Danu Alfaendra, pria matang yang sudah berusia 30 tahun itu tidak terima jika adik tirinya harus menikah terlebih dahulu, sehingga selama dua tahun lamanya dia mengencani banyak wanita, dimulai ada yang berprofesi menjadi dokter, model, pengacara, dan berbagai macam profesi lainnya. Namun, tak ada yang membuatnya jatuh cinta.
Para wanita selalu memanggilnya playboy cap nanggung, karena Danu tidak berani meniduri para wanitanya, mungkin karena Danu ingin memberikan keperjakaannya untuk wanita yang dia cintai suatu saat nanti.
Danu adalah seorang pria pekerja keras, dia memiliki keahlian sebagai hacker dan bergabung dengan seorang detektif di The Darkness, selain itu dia juga pemilik salah satu restoran mewah di ibu kota.
Namun, malam itu tiba-tiba keperjakaannya direnggut oleh seorang wanita karena pengaruh obat perangsang. Haruskah dia meminta pertanggungjawaban dari wanita itu? Karena wanita itu adalah adik tirinya. Atau lebih baik dia mencari wanita lain sebagai belahan jiwanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Kalau begitu mengapa tidak kamu saja yang menjadi wanitanya?" ucap Danu ketika mendengar perkataan Maura yang mengatakan bahwa wanita manapun yang bisa memiliki Danu adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini.
"Hm?" Maura nampak terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh saudara tirinya itu.
Kemudian Maura pun tertawa, dia pikir Danu sedang bercanda kepadanya. "Tidak mungkinlah, kak. Memangnya kita kambing apa? Masa menikah dengan kakak sendiri. Pokoknya bagiku kak Danu adalah kakak yang paling top!"
Maura berkata seperti itu sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada Danu.
Maura sama sekali tidak sadar bahwa perkataannya telah membuat pria dihadapannya patah hati, sepertinya Maura sampai saat ini hanya menganggap dirinya sebagai seorang kakak. Dulu pun Danu begitu, dia selalu menganggap Maura adalah seorang adik yang sangat menggemaskan. Akan tetapi sekarang dia telah menyadari bahwa dia telah jatuh hati kepada adiknya sendiri, sampai Danu merasa bahwa dirinya telah gila, diantara semua wanita di dunia ini mengapa harus Maura yang bisa membuat hatinya bergetar? Kenyataan itu membuatnya sangat frustasi.
Ernando selama ini telah dikenal sebagai seorang pria yang sangat baik, sopan, setia, dan sangat mencintai Maura. Sama sekali tidak ada alasan bagi Danu untuk tega merebut Maura darinya.
Seandainya ada satu saja alasan yang bisa membuat dia harus merebut Maura dari Ernando, Danu pasti akan melakukannya. Tapi sayangnya pria itu memang begitu sempurna untuk Maura, dan mereka saling mencintai. Danu tidak mungkin menjadi orang ketiga diantara Maura dan Ernando yang keduanya saling mencintai, apalagi orang tua mereka sudah merestui. Terlebih Maura hanya menganggap Danu sebagai seorang kakak, tidak lebih dari itu.
Danu seakan hanyalah rumah singgah untuk Maura, disaat wanita itu memiliki masalah atau membutuhkan tempat untuk mencurahkan hatinya, pasti selalu Danu yang dia hubungi, bukan Ernando. Dan selalu Danu yang menjadi pelindung untuk Maura, sayangnya Maura hanya menganggap Danu sebagai seorang kakak, bukan sebagai pria dewasa.
Danu pura-pura tersenyum walaupun hatinya sakit, dia pun mengacak-acak rambut Maura, "Tapi sayangnya aku tidak ingin punya adik sepertimu."
Maura menepis tangan Danu, membereskan rambutnya yang berantakan. Kemudian dia memanyunkan bibirnya, "Kenapa? Padahal aku telah menjadi seorang adik yang cukup menggemaskan dan bisa menghiburmu."
