Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Makan malam bersama
Mobil mewah milik Reihan memasuki kediaman mewah kedua orangtuanya. Bangunan yang menjulang tinggi dan memiliki beberapa pilar besar menambah betapa mewahnya kediaman seorang Kalendra Atmaja yang merupakan seorang Dokter Anak dan juga memiliki beberapa rumah sakit.
Reihan turun dari mobil dan ternyata ia sudah di tunggu oleh kedua orangtuanya di depan pintu. Mau tidak mau Reihan membukakan pintu mobil untuk Jessi. Pria yang masih memakai pakaian kerja itu tampak begitu dingin dan datar. Seharusnya saat itu ia tidak perlu mengakui Jessi sebagai kekasihnya untuk menghindari Adelia. Maka tidak akan ada momen seperti sekarang ini.
Reihan mengulurkan tangannya pada Jessi dan meminta gadis itu untuk keluar setelah membukakan pintu mobil untuknya.
Sementara itu Jessi sedikit kikuk dengan perlakuan atasannya itu. Namun ia tetap menyambut uluran tangan Reihan. Ia benar-benar gugup saat ini, bahkan kedua telapak tangannya terasa begitu dingin. Ia takut kedua orang tua atasannya menanyakan status keluarganya. Ia sudah lelah dihina karena ia hanya berasal dari keluarga sederhana.
"Selamat datang di kediaman kami Nak," sapa Dea pada Jessi saat Reihan dan Jessi berada dihadapannya.
"Iya Tante," jawab Jessi menyalami punggung tangan Dea dengan takzim.
"Siapa nama kamu Nak?," tanya Dea dengan lembut menatap wajah cantik Jessi dengan kedua mata tampak berbinar.
"Jessi, Tante," jawab Jessi sedikit kaku. Ia tidak nyaman dengan tatapan dingin dari pria paruh baya yang berdiri disebelah Dea.
"Saya Dea, Maminya Reihan dan ini Kalen, Papinya Reihan . Oh ya kamu cantik, pantas anak Tante suka," puji Dea dengan tulus. Jessi memang terlihat cantik dan itu adalah faktanya.
"Terimakasih Tante, tapi saya tidaklah secantik itu. Ini hanya tukang rias saja yang pintar mendandani saya," jawab Jessi. Ia tidak ingin besar kepala karena memang ia hanya memiliki wajah yang biasa saja menurutnya.
"Ayo masuk!," ucap Dea menarik pergelangan tangan Jessi dengan lembut.
"I-iya Tante," jawab Jessi mengangguk pelan sembari melirik pada Reihan yang terlihat diam saja sejak tadi. Pria itu hanya mengangguk kecil padanya.
Dea mempersilahkan Jessi untuk duduk di ruang tamu. Wanita itu meminta pelayan membuatkan minuman untuk Jessi. Wanita paruh baya itu terlihat begitu bahagia.
"Mi, Rei mandi sebentar ya," pamit Reihan pada Dea diangguki sang Ibu.
"Iya, jangan lama-lama. Nanti Jessi keburu lapar menunggu kamu," jawab Dea.
"Hanya sebentar Mi," ucap Reihan.
Reihan beralih menatap pada Jessi yang tampak sedikit tidak nyaman."Sayang, aku mandi sebentar ya, kamu sama Mami dan Papi dulu," ucap Reihan pada Jessi.
Deg
Jantung Jessi berdegup kencang saat mendengar panggilan pria itu padanya. Ia tidak salah dengarkan jika baru saja atasannya itu memanggilnya dengan sebutan sayang.
"I-iya..," jawab Jessi.
Reihan segara melangkah menuju lantai atas kamarnya. Ia segara memasuki kamarnya dan langsung membersihkan tubuhnya. Ia tidak mau meninggalkan Jessi bersama Mami dan Papinya takutnya Maminya iy bertanya hal yang tidak-tidak pada Jessi.
***
Sementara itu dilantai dasar, Dea dan Jessi tampak mengobrol ringan sedangkan Kalen hanya menjadi pendengar saja. Pria itu tidak tertarik untuk bertanya pada Jessi karena itu bukan karakternya.
"Oh ya Jessi, kedua orangtuamu kerja dimana, maksud Tante, Papa kamu bekerja dimana?," tanya Dea terdengar lembut.
