikan padaku, Abi. Mungkin selama ini aku kurang taat dan terlalu jauh dari Nya sehingga Allah menyadarkan ku dengan ujian dan cobaan ini. Aku iklas menerima takdirku, aku akan berjuang hingga bahagia menyambut. Tolong berikan restu mu untuk Rara mengikuti suami kemanapun dia berada, agar rumah tangga putrimu ini diridhoi Allah."
Tidak ada cinta yang lebih besar dari cinta ayah pada putrinya, sampai kapanpun seorang ayah akan menaungi putri-putrinya. Meskipun setelah menikah seorang putri bukan lagi tanggung jawabnya.
Sementara Rara berusaha meyakinkan Abi, diluar Revan sedang berusaha bersikap baik pada keluarga istrinya itu. Dia pamit pada ibu mertua dan kakak iparnya.
"Umi..." Bibirnya kaku saat mengucapkan panggilan itu. Dia memanggil Umi karena tadi mendengar istrinya memanggil ibunya dengan sebutan Umi.
"Iya nak," ujar Umi.
"Kami tidak bisa lama-lama disini karena aku sedang mengerjakan skripsi. Aku mohon maaf jika harus membawa istriku pulang saat ini juga."
"Kau tidak perlu meminta maaf karena memang itulah kewajiban seorang istri, mengikuti kemanapun suaminya pergi. Umi titip Rara, maafkan dia jika belum bisa mengurusmu dengan baik karena dia masih terlalu muda."
Revan mengangguk mengerti, dia juga tidak butuh orang mengurusnya karena selama ini dia bisa mengurus dirinya sendiri. Ditinggal sejak kecil oleh orangtuanya, membuatnya tumbuh menjadi laki-laki mandiri. Dan lagi dirumahnya juga ada pembantu.
Jadi nama panggilan nya Rara.
Dari sekian banyak yang dikatakan ibu mertua nya, kata Rara sedikit menarik perhatiannya.
Kakek Tio yang melihat cucunya bersikap sopan dengan meminta ijin pada mertuanya pun sedikit senang. Meski tadi ia sempat marah karena Revan hilang begitu saja ditengah-tengah acara.
Revano pun sebenarnya tidak ingin mempermainkan hubungan sakral seperti pernikahan, walaupun menjalani pernikahan dengan istrinya saat ini karena dijodohkan, tetapi dia sudah berniat akan menjadi suami yang bertanggung jawab dan memperlakukan istrinya dengan baik. Dan tentang hubungannya dengan Febby, ia hanya masih harus meyakinkan hatinya lagi tentang rasa sebenarnya pada gadis itu.
Revan juga tidak bisa memutuskan begitu saja hubungan yang sudah ia jalin selama Satu tahun itu, mengingat perjuangan Febby saat mendekatinya membuatnya tidak tega. Bertahun-tahun gadis itu terus mengikutinya tanpa lelah.
*Ap*a itu cinta, mungkin itu bukan cinta tapi hanya simpati semata.
Akan tetapi, sejauh ini satu-satunya wanita yang membuatnya nyaman hanya Febby. Revan bukan tipe laki-laki yang suka bergonta-ganti pacar, walaupun banyak gadis yang mengantri untuk menjadi pacarnya. Ia tidak mudah jatuh cinta, sampai dia melihat kegigihan Febby saat itu dan akhirnya mencoba menjalin hubungan dengannya.
,,,
Perlahan hati Abi luluh berkat usaha Rara meyakinkannya. Ia pun keluar dan mengantarkan putrinya hingga melewati pintu rumahnya.
"Nak Aziz, percayalah pada kakek. Aku akan menjaga dan menyayangi putrimu seperti cucuku sendiri," ujar kakek Tio.
"Iya kek, titip putriku dan ingatkan dia jika melakukan kesalahan saat menjalani tugasnya sebagai seorang istri. Dia belum banyak mengerti dan masih harus banyak belajar."
"Pasti nak, Rara anak yang baik, kakek yakin dia tidak akan melakukan kesalahan. Abi dan Umi nya pasti sudah mengajarinya dengan baik." Mereka pun saling berpelukan.
