The World Where You Exist, Become More Pleasant
_______
"Suka mendadak gitu kalau bikin jadwal. Apa kalau jadi pejabat tuh memang harus selalu terburu-buru oleh waktu?"
- Kalila Adipramana
_______
Terus-terusan direcoki Papa agar bergabung mengurus perusahaan membuatku nekat merantau ke kabupaten dengan dalih merintis yayasan sosial yang berfokus pada pengembangan individu menjadi berguna bagi masa depannya. Lelah membujukku yang tidak mau berkontribusi langsung di perusahaan, Papa memintaku hadir menggantikannya di acara sang sahabat yang tinggal tempat yang sama. Di acara ini pula aku jadi mengenal dekat sosok pemimpin kabupaten ini secara pribadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rsoemarno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23.) Pra Nikah — Panembung
Chapter 23: Pra Nikah — Panembung
Waktu berlalu dengan begitu cepat. Tanpa terasa pernikahanku dengan Mas Satya tinggal menghitung hari. Hingga kini kami tengah menjalankan prosesi pingitan yang sebenarnya. Karena para tetua di keluarga kami benar-benar strict terhadap pelarangan bertemu kedua calon pengantin sebelum upacara pernikahan dilaksanakan.
Dua minggu yang lalu, aku dan Mas Satya mengikuti sesi konseling pranikah berdua dengan seorang psikolog pernikahan profesional. Ada 5 sesi konseling yang kami ambil secara berturut-turut untuk berdiskusi tentang kesiapan mental kami berdua dalam membina rumah tangga kedepannya. Selama satu minggu deep talk dengan Mas Satya, aku pun menjadi semakin mantap untuk menjalani peran sebagai istrinya, serta mendampinginya pada setiap perjalanan karirnya ke depan.
Sebagai tokoh publik yang cukup dikenal di Indonesia, kami tidak ingin acara pernikahan kami hanya diberitakan dari sisi kemewahannya saja. Oleh karena itu, kami juga mengambil kursus pranikah gratis yang disediakan oleh BKKBN bagi para calon pengantin di Indonesia. Berkolaborasi dengan lembaga terkait, kami juga membuat konten edukasi tentang pentingnya konsultasi bagi calon pengantin. Dan tepat seperti dugaan kami, begitu konten tersebut diunggah, langsung menjadi bahan pembicaraan dimana-mana. Tanpa diminta pun langsung banyak influencer yang juga membuat konten mengenai konsultasi pranikah dengan eksplorasi yang lebih luas.
Tanpa sadar aku tersenyum melihat fenomena ini yang semakin memberi wawasan kepada calon-calon pengantin di Indonesia.
“Kenapa senyum-senyum sendiri, Kak?” tegur Mama. “Kamu chattingan sama Nak Satya?”
Aku membelalakkan mata protes mendengar tuduhan Mama. Semenjak resmi menjadi tunanganku, Papa dan Mama juga mengubah cara memanggil calon menantunya itu menjadi ‘Nak’. Alasannya agar mas Satya merasa lebih diterima di keluarga Adipramana.
“Yaa.. engga lah. Aku bukan anak bandel, ya.” protesku.
Mama tertawa, ia menepuk pundakku sekilas, meminta bergeser sedikit ke samping. Lantas ia mendudukkan dirinya di celah sempit yang tercipta pada sofa tunggal yang kududuki ini.
“Mama ini sukanya ndesel, itu loh sofa masih banyak yang kosong.” tunjukku pada banyaknya sofa di hadapan kami.
Saat ini kami sedang berada di kediaman keluarga besar Adipramana yang ada di kota Solo. Sesuai dengan rencana awal, untuk akad nikah dan resepsi terbatas memang akan dilaksanakan di kota asal para orang tua kami. Walau mendapat julukan sebagai keluarga penguasa Bawera, Papa dan Mama Mas Satya sebenarnya berasal dari kota budaya ini. Sementara Papa dan Mamaku sendiri juga berasal dari kota ini, bahkan Papa memiliki gelar keturunan dari keraton mangkunegaran yang jarang disematkan.
“Ah, Mas Satya sudah di Solo, ya?” ujarku melihat pemberitaan di televisi yang menayangkan berita kedatangan Mas Satya di bandara Adi Soemarmo. Memang aku yang berangkat lebih dulu ke sini karena Mas Satya masih harus menyelesaikan tumpukan tugasnya sebelum mengambil cuti panjang.
Mama mengangguk. “Iya, tadi habis landing Nak Satya nelfon Mama, mengabari kalau sudah sampai di Solo bersama Radja dan Tya.”
“Kira-kira besok waktu siraman Ibu Kirana ikut di sini apa tempat Mas Satya, Ma?”
“Kirana pasti ikut di tempat Nak Satya, Kak. Dia kan termasuk keluarga Dierja juga.”
Aku mengangguk paham. Tak berselang lama, salah seorang ART kediaman ini memberitahukan kedatangan Shandy, MUA yang akan meriasku untuk acara malam ini.
“Thank you, Say… Sudah mau menggunakan jasaku untuk salah satu rangkaian upacara pernikahan kalian. Kapan lagi kan gue bisa terlibat langsung pada royal wedding tahun ini.” ujar Shandy sebelum memulai mengaplikasikan make up di wajahku.
“It’s okay. Kebetulan gue emang suka sama hasil make up lo yang natural flawless pas tunangan kemarin, Shan.” balasku.
“But, sorry. Lo ga bisa ambil foto gue secara langsung buat bahan portofolio lo.”
