Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Gak guna, Nda. Stop nangisin cowok brengsek."
Melody menghela nafas berat. Dia hanya diam menatap Venda yang terus saja menangisi Rangga.
"Gue udah bilang jangan disamperin, malah lo samperin. Nyari penyakit lo ya!"
"Gue cuma pengen ngomong baik-baik, Mel..."
"Mana mau dia ngomong baik-baik! Udah tau Serangga kayak gitu, masih aja lo minta baik-baik."
"Udahlah, sama Yoga aja sana. Gue yakin Yoga anak baik," lanjut Melody malah menjodohkan Yoga dan Venda.
"Gak mau! Gue maunya Rangga..."
"Terserah!" pasrah Melody. Dia memilih memainkan ponselnya untuk mengirim pesan pada Gian.
"Lo kok tega sama gue..."
Melody mengerang kesal. "Mau lo apa sih, Nda?! Ya udah mana nomor si Serangga? Biar gue telponin."
"Gak mau, pasti bakal lo maki-makin nanti." Venda cemberut.
"Ya emang!" sahut Melody pula. "Buruan! Mana nomornya?!"
"Gak akan gue kasih kalau buat lo maki-maki," kata Venda.
"Nggak akan deh!" Melody menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah nya.
"Nggak, nggak!"
Bibir Melody mencebik. "Ya udah! Terserah lo aja deh. Gak ada habisnya ngurusin itu cowok."
"Stop nangis, sebelum kesabaran gue habis, Nda," peringat Melody.
Venda cemberut. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Melihat Venda masuk ke kamar mandi, Melody buru-buru mengambil ponsel temannya dan mencatat nomor Rangga.
"Itu cowok pasti bangga udah bikin cewek gue nangis!" decak Melody. Dia mengirim pesan kepada Rangga untuk datang menemuinya nanti.
"Mau makan gak, Mel?" tawar Venda sembari menutup pintu kamar mandi.
"Masih kenyang," jawab Melody tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Kayaknya gue harus balik sekarang deh, Nda. Udah hampir malam soalnya."
"Habis magrib aja lah sekalian."
"Yeuu, mana bisa gitu. Udahlah, gue balik sekarang." Melody menyambar tas nya. Ia berbalik menatap Venda. "Gak usah nangis lagi. Ngerti?"
Venda mengangguk patuh. Dia pun mengantar Melody sampai depan rumah. Di sana sudah ada taksi yang Melody pesan.
"Gue balik dulu, bye bye!"
"Hati-hati!" seru Venda dan Melody mengacungkan jempolnya sebagai balasan.
****
Melody menatap jam tangannya. Sudah hampir lima menit dia menunggu Rangga di sebuah cafe yang ada di dekat rumahnya.
"Lama banget sih!" kesalnya.
Tak lama kemudian, Rangga muncul dengan pakaian kerennya. Jaket hitam yang melapisi kaos hitam dan juga celana hitam. Cowok itu nampak seperti ketua geng motor.
"To the point," celetuk Rangga sembari mengambil duduk di depan Melody.
Mati-matian Melody berusaha agar tidak menyiram wajah Rangga dengan jus jambu miliknya.
"Minta maaf sama Venda," kata Melody.
Rangga mendengus. "Buat apa?"
"Lo nyakitin dia, oon!"
"Oh ya? Tapi, gue gak merasa nyakitin dia." Rangga mengendikkan bahunya. "Cewek gak tau diri itu, udah dapat pengganti gue."
"Sok tau! Pengganti apa maksud lo? Yoga?"
Rangga berdehem sebagai jawaban.
"Lo kalau gak tau apa-apa gak usah sok tau, deh! Yoga cuma anterin Venda pulang, gak lebih! Emangnya Venda kayak elo yang suka selingkuh? Cewek lo cantik, men. Buka mata lebar-lebar! Dikasih berlian malah milih tai."
Melody berdecih. "Asal lo tau ya, Venda nangisin lo tiap malam. Gue sampe muak dengernya. Cewek sebaik dia, kok tega lo sakiti?"
"Dia tau lo selingkuh, tapi dia tetap maafin, kan? Dia udah baik tapi ini balasan lo? Yang bener aja, kocak!"
"Lo gak tau apa-apa —"
"Lo juga gak tau apa-apa!" potong Melody. Tangannya menunjuk Rangga dengan marah. "Jangan mentang-mentang Venda selalu maafin lo, lo jadi semena-mena gini!"