Deg
Ini adalah pertanyaan yang paling ditakuti oleh Jessi. Ia takut Maminya atasannya ini menghinanya jika tahu ia berasal dari keluarga sederhana. Jika bukan karena perjanjian yang sudah ia sepakati dengan Reihan, ia tidak akan berada disini sekarang.
"Papa saya sudah lama pergi meninggalkan saya dengan Ibu. Dan Ibu tidak bekerja karena terbaring sakit. Saya dan Ibu hanya berasal dari keluarga sederhana Tante. Sungguh jauh berbeda dengan M-mas Reihan," jawab Jessi terdengar lirih.
"Ya Allah Nak, maafkan pertanyaan Tante ya," ucap Dea yang merasa tidak enak pada Jessi. Bukan maksudnya untuk membuat Jessi bersedih.
"Memangnya ibumu sakit apa?," kini Kalen membuka suara. Pria itu tetap dengan ekspresi wajah datar dan dinginnya.
"Ibu saya sakit stroke, Om. Dan sekarang di rawat di rumah sakit xxxxx hospital," jawab Jessi tersenyum getir teringat akan kondisi sang ibu yang kini tidak lagi bisa berbicara karena sakit stroke yang di deritanya.
"Itu rumah sakit milik saya, siapa nama ibumu?," tanya Kalen.
"Siti Aisyah, Om," jawab Jessi.
"Saya akan membebaskan biaya rumah sakit untuk ibumu dan akan kebetulan keponakan saya, Zain merupakan Dokter ahli saraf dan saya akan meminta dia untuk menangani ibumu secara intensif," ucap Kalen.
Dea yang mendengar penuturan suaminya tersenyum haru."By, terimakasih sudah meringankan beban Jessi," ucap Dea.
"Terimakasih banyak Om, saya merasa sungkan pada Om dan Tante. Saya ini hanya--
"Kamu itu calon menantu kami, lalu apa salahnya kami membantu kesembuhan calon besan kami. Iya kan By," sela Dea meminta persetujuan suaminya.
Kalen mengangguk pelan, ia membantu Jessi bukan semata-mata karena Jessi kekasih putranya tapi karena rasa kemanusiaan.
Jessi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia justru merasa bersalah sudah membohongi orang sebaik Dea dan Kalen. Tapi ini semua permintaan atasannya, ia janji ini terakhir kalinya ia akan membohongi kedua orang tua atasannya ini.
"Oh ya, kalau diizinkan besok Tante ingin membesuk Ibumu, boleh?," tanya Dea tersenyum dengan lembut pada Jessi.
"Tentu Tante, silahkan saja. Ibu saya di rawat di lantai dua, kamar nomor 67," jawab Jessi.
"Ehem...," Reihan berdehem pelan lalu duduk di sebelah Jessi. Pria itu mengenakan jas senada dengan gaun yang dikenakan Jessi.
"Ayo kita makan," ajak Dea mengambil piring dan mengisinya dengan nasi merah beserta lauknya lalu memberikannya pada sang suami.
"Untuk aku, biar Jessi yang ambilkan Mam," ucap Reihan saat Dea akan mengambil piring yang ada dihadapan pria itu.
"Baiklah kalau begitu," jawab Dea tersenyum senang lalu mengambil makanan untuknya sendiri.
Sementara itu Jessi tampak terkejut dengan penuturan Reihan." Apa-apaan ini. Kok malah aku sih yang mengambilkan makanan untuknya, ini perasaan tidak ada dalam kesepakatan deh," batin Jessi.
"Ayo Nak Jessi," pinta Dea menatap Jessi yang tampak diam saja.
"I-iya Tante," jawab Jessi.
"Dok...ini tidak ada dalam kesepakatan kita loh," bisik Jessi.
"Biar Mami semakin yakin," jawab Reihan.
Mau tidak mau Jessi mengambilkan makanan untuk Reihan. Gadis itu mengambil nasi cukup banyak dan itu membuat Reihan membola karena ia tidak makan nasi di malam hari.
"Nak...Rei tidak makan nasi di malam hari. Itu ada steak daging untuk Rei," ucap Dea pada Jessi membuat gadis itu tersenyum canggung.
"Rei... memangnya Jessi tidak tahu kalau kamu hanya makan nasi di siang hari saja?," tanya Dea pada Reihan.
"Oh itu--
...****************...
Ayo loh Rei, jawab!