Tak kusangka cinta berselimut dilema bisa datang padaku!
Rena Arista seorang dosen muda yang berusaha meraih mimpinya untuk bisa menikah dengan tunangannya yang sangat dicintainya.
Pada saat bersamaan datang seorang pria yang usianya lebih muda dan berstatus sebagai mahasiswanya, memberikan cintanya yang tulus. Dengan perhatian yang diberikan pria itu justru membuat Rena meragu atas cintanya pada tunangannya.
Sebuah kisah cinta segitiga yang penuh warna. Bagai rollercoaster yang memicu adrenalin menghadirkan kesenangan dan ketakutan sekaligus.
Akankah Rena mampu mempertahankan cintanya dan menikah dengan tunangannya?
Ataukah dia akan terjebak pada cinta baru yang mengguncang hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eren Naa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku membecimu
Tokyo, 11.00 PM
Rena masuk ke dalam kamar hotel dengan linangan air mata. Dunianya seketika runtuh. Tubuhnya luruh, duduk terkulai lemas dibalik pintu. Dia menelungkupkan wajahnya diantara kedua pahanya dan menutupinya dengan kedua tangannya. Dia menangis sejadinya namun suaranya teredam dan hanya guncangan bahunya yang mengisyaratkan betapa dalamnya perih yang Rena rasakan.
Hingga 30 menit berlalu dia masih larut dalam tangisnya dan perlahan reda, Ia beranjak menuju tempat tidur, mengambil ponselnya, dan menghubungi seseorang. Terdengar jawaban dari diseberang sana.
"Manda ...." Suaranya bergetar menahan tangisnya.
"Rena, ada apa??" Suara di seberang sana nampak panik.
"Aldi ... Aldi....." Rena tak sanggup berkata-kata, tangisannya kembali pecah.
"Kamu tenang dulu Ren, ada apa dengan Aldi? apa terjadi sesuatu dengannya?"
Tak ada jawaban, hanya suara tangisan yang memilukan yang terdengar di sana. Amanda bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia berpikir keras, mencari cara membantu sahabatnya itu, kemudian ia teringat sesuatu. Dia segera mengetik pesan pada seseorang tanpa menutup telponnya.
"Rena apa kamu masih di sana?" tanya Amanda dari seberang saat disekitarnya menjadi hening.
Tidak ada jawaban, sesaat terdengar suara dengkuran halus dan sesekali sesegukan. Rupanya gadis itu tertidur karena lelah menangis. Amanda pun memutuskan panggilan telpon itu.
*******
Apartemen Aldi, 09.00 AM
Aldy menggerakkan tubuhnya. Ia merasakan nyeri pada pundaknya dan merabanya, terasa seperti luka baru. Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati dirinya tanpa pakaian lengkap. Dia segera beranjak menuju lemari dan memakai pakaiannya.
Setelah membasuh wajahnya, dia duduk di sofa sambil minum, membasahi kerongkongannya yg kering. Mencoba meraba-raba dalam ingatannya semua kejadian pada malam sebelumnya.
Tadi malam aku berada di rumah Tomoya dan merasa pusing. Kemudian pulang di antar oleh Erika, setelah itu ....
Matanya membulat sempurna, dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Erika tapi tidak ada jawaban.
Dia menyambar jaketnya dan berlari meninggalkan apartemennya, menyetop taxi menuju apartemen Erika.
Sampai di apartemen Erika, dia menekan bel berkali-kali. Kemudian pintu itu terbuka, Erika muncul dengan wajah kusut dan mata sembab. Dia mengikuti Erika masuk ke dalam apartemennya.
"Apa yang terjadi semalam?" Mata Aldi penuh selidik.
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu?" Erika menjawab dengan ketus tanpa melihat wajah Aldi. Rasanya ia masih muak dan trauma dengan pria ini.
"Aku minta maaf Rika, aku tidak sadar dan kau tau kan itu bukan diriku lagi?"
"Tetap saja kamu salah!" Tegasnya sambil menatap tajam mata Aldi.
"Ya kamu benar, tapi aku rasa ada yang memberiku sesuatu hingga aku seperti itu!"
"Entahlah ...."
"Apa kau tidak percaya padaku, Rika?"
