Ariana Lyra Aurelia tidak pernah menyangka cinta tulusnya dibalas dengan pengkhianatan kejam dari sang kekasih yang tega menghabisi nyawanya.
Di ujung napas yang masih bisa Ia pertahankan, Kael Ethan Thomson, pria yang dijodohkan oleh ayahnya datang. Memeluk tubuh Ariana dengan air mata membasahi pipi pria itu. Pria yang selama ia abaikan karena perjodohan justru menjadi pria yang sangat tulus mencintainya dan selalu ada untuknya, bahkan ada disaat terakhirnya.
"Andai aku memiliki kehidupan kedua, aku akan mencintaimu setulus hatiku..."
Apa yang akan Ariana lakukan ketika kehidupan kedua benar-benar diberikan untuknya?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30.
"Tunggu, Ayah! Kael berbo..."
'Bugh...!'
Pukulan keras mendarat telak di wajah Kael bahkan sebelum Ariana berhasil menyelesaikan apa yang ingin ia katakan.
"AYAH...!"
Ariana menjerit, segera menghampiri ayahnya yang baru saja mendaratkan pukulan keras tepat di wajah Kael sampai membuat pemuda itu terhuyung ke belakang. Bukan hanya satu pukulan saja, pukulan kedua, ketiga dan seterusnya terus mendarat telak di tubuh Kael tanpa perlawanan dari pemuda itu.
"AYAH, BERHENTI!"
Ariana berusaha menarik tangan Ayahnya untuk mundur, menjauhkan ayahnya dari Kael yang kini sudah tersungkur di lantai. Akan tetapi, usaha Ariana sia-sia, Tuan Henry kembali melayangkan pukulan bahkan sampai membuat darah keluar dari sudut bibir Kael.
"AYAH, CUKUP!"
Ariana histeris, menghalangi ayahnya dengan berdiri tepat di depan sang ayah sekaligus menutupi tubuh Kael menggunakan tubuhnya saat ayahnya akan kembali melayangkan pukulan.
"Menyingkir!" Tuan Henry mendesis marah, menatap nyalang pada Kael yang berada di belakang Ariana.
"Tidak!" bantah Ariana. "Ayah tidak boleh memukulinya lagi,"
"Aku menginjinkanmu mendekati putriku dengan catatan kamu melindunginya, bukan menempatkan putriku dalam bahaya!" bentak Tuan Henry.
Apa yang baru saja ayahnya ucapkan membuat Ariana menatap lekat wajah sang ayah.
"Jadi... Alasan mengapa Kael selalu mengikutiku karena Ayah yang memintanya?" tanya Ariana. "Dan tidak menanyakan pendapatku terlebih dulu?"
Pandangan Tuan Henry beralih pada Ariana, menatap wajah putrinya tanpa memberikan jawaban, tersadar dirinya sudah mengatakan hal yang seharusnya tidak ia katakan.
"Lalu, kenapa Ayah harus marah saat aku melakukan sesuatu di luar sepengetahuan, Ayah?" Ariana bertanya lagi.
"Itu berbeda," sanggah Tuan Henry. "Ayah melakukan semuanya karena ingin melindungimu,"
"Tapi kenapa Ayah memukulnya? Kael sudah melakukan apa yang Ayah minta," protes Ariana.
"Ayah tidak pernah memintanya untuk menempatkanmu dalam bahaya," jawab Tuan Henry.
"Justru karena Kael lah aku tetap aman sampai sekarang. Apa lagi yang Ayah inginkan?" sambut Ariana.
"Aku tidak akan protes dengan apa yang Ayah lakukan, tapi tidak dengan memukul Kael tanpa alasan,"
Tuan Henry memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba untuk meredam emosi yang meluap di dalam hatinya. Pandangannya beralih pada Kael yang masih terduduk di lantai dengan beberapa luka di wajah, menatap pemuda itu dalam diam sebelum beralih menatap putrinya dan pergi meninggalkan ruangan di mana putrinya berada.
Ariana berbalik begitu punggung ayahnya menghilang dari pandangannya, menghampiri Kael yang masih terduduk di lantai untuk membantu Kael berdiri sekaligus menuntun pemuda itu untuk duduk di sofa.
"Lila!" seru Ariana. "Ambilkan kotak obat!"
"Baik,"
Lila yang sejak awal selalu berada tak jauh dari tempat Ariana berada segera berbalik pergi selama beberapa saat dan kembali dengan kotak obat di satu tangan, serta wadah berisi air di tangan lainnya.
"Kenapa kamu berbohong?" tanya Ariana.
"Sshh..."
