Baru menginjak kelas 12, ada saja hal yang membuat Syanza harus menghadapi Pangeran, si ketua Savero.
Ketua apanya coba, tengil gitu.
"Lo pikir, lo kodok bisa berubah jadi pangeran beneran, hah??" Ketus Syanza.
"Emang gue pangeran," balas Pangeran angkuh.
"Nama doang, kelakuan kayak setan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cipaaiinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Gadis dengan tubuh dibaluti hoodie yang tidak sesuai dengan ukurannya, dan celana training yang melebihi mata kakinya yang tertutupi sepatu.
Dia ditemani dengan seorang lelaki yang sudah berulang kali mengeluh disertai rasa jenuh harus mengikuti gadis yang di mana harus ia jaga.
Perasaan dirinya hanya di amanati satu permintaan. Tetapi ia juga malah menjadi budak dan juga bodyguard khusus Syanza. Ya, memang perempuan yang lebih pendeknya tak lain kekasih ketuanya.
Lebih dari tiga kantung keresek yang di tenteng Jarrel. Itu semua jajanan yang dibeli Syanza. Malahan dirinya tidak mendapat apa pun selain hikmahnya saja.
"Sya, udah napa. Udah penuh tangan gue," keluh Jarrel mengangkat malas keresek yang ia bawa.
Syanza yang tengah memerhatikan nama jajanan setiap gerobak pun menoleh pada orang yang berisik karena sedari tadi yang ia dengar hanya helaan napas dan keluhan tidak berfaedah.
"Baru juga segitu. Mana cukup," ucap Syanza. Matanya berbinar di saat melihat krepes kesukaannya. "Ayo, ikut gue!" Tangannya menarik ujung baju Jarrel.
"Astaga, dasar cewek. Gini nih alasan gue gak mau berurusan sama cewek, bikin pusing," lontar Jarrel sembari berjalan mengikuti Syanza. Orang ditarik, mau bagaimana lagi.
"Berisik, lo. Gue laporin juga sama bos lo, biar tahu rasa," ketus Syanza.
Lihat. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun masa akan dituduh yang tidak-tidak pada Pangeran. Bukan masalah takut, masalahnya Pangeran tidak mungkin mempercayainya kalau Syanza yang bilang, meskipun itu bohong.
"Serah dah serah!"
Syanza melepas tarikan pada baju Jarrel. Ia mulai melihat menu berbagai rasa dari jajanan yang akan di belinya.
"Mau rasa apa, Mba?" tanya penjual tersebut.
Syanza melirik dan kemudian melihat lagi menunya. "Eum ... Rasa matcha satu, sama rasa pisang cokelat satu. Lo mau rasa apa, Jar?"
Jarrel yang cemberut dan kesal pun langsung berubah mimiknya. Ia tersenyum lebar, akhirnya ada gilirannya dibelikan makanan.
"Rasa cokelat keju aja," jawabnya senang.
"Nah sama itu, Pak. Jadi tiga," ucap Syanza pada pedagang itu.
"Siap. Ditunggu, ya."
Syanza mengangguk dan menyeret baju Jarrel kembali untuk menepi di sebelah gerobak penjual krepes itu.
"Kek peliharaan aja gue diseret-seret," ungkap Jarrel merasa hilang harga dirinya.
"Pangeran gak bakal marah 'kan kalau gue pake banyak duitnya?" Gadis itu mengecek isi dompet Pangeran. Ia hanya mengintip lembaran uang yang cukup banyak, meskipun di dompet ktu terdapat beberapa kartu seperti identitas. Tetapi, Syanza tidak akan berani melihat atau bahkan membacanya. Privasi orang lain harus dihargai.
Jarrel melirik sekilas, sedikit mengerjai Syanza tidak masalah bukan? Dirinya saja sudah sabar dengan wanita itu yang menjadikannya babu.
"Dulu sih, dia pernah juga ngasih ATM ke salah satu cewek. Dan cewek itu banyak menghabiskan duit, biasalah di pake shopping. Dan respons Pangeran jelas marah, karena yang habis bukan cuma sejuta atau dua juta, tapi puluhan hampir ratusanlah," ucap Jarrel menunggu respon Syanza.
Gadis itu melongo. Entah mengapa hatinya sedikit tersentil, apalagi mendengar kalau dulu atau bahkan sekarang saja Pangeran memang masih terbilang playboy.
"Oh."
Jelas respons itu di luar dugaan Jarrel. Syanza tidak marah atau merasa takut sedikit pun?
"Lo gak ngerasa cemburu atau marah gitu?"
"Huh? Buat apa juga. Dia 'kan emang gitu, belum bisa cukup sama satu cewek. Lo gak lupakan gue sama dia jadian karena apa?"
Deg
Salah besar Jarrel sudah sembarangan mengerjai Syanza. Secara tidak langsung ia malah semakin membuat Syanza sadar dan sedih dengan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.
"Gue ber-"
"Ini, Mba. Pesanannya."
Syanza buru-buru mengeluarkan uang dan membayarnya, lalu ia mengambil keresek berisi krepes itu. "Makasih, Pak."
"Sama-sama, Mba."
"Ayo, Jar. Keburu siang," ajak Syanza seolah tidak terjadi apa-apa.
"Sya, anu- tadi gue bercanda."
Syanza tertawa, benar dugaannya. Jarrel itu memang anak buah Pangeran, ia bahkan mewarisi kebiasaan buruk ketuanya. Memang bisanya menciptakan keburukan tuh ketua, pikir Syanza.
"Sans aja kali. Udah, ayo. Gue laper, mau makan di station kalian aja," ujar gadis itu.
Jarrel mendesah dan berjalan mengikuti Syanza.
Mereka benar-benar seperti tuan putri dan ksatria yang sedang bertugas mengawalnya, ini beda. Bukan pengawalan melindungi, tetapi pengawalan membawakan barang.