"Aku percaya, hanya belum bisa menerimnya saja!"
"Maaf, seharusnya saat itu kamu pukul aku saja aku sampai pingsan!"
"Yah, seharusnya begitu!" Erika menghela nafas panjang mencoba meredakan kekesalannya pada Aldi. Kemudian dia teringat sesuatu.
"Apa kamu sudah bertemu tunanganmu?" tanya Erika menyelidik.
"Apa maksudmu?" Kening Aldi berkerut, tidak mengerti apa yang ditanyakan Erika barusan.
"Tunanganmu datang semalam di apartemenmu dan memergokimu sedang ...." kalimat Erika terputus.
"Rena datang? kamu jangan mengada-ada! Apa kamu tidak salah liat?" Aldi masih tidak percaya
"Tentu saja, dia memakai hijab, kulit bersih, tidak terlalu tinggi tapi terlihat imut!"
"Apa kamu yakin?" Aldi masih mencari jawaban untuk meyakinkan dirinya.
"Apa dia tidak memberitahumu sebelumnya jika dia akan datang?"
"Tidak, tapi ...." Aldy teringat pecakapannya dengan Rena pada malam sebelumnya dan Rena meminta pin apartemennya.
Dia berdiri dan terpaku. Nampak ia sangat terkejut dan masih tidak percaya. Ia segera menghubungi Rena tapi hanya suara operator yang menjawabnya.
"Apa dia melihatku tadi malam melakukannya padamu?" Suaranya pelan dan bergetar. Berharap Erika menjawab tidak
Erika mengangguk. Aldi terperanjat.
"Argh ... dasar bodoh!!" umpatnya sambil mengusap wajahnya dan mengacak-acak rambutnya, pikirannya kalut seketika. Dia bergegas beranjak pergi namun sampai dipintu dia berhenti sejenak tanpa menoleh ke arah Erika
"Maaf, aku harus pergi sekarang!" katanya, sesaat sebelum dia menghilang dibalik pintu.
Aldi berlalu meninggalkan apartemen Erika, ia berlari sambil terus berusaha menghubungi Rena, tapi nihil. Pikirannya terus mencari cara agar ia bisa bertemu Rena. Ia merasa bagai pecundang yang tidak tau keberadaan tunangannya yang datang untuk mengunjunginya. Sejenak terlintas di pikirannya untuk menghubungi seseorang. Kemudian Ia berhenti berlari dan menelpon.
"Hallo Aldi, apa yang sebenarnya terjadi?" sambut suara disana dengan cemas.
"Amanda, dimana Rena menginap?" Aldi malah menjawabnya dengan pertanyaan lagi.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa bisa sampai kamu tidak tahu dimana dia menginap?" cecar Amanda dengan nada kesal.
"Aku baru tahu dia ada disini," ucapnya pelan.Terdengar penyesalan di sana.
"APA??" teriakan Amanda memekikan telinga Aldi hingga ia menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Bisa-bisanya kamu tidak tahu, dia sudah 3 hari disana dan dia datang untuk kamu, Al! kamu ini sebenarnya siapanya sih?" Amanda menumpahkan kemarahannya. Dia terdengar sangat murka pada Aldi.
"Amanda please.. katakan saja dimana Rena menginap!"
"Tokyo **** Hotel. Tapi ingat Aldi kalau ada apa-apa dengan Rena, aku gak akan tinggal diam!!" Ancam Amanda dengan nada sinis.
"Oke. Aku tutup!"
Aldi bergegas mencari taxi dan pergi menuju hotel tempat Rena menginap
*******
Tokyo hotel, 02.30 PM
Rena menatap kosong jendela tembus pandang itu. Iris kecoklatan itu masih basah. Entah sudah berapa lama dia masih dengan posisi yang sama. Tatapannya nanar, ia tidak merasakan apapun bahkan saat perutnya meronta-ronta, ia tidak bergeming sedikit pun.
Semua rasa itu seakan menguap entah kemana. Yang ada hanya sesak dan perih dalam dadanya. Berkali-kali air matanya jatuh membasahi wajahnya meski sekuat tenaga ia menahannya.