Shandy mulai membersihkan wajahku dengan lembut. “It’s okay, Darl. Gue sudah dikasih tau kok, kalau lo sama Mas Bupati emang mau intimate wedding buat acara di Solo ini. Lagian gue juga bisa ngambil foto-foto kalian yang dirilis ke media buat bahan portofolio gue.”
Aku tersenyum senang. Ini salah satu alasanku menggunakan jasa MUA dari teman SMA ku sendiri.
Memang untuk acara di Solo ini akan menggunakan konsep intimate wedding. Acara akad nikah sendiri hanya akan mengundang tamu yang berasal dari keluarga besar kami. Sedangkan untuk acara resepsi terbatas, kami mengundang seluruh keluarga besar kami beserta jajaran menteri kabinet Indonesia Sejahtera.
Dan tidak ada siaran langsung prosesi pernikahan kami di media manapun. Tim publikasi kami yang nantinya akan membagikan beberapa foto dan video dari rangkaian upacara pernikahan kami di Solo ini.
“Nah, sudah siap. Sepertinya keluarga Mas Bupati sudah sampai, Say.”
Aku mematut diriku di cermin. Lantas memakai kebaya kartini modifikasi rancangan desainer muda yang sedang memulai karirnya, dengan dibantu oleh sang desainer itu sendiri.
Malam ini kami mengadakan acara pranikah adat jawa di mana calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin perempuan untuk melamar tepat 5 hari sebelum dilaksanakannya upacara pernikahan. Prosesinya sendiri terbagi menjadi empat, yakni nontoni, panembung, memberi jawaban dan penyerahan peningset.
Seharusnya aku dan Mas Satya masih belum boleh untuk saling bertemu. Terkhusus untuk acara malam ini, para tetua keluarga kami sedikit melonggarkan aturan pingitan bagi kami berdua untuk berkomunikasi sebentar selama acara berlangsung.
Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh para tetua kami. Begitu aku duduk berhadapan dengan rombongan keluarga Dierja, mataku langsung tertuju pada sosok Mas Satya yang duduk di antara Papa-Mamanya dan Ayah Ravenno-Ibu Kirana. Memakai kemeja batik yang sama seperti bawahan jarik kebaya yang kugunakan, ia terlihat semakin tampan dari terakhir aku bertemu dengannya.
“Saya mewakili keluarga Dierja mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan keluarga Adipramana kepada kami. Bukan tanpa alasan kami datang rombongan besar seperti ini, melainkan untuk memastikan status dari nona Kalila, apakah sudah terikat dengan orang lain atau belum.”
Aku cukup terkejut melihat Ayah Ravenno yang bertindak sebagai perwakilan keluarga Dierja melakukan sesi nontoni, yakni memastikan status perempuan yang dijodohkan.
Om Arya, suami Tante Diara yang didapuk untuk menjadi perwakilan keluarga Adipramana angkat bicara untuk menjawab.
“Loh, masih sendiri bagaimana? Sudah setahun terakhir ini Kalila menjaga martabat diri sebagai tunangan Satya. Jangan-jangan Nak satya ini yang menganggap main-main perjodohan yang sudah dilakukan?”
Kami semua tersenyum mendengar kelakar jawaban Om Arya.
“Bagaimana bisa kami membiarkan Satya hanya bermain-main dengan perempuan seberharga Kalila, Mas?” ujar Ayah Ravenno terkekeh.
“Karena itu kami hadir grudugan kesini, Mas. Agar tidak dianggap hanya bermain-main saja.”
“Syukur… Baik Satya maupun Kalila bisa menjaga ikatan perjodohan mereka selama setahun terakhir ini.”
“Malam ini, saya mewakili keluarga Dierja, terutama Satya untuk meminta ijin mengambil Kalila menjadi keluarga kami yang sebenarnya. Menjadi istri yang dapat mendampingi keponakan kebanggan kami, Satya Lyon Dierja.”
Aku mengeratkan genggaman telapak tanganku yang saling bertautan di atas paha. Sesi panembung yang diwakilkan oleh Ayah Ravenno membuatku sedikit gugup. Dulu aku hampir pernah menjadi calon menantunya. Kini ia melamarkan diriku untuk keponakannya.
Om Arya dengan apik membawakan sesi memberikan jawaban. Tentu saja jawabanku adalah ‘iya’ ketika mereka menanyakan kesediaanku untuk membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.
Dan tibalah kami di sesi terakhir, yaitu penyerahan peningset sebagai simbol pengikat pada gadis yang dipinang. Peningset yang kuterima saat ini berbeda dengan set perhiasan yang diberikan pada saat acara tunangan 8 bulan yang lalu.
Mama Tya dan Ibu Kirana mendekat untuk memasangkan kalung dan gelang yang bernilai mahal karena nilai historisnya padaku.
“Selamat, Sayang. Kalau bukan karena kamu, Ayah Ravenno tidak akan pernah mau diminta melamarkan seorang gadis oleh siapapun.” bisik Ibu Kirana disaat bercipika-cipiki denganku.
Aku tersenyum haru. Ayah Ravenno memang sangat menyayangiku meskipun aku bukan lagi jodoh putranya.
Sampai acara selesai, aku hanya sempat menyapa Mas Satya sebentar ketika sesi foto bersama. Karena setelahnya Mama langsung menarikku untuk segera masuk ke kamar lagi melanjutkan proses pingitan. Sementara Mas Satya ditarik Tante Kirana keluar rumah untuk menyapa para wartawan yang menunggu di depan kediamanku.
Hufft… Sabar. Tinggal 5 hari menuju pernikahan.