tag khusus : cinta lansia
“Renata Thomson ?” panggil seorang pria bernama Prima ( 48 tahun ).
Suara yang tak asing dan bahkan sangat lama sekali tak pernah Re dengar tiba – tiba memanggil jelas namanya.
Re menoleh, alangkah terkejutnya ia dengan sosok pria bertubuh tinggi dan atletis itu. Ia tergugu dalam diam. Detik berikutnya ia setengah berlari seolah baru saja melihat hantu.
Setelah 22 tahun dan berumah tangga dengan pria lain, Renata bertemu kembali dengan tunangannya dulu.
Karena Duan sudah bosan dengan kehidupannya bersama Re, pada akhirnya Duan menceraikan Renata.
Lalu apakah Re akan terbuka kembali hatinya untuk seorang Prima ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Re sama menatapnya juga antara ragu dan bimbang. Pandangan wanita yang baru datang itu terasa menakutkan. Suasana di ruangan pun berubah mencekam bak rasa kuburan.
"Kau ? Renata ?" tanya Merry untuk memastikan. Meski pandangannya sudah tak sempurna yang dulu tapi memori mengenai bagaimana gambaran wajah Renata sudah terpatri jelas. Ini sudah sangat lama, namun ingatan wanita berambut putih itu masih sangat bagus.
Renata lamat - lamat memperhatikan lawan bicaranya, memorinya memastikan jika wanita berkeriput ini adalah Merry, ibunya Prima. Wajah nan cantik itu tidak berubah sedikitpun meski dimakan usia.
"Nyonya Merry?" Re menganga, detik berikutnya ia menutup mulutnya tak menyangka masih dipertemukan kembali dengan wanita ini setelah sekian lama. Kenangan masa lalu pun mulai bermunculan dalam ingatannya.
Re ingat betul jika hubungannya dulu dengan Prima ditentang keras karena ia yang hanya anak seorang sopir. Terlebih Prima mengadakan acara pertunangan tanpa seizinnya dan itu membuatnya semakin benci. Merry sudah punya pilihan lain dan pasti setelah Re kabur, Prima sudah menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.
"Hah!" Pemilik mata yang tak lagi bisa melihat sempurna itu membola tak percaya dengan pertemuan yang tak terduga ini.
Merry menekan dadanya yang tiba - tiba terasa nyeri dan sesak.
Re khawatir bermaksud ingin menolong. "Nyonya Merry, Anda tidak apa-apa?" Tangan Re terangkat namun dengan cepat Merry menepisnya.
Lalu, "Plak !" sebuah tamparan mendarat keras di pipinya hingga membuat Re terhuyung. Meskipun Merry sudah tua tapi tenaganya tidak bisa diremehkan.
Tamparan itu membuat pipinya terasa perih bahkan sudut bibirnya juga berdarah. Re segera menyeimbangkan tubuhnya lalu berdiri sempurna. Sebuah kesalahan yang memang harus ia dapatkan. Mungkin dengan ia menerima sebuah tamparan bisa mengurangi rasa kebencian orang ini terhadap dirinya.
"Tampar aku lagi, Nyonya!" Re meninggikan nada bicaranya. "Aku pantas dihukum."
Merry menarik nafasnya dalam lalu membuangnya perlahan, ia lakukan itu beberapa kali. Setelah mengatur nafas dan dirasa keadaanya tidak buruk, ia melanjutkan bicara.
Sambil membenahi tataan sanggulnya, ia mengambil suara. "Kamu masih memiliki muka rupanya untuk bertemu dengan putriku setelah 22 tahun lamanya. Pantas saja Prima enggan pulang, ternyata kamu menjeratnya di sini." ujarnya kemudian lalu menatap angkuh. Dari sorotan matanya terlihat kebencian yang sudah lama terhapus kini muncul kembali.
"Apa yang Anda katakan Nyonya ? Menjerat Prima? Itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi. Kami sekarang hanya berteman tidak lebih. Anda bisa memegang ucapan saya." ujar Re. Re bisa menjamin kalau dia tidak akan merusak rumah tangga Prima.
"Pura - pura bodoh kamu ! Satu tamparan memang tidak cukup untukmu." Merry tersulut emosi dan mengangkat tangannya hendak ia layangkan ke wajah Renata.
Namun belum sampai Merry menampar lagi, Prima sudah datang dan berhasil mencengkal pergelangan tangannya.
"Mama ? Apa yang sedang Mama lakukan di sini ?" tanya Prima yang ia duga ibunya pasti merindukan dirinya dan meminta untuk pulang. Terakhir Merry menghubungi nya dan belum sampai bicara telponnya sudah mati. Mungkin ibunya datang kemari untuk melihat keadaanya.