Bukan hanya kecewa atas penghinatan Aldi tapi juga tidak percaya pria yang ia cintai bisa senista itu menjatuhkan harga dirinya. Bagaimanapun cinta itu telah hancur berkeping-keping.
Ketukan di pintu kamarnya membuat perhatiannya teralih. Beberapa saat ia terpaku melihat pintu, kemudian ia membukanya tanpa melihat terlebih dahulu di doorview. Saat ia menekan gagang pintunya seketika seseorang menghambur memeluk Rena.
Rena terdorong mundur beberapa langkah. Aroma maskulin menyeruak di hidungnya membuat ia terlena sejenak. Mungkin karena saat ini ia sangat membutuhkan pelukan hangat dari seseorang untuk menguatkannya.
"Aku merindukanmu sayang!"
Suara familiar itu membuatnya terhentak. Dia melepaskan pelukan pria itu, menjauh darinya. Benar saja dugaannya yang berdiri dihadapannya kini adalah Aldi, tunangannya yang beberapa jam lalu telah memporak-porandakan semua harapan dan impiannya. Dia menatap dengan mata sembab penuh kebencian.
"Sayang maafkan aku! aku mohon dengarkan penjelasan aku dulu!"
"Jangan sentuh aku, KELUAR DARI SINI!!" jerit Rena dengan kemarahan yang meluap. Air matanya pun meluncur deras. Dia terus bergerak mundur.
"Please, sayang, dengarkan aku dulu!" Aldi kembali memeluk Rena.
"PERGIII!! AKU BENCI KAMU ... PERGI DARI SINIII!" Rena terus menjerit dan meronta dari pelukan Aldi. Dia menendang Aldi tepat mengenai bagian sensitifnya. Pelukan Aldi terlepas, ia meringis menahan perih yang tak terkira.
Rena berlari keluar tanpa memperdulikan apapun.
"Rena tunggu!!" Aldi berteriak sambil berjalan tertatih-tatih mengikuti Rena. Ia tertinggal jauh. Rena sudah menghilang di balik elevator.
Dengan langkah cepat ia meninggalkan hotel. Ia terus berlari tak tentu arah. Mencari tempat aman yang jauh dari jangkauan pria yang menorehkan luka dihatinya itu.Yah, bersembunyi, mungkin hanya itu yang bisa dilakukannnya saat ini.
Ia terus berlari menyusuri lorong-lorong yang tidak ia kenali. Hingga ia melewati taman bermain dan berhenti di sana, duduk di ayunan itu sambil menunduk. Tanpa sadar ia hanya mengenakan sandal hotel yang hampir putus karena kegilaannya menghindari Aldi.
Waktu berlalu begitu saja. Mentari mulai turun dan kembali ke tempatnya. Semburat merah itu seakan memberi tanda bahwa siang sudah selesai dengan tugasnya, dan waktunya bagi malam menemani Rena yang masih terpaku di tempatnya.
Kemudian hujan turun dan membasahi apapun yang ditimpanya. Rena belum bergeming sedikitpun. Justru air matanya semakin deras mengikuti aliran hujan, pundaknya terguncang menahan suara tangisnya. Perih di dadanya tidak tertahan. Ia menepuk-nepuk dadanya berharap rasa sakitnya bisa hilang, Namun semakin ia memukul tidak ada reaksi apapun selain rasa sakit yang kian bertambah.
Tiba-tiba terlihat langkah sepasang kaki mendekat.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
Rena mengangkat wajahnya, mengerjapkan matanya melawan tetesan hujan yang mengenainya. Samar terlihat wajah seorang yang sangat dikenalnya. Pria yang selama ini menghilang dari hidupnya.
"Yori?" lirihnya.
Pria itu mengangguk perlahan, badannya yang basah berjongkok di dihadapan Rena menatapnya penuh kehangatan, seketika itu juga Rena menghambur ke pelukannya pria itu, menangis sejadinya dan meluapkan semua kesedihannya. Yori mengeratkan pelukannya. Perlahan tubuh Rena melemah, ia merasakan lemas yang luar biasa yang membuatnya kehilangan kekuatannya dan juga kesadarannya. Ia pun tak sadarkan diri.
.
.
.
...****************...
bonus lumayan
Next lanjut