Terpaksa menggantikan sang kakak untuk menikahi pria yang tidak diinginkan kakaknya. Menjalani pernikahan lebih dari 3 tahun, pernikahan yang terasa hambar, tidak pernah disentuh dan selalu mendapatkan perlakuan yang sangat dingin.
Bagaimana mungkin pasangan suami istri yang hidup satu atap dan tidak pernah berkomunikasi satu sama lain. Berbicara hanya sekedar saja dan bahkan tidak saling menyapa
Pada akhirnya Vanisa menyerah dalam pernikahannya yang merasa diabaikan yang membuatnya mengajukan permohonan perceraian.
Tetapi justru menjelang perceraian, keduanya malah semakin dekat.
Apakah setelah bertahun-tahun menikah dan pada akhirnya pasangan itu memutuskan untuk berpisah atau justru saling memperbaiki satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Ungkapan Yang Terpendam.
"Cukup Mama mencuri seluruh kehidupanku yang membuatku tidak bisa menjadi diri sendiri. Aku sudah tidak menginginkan semua ini lagi," tegas Vanisa.
"Apa maksud kamu?"
"Aku akan bercerai dengan Arvin," ucap Vanisa dengan menekan suaranya yang tampak bulat dengan pemikiranmu yang pasti membuat Sarah terkejut.
"Kamu bilang apa?" tanya Sarah dengan tersenyum yang merasa itu hanya lelucon saja.
"Aku ingin hidup normal dan tidak berada dalam situasi ini. Tidak ada yang menginginkanku. Lalu untuk apa aku tetap memilih melanjutkan pernikahan ini," ucap Vanisa dengan tegas.
"Kamu jangan main-main Vanisa. Kamu harus mengingat sejauh mana Mama berusaha untuk semua ini dan Mama bahkan sampai....
"Dratt-drattt-drattt
Kalimat Sarah tidak jadi diucapkan ketika mendengar suara telepon yang membuat ibu dan anak itu melihat ke arah pintu. Sarah terkejut dengan keberadaan Arvin yang sudah ada di sana tadi Arvin hanya mendengarkan saja. Karena sangat serius mendengarkan pembicaraan itu bahkan membuat dia juga terkejut dengan ponsel yang berada di sakunya.
Arvin mengangkat panggilan telepon itu sementara Sarah memijat kepalanya yang semakin berat.
"Mama belum selesai bicara dengan kamu!" tegas Sarah mengambil tasnya dan langsung berlalu dari hadapan Vanisa.
Sarah bahkan tidak mengatakan apa-apa saat melewati Arvin yang hanya diam dengan ponsel yang berada di telinganya.
Vanisa mengusap air matanya dengan cepat dan langsung buru-buru dan langsung berdiri yang langsung buru-buru memasuki kamarnya.
Vanisa bersandar di balik pintu dengan menurunkan tubuh yang terduduk memeluk tubuhnya dan suara tangisnya masih saja terdengar.
Vanisa tidak bisa menggambarkan bagaimana hidupnya yang benar-benar sangat berantakan dan tidak pernah ada kebahagiaan sama sekali. Arvin yang sekarang sudah berdiri di depan pintu kamar Vanisa yang ingin mengetuk pintu kamar itu namun dihentikannya.
Dia hanya mendengar suara tangis Vanisa yang pasti sudah lama sekali tidak terdengar, suara yang terasa begitu sangat sesak dan bahkan sudah tidak mampu untuk berbicara. Wajah Arvin sudah begitu jelas tampak khawatir.
Bisa saja karena mengalami Frustasi yang berlebihan dan tangisan yang semakin menyiksa diri bisa saja Vanisa kembali kehilangan suara dan juga pendengarannya.
Tapi apa yang bisa dilakukan Arvin saat ini. Dia juga tidak mungkin mengajak Vanisa berbicara dalam keadaan seperti ini.
***
Malam yang sudah terlewatkan, Vanisa semalaman tidur dalam tangisnya yang hanya tidur di sofa memeluk tubuhnya. Kepalanya terasa begitu berat sembari matanya yang terbuka sangat sulit.
Mata itu bener-bener menghitam, wajah yang tampak kusut. Vanisa perlahan duduk yang hanya merasakan seluruh tubuhnya lelah. Vanisa melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 10.00 pagi.
Dia memang tidak mengingat jam berapa pastinya dia tidur, dia hanya menangis terus dan akhirnya lelah sendiri yang tidur di sofa. Vanisa menyibak rambutnya kebelakang yang mencoba untuk turun dari sofa.
Rasanya kakinya begitu sangat pegal, seolah tidak mampu berdiri. Tetapi Vanisa masih berusaha semampunya yang berdiri dan keluar dari kamarnya. Rambutnya yang benar-benar sangat berantakan.
Rumahnya tampak begitu sepi yang mungkin saja Arvin yang sudah pergi ke kantor. Karena memang sudah siang. Vanisa berjalan menuju dapur melihat di meja makan tampak ada sarapan yang lengkap dengan minum air putih dan juga susu.
"Sejak kapan Bibi di rumah ini membuat sarapan," ucapnya dengan heran.
Ting.