Rara juga memeluk mereka semua satu persatu. Tidak lagi menangis seperti dihadapan Abi nya tadi, tapi sekarang wajahnya sudah dihiasi senyuman agar tidak membuat keluarganya bersedih lagi.
Lalu giliran Revan sekarang, tadi ia belum sempat berbincang dengan ayah mertuanya.
"Abi... maafkan aku tidak bisa berlama-lama disini karena aku sedang mengerjakan skripsi, kami akan sering berkunjung nanti." Tidak jauh berbeda seperti apa yang ia katakan pada Umi tadi.
Ini kali kedua Rara mendengar suara suaminya, yang pertama pada saat sedang mengucapkan ijab qobul. Namun, sampai saat ini ia belum mengetahui seperti apa wajah laki-laki yang sudah menjadi imamnya. Dia belum memiliki keberanian dan hanya menatap punggungnya.
Siapa sangka jika Abi akan memeluk menantunya. Semua orang dibuat terharu melihatnya.
"Titip putri Abi nak, kalau kau belum bisa mencintainya saat ini, tolong usahakan jangan menyakitinya. Belajarlah seperti nabi kita memperlakukan istrinya," lirih Abi yang masih merengkuh tubuh menantunya.
Pesan Abi begitu menyentil hati Revan. Terlihat sekali jika sang istri sangat disayangi oleh Abi nya.
Revan hanya mengangguk, memang benar jika saat ini tidak ada cinta diantara mereka, tapi soal menyakiti Revan tidak tau apa yang ayah mertuanya maksudkan. Apakah masih menjalin hubungan dengan wanita lain akan menyakiti istrinya, bukankah dia juga tidak mencintai Revan saat ini.
Revan akan memikirkannya nanti, dia juga belum mengenal istrinya dan melihat wajahnya saja belum. Bukannya tidak mau tapi sikap Rara yang seperti selalu menghindari bersitatap dengannya lah yang membuat Revan jadi sungkan.
Mereka akhirnya pergi mulai perjalanan yang lumayan jauh dari kampung tempat Rara tinggal menuju Jakarta.
,,,
"Kita doakan saja Bi, agar putri kita tidak terlalu banyak menemukan rintangan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya."
Umi mengusap lengan suaminya yang masih menatap mobil yang putri dan menantunya tumpangi, hingga tidak terlihat.
"Apa mereka akan baik-baik saja." Kekhawatiran Abi tidak bisa hilang begitu saja.
"Umi, Abi berhentilah bersedih agar Rara juga bisa tenang hatinya saat jauh dari kita. Disini masih ada satu lagi putri kalian, tapi tidak ada yang memperhatikanku," ujar Luna yang pura-pura merajuk pada orangtuanya.
"Tentu kami juga menyayangi mu nak, mana mungkin Abi lupa pada putri Abi yang sudah dewasa saat ini." Ledek Abi pada putrinya yang tahun ini sudah berusia 23 tahun, selisih lima tahun dari sang adik.
"Tidak Abi, aku akan selalu menjadi putri kecilnya Abi dan Umi." Luna bergelayut manja pada lengan Abi.
"Suatu saat kau juga akan menikah nak, semoga Abi masih bisa mempunyai kesempatan untuk menikahkan putri Abi lagi."
Abi mengusap lembut surai hitam rambut putrinya, ada doa di dalamnya agar apa yang menimpa sang adik tidak terjadi lagi padanya.
"Berhenti mengatakan itu Abi, kau pasti akan panjang umur hingga mempunyai cucu dan cicit nanti."
"Sudah, ayo masuk. Kalian ini jika sudah berbicara tidak ada habisnya." Umi melerai perdebatan kecil ayah dan anak itu, kemudian mengajak putri dan suaminya memasuki rumah.
to be continue....
°°°
Salam sayang untuk pembaca tersayang.
Jejak kalian sangat berarti untuk pemula seperti author ini loohh...
Jadi pastikan kalian tinggalkan like dan komentarnya, vote apalagi boleh banget yaa....
Jangan lupa menjaga kesehatan.