Melody menghela nafas. Ia berusaha agar tidak semakin terpancing emosi. Gadis itu mengusap rambutnya ke belakang dan kembali duduk dengan tenang. "Cepet minta maaf sebelum dia mati rasa dan gak bakal maafin lo. Gue tau lo masih cinta sama dia. Gue gak tau alasan lo yang sebenarnya kenapa mutusin Venda. Intinya, jangan sampai Venda kecewa berkali-kali lipat sama lo."
Melody meminum jus jambu nya sampai habis. Gadis itu mengusap bibirnya sebelum bicara kembali. "Gue kasih waktu sampe lusa, kalau sampai Venda masih nangisin lo, gue gak segan-segan bikin hidup lo gak tenang!"
Rangga berdecih mendengar penuturan Melody yang menurutnya sok berani.
"Inget ucapan gue, Serangga."
"Nama gue Rangga."
"Emang gue pikirin?" Melody menatap sinis Rangga sebelum melangkah keluar dari cafe dan meninggalkan Rangga yang termenung.
****
Melody menuruni tangga satu persatu sambil fokus pada ponselnya. Gadis itu sudah siap dengan seragam kebanggaan nya. Hari ini rambutnya dia kepang satu, tidak seperti biasanya yang selalu ia kuncir kuda.
"Sarapan, sayang," celetuk Airani.
"Aku bawa bekal aja, Ma. Udah kesiangan soalnya," ucap Melody.
"Bareng Papa, Mel?" tawar Hadinata.
"Pengen pake motor sendiri. Boleh?" Melody menyengir lebar.
"Boleh, sayang," sahut Airani.
Senyum Melody mengembang lebar. "Kalau gitu aku berangkat dulu!" Ia menyalami tangan kedua orangtuanya.
"Hati-hati," ucap Airani dan Hadinata.
"Siap!"
Melody segera keluar rumah dan menuju garasi untuk mengeluarkan motornya.
Saat Melody sudah siap berangkat, tiba-tiba ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Segera Melody merogoh saku bajunya dan melihat siapa yang menelpon.
"WHAT?!" Ia memekik, matanya terbelalak kaget. "Kak Gian?!" Suaranya agak pelan.
Melody berdehem sebelum menjawab telepon dari Gian.
"Halo, Kak?" sapanya dengan suara yang begitu lembut.
"Udah berangkat?"
"Ini mau otw."
"Gue jemput. Share lokasi lo."
"Eh gak usah, Kak! Ini aku mau bawa motor. Kalau mau, kita berangkat bareng aja gimana? Tunggu aku di depan Komplek Dahlia aja."
"Rumah lo di Komplek Dahlia?"
"Iya agak masuk ke dalam. Tapi, Kak Gian tunggu di depan aja. Ini aku mau berangkat kok, gak lama."
"Hm. Gue tunggu di sana. Hati-hati."
"Iya, Kak."
Sambungan teleponnya terputus. Melody kembali mengantongi ponselnya dan segera tancap gas.
Sepanjang perjalanan menuju depan komplek, senyum Melody mengembang lebar saking senangnya. Bahkan dia sesekali menyapa orang yang berpapasan dengannya, sekalipun tidak kenal.
Tak sampai 5 menit, Melody sudah berada di depan komplek. Dia bisa melihat Gian yang sedang duduk di atas motor.
Cowok itu terlihat makin keren di mata Melody. Tak ada jas OSIS yang melekat di tubuh Gian, yang ada hanya jaket kulit berwarna hitam yang membalut seragamnya. Ditambah dengan helm full face yang dia pakai membuat Gian terlihat cool.
Sadar, Melody! Jangan gila! Batin Melody berteriak. Ia menggelengkan kepalanya berulang kali dan segera menghampiri Gian.
"Ayo, Kak!" serunya.
Gian tersenyum tipis melihat penampilan Melody saat berkendara sendiri.
"Bisa bawa motor beneran?" tanya cowok itu.
"Bisa dong! Yuk!"
Gian mengangguk patuh. Ia mempersilakan Melody lebih dulu.
Penampilan keduanya tampak bertolak belakang. Melody dengan motor soft pink dan juga helm yang senada, sedangkan Gian motor ninja hitam dan helm full face hitam serta jaket hitam. Namun, jika dilihat-lihat, keduanya sangat serasi.
bersambung...
WAJIB LIKEEEEE