Vanisa melihat ke ponselnya.
"Sarapan lah. Kamu makan dengan baik dan habiskan semuanya," tulis Arvin.
"Jadi dia yang membuatnya?" Vanisa menarik kesimpulan.
"Untuk apa melakukannya?" Vanisa terus bergerutu dengan kebingungan.
Vanisa yang ternyata menghiraukan sarapan itu yang mengambil gelas dan menuang air putih dan padahal di sana juga disiapkan minum. Walau mengabaikan apa yang telah dibuat suaminya tetapi matanya bolak-balik melihat ke arah makanan yang ke selera itu dan perutnya memang sangat keroncongan.
Tadi malam dia tidak makan sama sekali dan perasaannya juga tampak tidak tenang. Ternyata Vanisa tidak bisa jual mahal yang akhirnya duduk di depan sarapan itu dan mulai mencicipi nasi goreng.
Untuk saat ini Vanisa tidak boleh memilih makanan dia harus mementingkan perutnya dulu agar tetap bertahan hidup.
"Dia sudah tahu jika aku selama ini bisa mendengar dan bahkan berbicara. Lalu apa yang akan dia lakukan. Jika keluarganya tahu bahwa selama ini aku berbohong. Aku sangat yakin keluarganya pasti akan marah," Vanisa masih sempat-sempatnya memikirkan keluarga Arvin.
**
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya yang akhirnya Arvin yang kembali pulang. Saat membuka pintu dia melihat Vanisa yang berada di dapur yang sedang mencuci piring. Arvin menelan Salivanya dan menghampiri dapur.
Vanisa sepertinya menyadari keberadaan Arvin ekor matanya yang melihat pria itu sekarang mengambil gelas dan meneguk air putih.
"Kita harus bicara Vanisa," ucap Arvin yang menghentikan Vanisa mencuci piring dan itu hanya sementara saja.
Dia mengabaikan Arvin dan melanjutkan pekerjaannya sampai tiba-tiba Arvin sudah berada di sebelahnya dan mematikan keran air.
"Ayo bicara sebentar," ucap Arvin yang membuat Vanisa tetap saja menghiraukan.
"Meski kamu tidak memakai alat pendengar dan tetap diam seperti ini, bukan berarti kamu tidak mendengar ku. Kamu tidak tuli, tidak bisu Vanisa. Jadi sekarang bicaralah padaku!" tegas Arvin.
Vanisa tetap saja menghiraukan dan sampai akhirnya membuat Arvin bertindak dengan memegang kedua bahu wanita itu dengan maksud untuk menghadap dirinya.
Vanisa langsung menepis tangan itu dengan wajahnya yang tampak marah.
"Aku tahu kamu mengalami kesulitan dalam pernikahan kita. Aku tahu semua yang kamu lakukan selama pernikahan kita adalah sebuah keterpaksaan dan atas dorongan ibu kamu," ucap Arvin.
"Kalau kamu sudah tahu lalu kenapa masih tetap membuatku berada di dalam penjara ini. Kamu sudah tahu dan justru menikmati semuanya, kamu dan yang lain sama saja menjadikanku hanya sebuah mainan dengan sesuka hati kalian memperlakukanku sangat buruk," ucap Vanisa yang akhirnya berbicara juga.
"Aku tidak tahu apa kesalahanku padamu. Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini, aku terpaksa menggantikan kakakku untuk menjaga nama baik keluargamu. Tapi di saat beberapa jam setelah kita menikah, kau datang mengatakan kepadaku bahwa aku tidak pantas memakai semua milik calon istrimu. Kau mengintimidasi ku saat itu seolah aku sangat menginginkan pernikahan ini dan sengaja mengambil kesempatan,"
"Kau membuat kontrak pernikahan denganku, memaksaku untuk menandatangani dengan segala yang tertulis di sana yang aku bahkan tidak sempat membacanya. Kau melakukan semua seolah aku yang harus bertanggung jawab dan perbuatan kalian,"
"Di sisi lain aku harus menuruti semua permintaan ibuku yang memaksaku untuk mencoba merayu mu. Lalu apa aku menyukai semua itu, aku terus dijadikan boneka untuk ini dan itu, di salahkan, tidak bisa melakukan apapun yang aku inginkan. Kalian mencuri kehidupanku dan mempermainkan ku selama bertahun-tahu. Aku harus bertanggung jawab dengan kesalahan yang tidak aku lakukan!" Vanisa baru saat ini bisa mengeluarkan unek-uneknya setelah beberapa tahun pernikahannya.
"Kau membuatku di penjara yang sangat menakutkan yang setiap saat aku bertanya kapan semua ini akan berakhir," lanjut Vanisa dengan suara rendah yang terlihat sudah benar-benar sangat lelah.
"Aku harus memanfaatkan sedikit sakit yang aku derita agar aku sedikit bisa tenang dan ternyata tidak aku justru pendapatmu banyak cibiran dari keluargamu. Aku tidak pernah meminta semua ini dan kalian seharusnya tidak punya hak untuk menghakimi ku," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Bersambung......
apa motifnya hingga vanisa yg di culik?
jd makin penasaran aku
ketegasan dari Vanisa 👍👍