Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Bodohnya Rinjani
Ibunya Rani tidak melanjutkan kata-katanya. Wanita paruh baya itu teringat kata-kata Dimas saat mengantar Rani pulang sore tadi.
"Kalau tidak apa?" tanya Rinjani dengan rasa penasaran.
"Aku yang akan menyeretmu keluar dari sini karena telah membuat onar di rumah orang lain," ancam ayah Rani dengan tegas dan penuh intimidasi.
Rinjani merinding mendengar ancaman itu dan memandang ayah Rani dengan perasaan sedkit takut. Ia pun langsung melengos dan pergi begitu saja tanpa pamit pada tuan rumah.
"Aaah...Si*lan! Dasar perawan tua gatal," umpat Rinjani sambil mengepalkan tangannya.
"Padahal aku belum puas melampiaskan kekesalanku padanya, awas saja dia!" imbuhnya dengan geram, lalu meninggalkan rumah orangtua Rani dengan sepeda motornya.
Sementara itu di dalam kamar Rani, gadis itu berusaha melawan rasa traumanya. Ibunya Rani tampak dengan sabar berusaha menenangkan anak gadisnya. Ayah Rani lantas menyodorkan gelas berisi air putih kepada sang istri.
"Minum dulu ya, Ran. Biar perasaanmu tenang." Ibunya Rani kemudian membantu Rani untuk minum.
"Tidurlah lagi, dan jangan pikirkan apapun. Ingat pesan Dimas, ya." Rani mengangguk. Ibunya membantu gadis itu untuk membuatnya merasa nyaman agar bisa tidur dengan nyenyak.
*
Rinjani tampak terbaring di ranjangnya dengan pikiran gelisah. Perasaannya tak menentu seraya menatap langit-langit kamarnya.
"Siapa sebenarnya di sini yang berdusta padaku? Tidak mungkin Mas Farhan menggoda Rani, kan?" tanyanya pada diri sendiri. "Pasti si Rani yang kegatelan godain Mas Farhan. Dasar, ganjen!" lanjutnya dengan kesal.
"Tapi kenapa tadi Rani seolah ketakutan? Ada apa sebenarnya?" Rinjani berguling ke kiri dan ke kanan merasa frustasi tak menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri.
"Dhea, aku tiba-tiba rindu padanya." Rinjani menilik jam yang tergantung di dinding kamarnya.
Rinjani tampak menghela napasnya kala melihat jam yang telah menunjukkan pukul 10 malam. "Pasti Dhea sudah tidur jam segini," gumamnya pelan.
"Tapi nggak ada salahnya mencoba," ujarnya sambil tersenyum.
Rinjani lalu mengambil ponselnya dan menekan nomor Reza.
"Ada apa?"
Sayangnya suara yang Rinjani dengar dari seberang teleponnya begitu datar seolah tak ingin berbicara dengannya. Dia berusaha mengatur napasnya lalu menjawab.
"Aku, aku kangen sama Dhea dan ingin berbicara dengannya." Rinjani mengembuskan napasnya perlahan setelah berkata.
"Kamu tahu ini jam berapa? Atau kamu memang tidak punya jam sehingga kamu menghubunginya larut malam begini. Seharusnya kamu paham jika jam segini itu Dhea pasti sudah tertidur," sembur Reza.
"Kamu bisa menghubunginya besok lagi," kata Reza langsung memutuskan sambungan telepon.
Tuuut
Rinjani menelan ludahnya yang seakan tercekat di kerongkongan, lalu menghela napas berat seraya menatap ponselnya dengan nanar. Kata-kata Reza yang panjang dan datar, seolah mengisyaratkan adanya jarak yang terbentang di antara mereka.
"Dia sepertinya enggan banget ngomong sama aku, kayak orang yang nggak kenal aja. Padahal aku kan ibu dari anaknya, wanita yang pernah dia cintai sebelumnya," keluh Rinjani.
"Atau, sebenarnya dia masih mencintaiku?" pikirnya dengan rasa percaya diri.
"Lalu siapa itu Tante Icha yang sebenarnya sampai Dhea begitu dekat dengannya? Mungkinkah dia kekasih baru Reza, tapi waktu itu Dhea bilang dia bosnya." Rinjani tampak berpikir keras tetapi tetap saja tidak mendapatkan jawabannya.
*
*
*
Setelah memutuskan sambungan teleponnya sepihak, Reza meletakkan kembali ponselnya di atas meja dengan perasaan jengkel. "Ada-ada saja, memangnya seharian dia sibuk ngapain sampai jam segini baru menghubungi anaknya?" Reza mengomel, tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"Alasan yang nggak masuk akal," tambahnya. Dia merasa tidak habis pikir dengan tingkah Rinjani yang tidak menghargai waktu anaknya. Hal itu membuat Reza semakin kehilangan respek pada mantan istrinya.
Reza keluar dari kamarnya dan duduk di teras, bersandar pada dinding kayu yang kusam. Matanya menatap ke langit gelap yang dihiasi oleh bintang-bintang berpendar dengan cahayanya yang tampak samar.
Malam ini, Reza berniat untuk melakukan pengintaian lagi, setelah sebelumnya dia mengamati aktivitas mencurigakan yang terjadi dengan intensitas yang lebih sering melalui ponselnya.
Reza sampai di barak Mandor Sobri, lalu bersembunyi di tempat yang aman. Dapat dia lihat aktivitas mereka memindahkan hasil panen ke mobil pick up yang bukan milik perkebunan.
Namun kemudian yang paling mengejutkan dan membuat Reza membulatkan matanya dengan sempurna adalah kehadiran seseorang yang sama sekali tidak dia sangka-sangka akan terlibat dalam kegiatan tersebut.
"Kenapa dia ada di sini? Bukankah dia pamit pulang kampung? Tidak-tidak, tidak mungkin dia ikut terlibat, kan?" monolognya dengan rasa tak percaya.
Reza akhirnya memutuskan untuk menyudahi pengintaiannya dan kembali pulang dengan berjalan cepat menyusuri gelapnya malam. Sesampainya di pondok dia langsung menyelinap masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri di lantai dengan napas yang masih terengah-engah.
"Gila, aku nggak nyangka ternyata dia juga ikut terlibat." Reza berkata lirih masih dengan rasa tak percaya sekaligus kecewa.
"Mulai sekarang aku harus lebih berhati-hati. Jangan sampai justru menjadi blunder untukku." Reza terus berkata dengan dirinya sendiri hingga akhirnya dia tertidur.
*
Suara kicau burung-burung liar di pagi hari membangunkan Reza dari tidurnya. Dia membuka mata, tubuhnya masih terasa lelah setelah semalam melakukan pengintaian. Reza menggeliat, meregangkan ototnya yang terasa kaku. Kejadian semalam masih membekas dalam ingatannya, orang yang tak pernah dia duga terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut.
Reza mengambil ponselnya, bersamaan dengan suara nada dering yang berbunyi. Dia tertegun sejenak melihat layar yang tertera nama seseorang.
"Ada apa dia menghubungiku pagi-pagi begini?" batin Reza.
Namun akhirnya dia mengangkat panggilan tersebut dengan rasa penasaran.
"Ya, halo... Apa! Bagaimana mungkin?"
yg ketutup kabut mata siapa?
coba pikir dengan benar!!!
Pak Bondan sini aku bisiki tapi jangan kaget....itu sawah nya Reza mantan menantu mu
WIS yakin karena ingpestasi panjenengan wae 👻👻👻👻