Danu menelan saliva melihat Maura yang sedang memanyunkan bibirnya, sebagai seorang pria normal dan dewasa pastinya dia ingin sekali mencium bibir manis itu, membuatnya teringat kembali dengan malam panas yang telah mereka lalui semalam.
Ya, lebih baik Maura tidak tahu tentang kejadian semalam, wanita itu pasti akan sangat marah dan membenci Danu jika tahu apa yang telah Danu lakukan kepada Maura semalam, walaupun sebenarnya Maura juga sangat menikmatinya, sayangnya wanita itu menganggap semua itu hanyalah mimpi belaka.
Danu memilih untuk melanjutkan memasaknya, sehingga ketika masakannya telah matang, mereka sarapan pagi bersama.
Maura makan cukup banyak, dia memang sudah lama merindukan masakan sang kakak tirinya itu.
"Masakan kak Danu memang sangat lezat!" Maura memuji masakan Danu, dengan kondisi pipinya yang penuh sampai kelihatan gembul.
"Makannya pelan-pelan aja, Ra." Danu menahan tawa melihat tingkah Maura yang sangat menggemaskan.
Diam-diam Danu memperhatikan Maura yang sedang makan dengan lirikan kecilnya, gaya makan Maura tidak berubah, dia selalu terlihat apa adanya, jika dia sangat menyukai makanannya, maka dia akan makan cukup banyak, tidak ada kata gengsi. Walaupun Danu tidak paham mengapa adiknya bisa memiliki bentuk badan yang sangat ideal, bak gitar spanyol.
Ada sesuatu yang menarik perhatian Danu. Sisa makanan di sudut bibir Maura. Danu pun segera mengambil tisu, mendekatkan jaraknya pada Maura, lalu membersihkannya. Karena dari dulu Danu memang terbiasa seperti itu.
Tapi entah mengapa Maura pagi ini terlihat salah tingkah, ketika Danu dengan lembut menyentuhkan tisu pada sudut bibirnya, sampai dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Padahal Danu sering melakukannya.
"Emm... kamu makin kelihatan jelek kalau belepotan begitu." ucap Danu, dia pura-pura terkekeh sambil menonyor kepala Maura
Seandainya Maura tahu bahwa hatinya sedang tidak aman saat ini. Memang sangat sulit jika memaksanya untuk bisa kembali ke keadaan semula.
"Hanya kak Danu yang selalu bilang aku jelek." Maura berkata sambil memanyunkan bibirnya, dia mengelus-elus kepalanya yang sudah di tonyor oleh Danu.
Danu selalu gagal fokus jika melihat Maura memanyunkan bibirnya seperti itu. "Jangan manyun!"
"Lho kenapa?" Maura tidak paham.
"Kejelekanmu semakin bertambah."
Muara sangat kesal, dia mencubit lengan Danu.
"A-a-arrghh!" Danu mengusap-usap lengannya yang kesakitan.
Maura terlonjak saat melihat jam dinding yang bertengger di sudut apartemen. "Sudah jam tujuh rupanya. Hari ini aku dan kak Ernando mau beli cincin pernikahan. Aku mandi dulu, kak."
Wanita itu pun segera berlari ke kamar mandi.
Danu menjadi tidak berselera makan mendengar perkataan dari Maura, pernikahan Maura dan Ernando tinggal menghitung hari, membuat dia tidak berselera untuk melanjutkan makannya.
Jika seandainya dia adalah sebuah tokoh novel, rasanya ingin sekali dia protes kepada sang author, mengapa dia tidak menjadi tokoh antagonis saja, biar dia bisa berbuat jahat, sehingga dia bisa merebut Maura dari Ernando tanpa memikirkan perasaan orang lain. Sehingga dia bisa memiliki Maura.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, menjadi tokoh antagonis endingnya selalu mengenaskan, jadi dia lebih baik manut saja. Mungkin kata orang sunda mah "Kumaha sia we lah Thor."