Sebenernya Mike sudah mendapat kabar jika nyonya besar akan datang untuk berkunjung dan melihat langsung keadaan Prima. Mike menjadi bimbang ketika mendapat perintah untuk tidak membocorkan kedatangannya pada Prima. Sementara di kantor sudah ada Renata yang sedang bekerja. Demi mencari aman, Mike memilih untuk bungkam.
"Prima, keterlaluan kamu. Jadi, selama ini kamu masih berhubungan dengan wanita jahat yang sudah mencampakkan dirimu ini. Kamu tidak jera juga !" umpat Merry. Ia sudah terlanjur benci hingga kebencian itu masuk menembus ke tulang - belulangnya. Gara - gara Renata kabur saat acara pertunangan, nama baik keluarganya menjadi tercemar. Tidak berhenti sampai disitu, anak semata wayangnya ini juga frustasi berat dan hampir gila mencari keberadaan Renata. Sangking cintanya sampai - sampai Prima tidak mau menikah dengan wanita manapun jika bukan Renata.
"Mama, tenang, nanti asma Mama kambuh lagi." Prima menarik kursi meminta ibunya untuk segera duduk dan menenangkan diri.
Merry masih menatap benci lalu segera duduk mengikuti instruksi putranya.
Re terdiam, ia tidak berani menatap, lebih baik mendengarkan apa yang ingin wanita glamor itu sampaikan.
"Kamu menyembunyikan rahasia ini dari ibu ?" beralih menatap Prima.
Prima memberi kode pada Re untuk meninggalkan dirinya. Re mengangguk mengerti, ia pergi ke kamar mandi untuk melihat sudut bibirnya yang pecah.
Setelah Re pergi, Prima mengajak bicara. "Mama, Re belum tahu jika aku ini masih perjaka. Ia beranggapan jika aku menikah dengan wanita pilihan Mama."
"Apa maksud kamu tidak memberitahu statusmu padanya ? Jangan bilang kamu ingin kembali padanya ? Ingat Prima, dia sudah membuatmu sakit hati."
"Re adalah segala - galanya bagiku, Ma. Aku sudah menemukannya dan tidak akan menyia - nyiakan kesempatan ini."
"Mama tidak setuju. Kamu tidak boleh menikah dengan wanita yang sudah bersuami." Merry juga belum tahu status Re yang sebenarnya.
"Renata seorang janda Ma, tapi ia tidak mau menikah lagi."
"What ...! Janda ! Seleramu buruk, Prim."
.
Lyon sudah tahu rencana ibunya untuk membuatnya jauh dari Mika. Setelah menelan obat yang terakhir, Lyon merasa tubuh nya seperti memiliki energi baru. Untuk dibuat jalan juga sudah tidak sakit lagi.
"Lyon, apa yang sedang kamu lakukan ? Kamu harus lebih banyak beristirahat. Ayo, kembali ke kamarmu !" Diana memergoki Lyon berjalan - jalan di ruang depan.
Lyon menatap mamanya dengan tatapan tak suka, "Aku sudah sembuh, Ma. Tolong, berikan ponsel dan kunci mobil padaku. Aku jenuh. Aku ingin bersenang - senang di luar sana."
Diana tercengang mendengar sangkalan putranya. "Tidak Lyon, kamu masih sakit. Minggu depan kita akan pergi ke luar negeri untuk berobat."
"Untuk apa pergi jauh - jauh ke luar negeri, Ma. Lihatlah, aku tidak sakit seperti yang Mama cemaskan."
Diana menghampiri Lyon bermaksud untuk menariknya kembali masuk ke kamar.
"Aku sudah sembuh, Ma. Jadi, jangan terus membohongiku seperti ini. Aku sudah tahu kebusukan Mama."
"Lyon, apa maksud kamu ?"
"Mama sendiri yang membuatku agar menjadi sakit. Mengelabuhiku dengan memanggil dokter palsu untuk memeriksaku seolah aku ini sakit parah padahal nyatanya aku hanya demam biasa. Ini termasuk akal - akalan Mama juga untuk menjauhkan aku dari Mika kan ?"
"Plak !"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. "Berani sekali kamu berkata kasar pada Mama. "
"Jika Mama yang tidak mengawali mungkin aku tidak seberani ini terhadap Mama. Jadi, stop untuk terus menipuku."
"Kalau begitu, lebih baik aku pergi saja dari sini." Lyon keluar melewati pintu, ia hanya menggertak agar ibunya sadar jika yang telah dilakukannya ini adalah salah.
"Lyon!" teriak Diana namun Lyon tak mengindahkan teriakannya.