Kael meringis, merintih pelan saat Ariana mulai membersihkan luka di wajahnya.
"Setidaknya Paman tidak melampiaskan amarahnya padamu," jawab Kael.
"Tapi, justru kamulah yang menjadi sasaran amarah Ayah sekarang," sambut Ariana.
"Ini tidak seberapa.. Sshh..." Kael kembali mendesis, merintih pelan saat Ariana mengoleskan obat pada luka di wajahnya.
"Tahanlah sedikit," ucap Ariana.
Ariana mendekatkan wajahnya, mengoleskan obat pda wajah Kael sembari sesekali meniupkan udara lembut pada luka yang ia obati.
"Sakit?" Ariana bertanya dengan nada cemas.
Kael terpaku, wajah Ariana yang berada dalam jarak sangat dekat dengan wajahnya membuat ia enggan untuk berpaling. Hal yang membuat dirinya teringat akan situasi yang sama ketika mereka menyelesaikan sesi latihan setelah kepalanya membentur lantai. Ariana menghindar, bahkan mendorong dadanya saat ia ingin menyesap kembali bibir yang selalu terlihat menggoda baginya.
"Apa yang kamu pikirkan?"
Pertanyaan Ariana membuat Kael tersentak, menyadari Ariana kini tengah menatapnya dengan mata menyipit.
"Kamu," jawab Kael.
"Apa?" sambut Ariana mengerutkan kening.
"Yang sedang aku pikirkan saat ini, setiap saat, selalu, dan tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Kamu," jawab Kael.
Gerakan Ariana saat mengoleskan obat di sudut bibir Kael seketika terhenti, pandangannya terkunci pada pemuda yang kini tengah menatapnya begitu dalam.
"Karena Ayah yang meminta?" tebak Ariana.
Ariana tersenyum kecil, menggeleng pelan seraya menurunkan tangannya setelah selesai mengobati luka Kael.
"Itu jawaban yang selalu kamu berikan padaku, bukan? Terima kasih sudah peduli padaku meski itu hanya karena kamu menjalankan perintah dari Ayah," ucap Ariana.
"Kurasa aku mengerti mengapa Ayah percaya padamu, karena Ayah mengenalmu sejak kamu masih remaja," imbuhnya.
'Aku mencintaimu, Lyra. Sejak dulu, sejak pertama kali aku bertemu denganmu sampai sekarang,' batin Kael.
"Bisakah aku bertanya sesuatu padamu, Lyra?" tanya Kael.
"Tanyakan saja,"
"Kenapa kamu harus berusaha sekeras ini untuk mendapatkan gedung yang memiliki harga tidak murah, dan itu kamu berikan pada pemilik casino?" tanya Kael hati-hati.
"Selama ini aku diam bukan karena aku tidak ingin bertanya, tapi aku tidak ingin membuatmu terbebani dengan pertanyaanku,"
"Bisakah kamu mengatakan padaku alasan mengapa kamu melakukan ini selain jawaban ingin melindungi Ayahmu?"
Ariana memalingkan wajahnya sejenak, kepalanya sedikit tengadah dengan pandangan menerawang, lalu tersenyum sebelum memberikan jawaban,
"Aku tidak bisa mengatakannya,"
"Mengapa?" sambut Kael tidak puas.
"Karena jawabanku hanya membuat siapapun yang mendengarnya akan mengatakan itu gila," jawab Ariana.
"Sedangkal itukan kepercayaan yang kamu berikan untukku?" sahut Kael.
"Jika aku tidak percaya padamu, aku tidak akan membiarkanmu mengetahui apa yang aku lakukan sampai sejauh ini," jawab Ariana.
"Tapi kamu tidak mengatakan alasannya padaku," sanggah Kael. "Setidaknya, jangan buat aku seperti orang bodoh yang tidak mengetahui apapun,"
Ariana kembali tersenyum, menatap lekat wajah tampan yang sudah ia cinta entah sejak kapan.
"Sebaliknya," sambut Ariana tetap tersenyum.
"Aku justru merasa, kamu mengetahui segalanya tanpa aku harus mengatakannya padamu. Terima kasih karena kali ini kamu tetap bersamaku,"
"Apa maksudmu 'kali ini'?" sambut Kael.
"Apa yang kamu sembunyikan?" imbuhnya setengah mendesak.
Ariana mendesah pelan, membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, akan tetapi suara dering ponselnya menyela lebih cepat yang membuat Ariana segera mengeluarkan ponsel dan melebarkan kedua matanya begitu melihat nama pemanggil yang tertera pada layar ponsel.
. . . .
. . .
To be continued...
pasti barang yg disuruh kirim kemarin barang anu