NovelToon NovelToon
Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Bunga Yang Layu Di Hati Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: icha14

Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat


Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.

Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.

Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ini salah

Arman menutup telepon dengan senyum kecil, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi saat ia kembali duduk, pikirannya kembali berputar. Caca. Sosok dari masa lalu yang tiba-tiba muncul di tempat yang tak terduga. Ia mencoba mengusir bayangannya, tapi rasanya seperti memadamkan api dengan kertas basah—tidak ada gunanya.

Sementara itu, jauh di kota asalnya, Sasa duduk di ruang tamu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Tangannya memegang ponsel yang baru saja ia gunakan untuk berbicara dengan suaminya. Ada senyum di wajahnya, tapi di balik senyum itu, ada kecemasan yang dalam.

Sasa sudah tahu. Ia tahu Caca ada di kota tempat Arman bertugas. Bab: Jejak di Tengah Bayangan

Sasa menggenggam erat ponselnya, menatap layar yang kini kembali gelap. Senyuman yang sebelumnya menghiasi wajahnya perlahan pudar, digantikan ekspresi cemas yang sulit disembunyikan. Ia tahu bahwa Arman tidak menyadari sesuatu—atau setidaknya, suaminya berpura-pura tidak tahu. Dan ini membuat hatinya semakin berat.

Duduk di sofa ruang tamu, yang sama dengan Arman. Kebetulan? Sasa ragu.Bab: Bayang-Bayang di Balik Senja

Arman menghabiskan makan siangnya dengan cepat di kantin proyek. Perut kenyang seharusnya membuat pikirannya lebih tenang, tapi justru sebaliknya. Bayangan tentang Caca dan segala kemungkinan yang datang bersamanya terus menghantui pikirannya. Arman menghela napas panjang, memandang arloji di tangannya. Pukul satu siang. Waktunya kembali bekerja.

Ia merapikan berkas-berkas di mejanya, kemudian berjalan menuju lokasi proyek. Langkahnya cepat dan penuh tujuan, tapi di dalam hatinya, ia merasa seperti berjalan di atas bara. Pikiran tentang Sasa dan kandungannya membuatnya semakin cemas. Ia tahu Sasa mungkin merasakan sesuatu, tapi Arman berharap istrinya tidak terlalu banyak memikirkan hal ini.

Di lokasi proyek, Arman menyibukkan dirinya dengan mengawasi para pekerja. Ia memeriksa fondasi yang sedang dikerjakan, memastikan semua sesuai spesifikasi. Sesekali, ia berbicara dengan mandor, memberi arahan atau menanyakan perkembangan. Pekerjaan ini biasanya membuatnya fokus, tapi hari ini, pikirannya tetap saja melayang.

Saat jam menunjukkan pukul lima sore, Arman merasa lega. Akhirnya waktu pulang telah tiba. Ia bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Namun, di tengah perjalanan, ia bertemu Agus, salah satu rekannya yang juga pulang pada waktu yang sama.

"Man, pulang bareng, yuk? Mobil gue lagi dipinjem sama sopir," kata Agus sambil menepuk bahu Arman.

Arman mengangguk tanpa ragu. "Boleh. Gue juga nggak buru-buru, kok."

Keduanya berjalan bersama menuju mobil Arman. Sesampainya di sana, Agus menatap Arman dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.

"Eh, Man, sebelum ke mess, gimana kalau kita mampir beli makanan dulu? Gue lagi malas keluar malam-malam," usul Agus sambil membuka pintu mobil.

Arman tertawa kecil. "Pas banget, Gus. Gue juga males keluar lagi nanti. Kita beli nasi goreng aja, ya? Ada warung nasi goreng gk terlalu jauh dari mess di dekat sini."

Agus mengangguk setuju. "Oke. Gue sih ikut aja."

Arman menyalakan mesin mobil dan perlahan meninggalkan area proyek. Perjalanan menuju warung nasi goreng hanya memakan waktu sekitar 15 menit, tapi di dalam mobil, pembicaraan mereka membuat perjalanan terasa lebih singkat.

Setelah membeli nasi goreng yang dibungkus rapi dengan plastik, Arman dan Agus melanjutkan perjalanan ke mess. Sepanjang jalan, obrolan ringan tentang pekerjaan dan rencana akhir pekan mengalir di antara mereka, meskipun di dalam hati Arman ada sesuatu yang terus menghantui. Pikiran tentang Caca kembali menyelinap, membuatnya gelisah.

“Man, lo nggak ada rencana pulang ke rumah minggu ini? Udah lama nggak dengar lo cerita soal Sasa,” tanya Agus sambil melirik ke arah Arman.

Arman tersenyum kecil, berusaha menutupi kegelisahannya. “Gue belum sempat, Gus. Banyak kerjaan akhir-akhir ini. Tapi mungkin minggu depan gue bakal pulang.”

Agus mengangguk sambil menatap jalan. “Baguslah. Jangan lupa, keluarga itu prioritas, Man.”

Arman hanya menjawab dengan anggukan. Kalimat itu, meskipun sederhana, seperti menohok hatinya. Agus benar, keluarga adalah prioritas. Tapi mengapa bayangan masa lalu ini begitu sulit dilepaskan?

Tak lama, mereka tiba di mess. Arman memarkir mobilnya di tempat biasa, lalu turun sambil membawa bungkusan nasi goreng. Agus langsung menuju kamarnya, sementara Arman masuk ke kamarnya sendiri.

Malam di Mess

Arman meletakkan nasi goreng di atas meja kecil di sudut ruangan. Tapi bukannya langsung makan, ia justru duduk di kursi, menatap kosong ke arah dinding. Kepalanya terasa berat dengan berbagai pikiran yang berkelindan. Ia menyandarkan punggungnya, memejamkan mata, mencoba menenangkan diri.

Namun, wajah Caca tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Senyumnya, suaranya, bahkan tatapan matanya yang dulu begitu akrab baginya. Ia menggelengkan kepala dengan keras, mencoba mengusir bayangan itu.

“Ini nggak bener,” gumamnya pelan.

Merasa tidak nyaman, Arman memutuskan untuk mandi. Ia berharap air dingin bisa mendinginkan pikirannya yang sedang kacau.

Mandi dan Kenangan yang Kembali

Air dingin mengalir deras, membasahi tubuhnya. Arman menunduk, membiarkan air membasuh wajahnya. Tapi pikiran tentang Caca kembali menyerang. Ia ingat saat-saat mereka bersama dulu—saat ia masih muda dan penuh ambisi, saat cinta terasa seperti permainan tanpa aturan.

Ia ingat bagaimana Caca adalah bagian penting dalam hidupnya saat itu. Tapi ia juga ingat bagaimana semuanya hancur, bagaimana kepercayaan dan harapan yang ia bangun runtuh dalam sekejap.

Kini, ia bertanya-tanya: apakah rasa itu masih ada? Apakah hatinya masih menyimpan ruang untuk seseorang dari masa lalu?

“Ini salah,” katanya pada dirinya sendiri. “Gue udah punya Sasa. Dia segalanya buat gue.”

Arman mengepalkan tangan, mencoba melawan perasaan yang membingungkannya. Ia tahu bahwa membuka kembali pintu ke masa lalu hanya akan membawa kehancuran. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Setelah beberapa menit, ia selesai mandi dan segera mengenakan pakaian bersih. Wajahnya terlihat lebih segar, tapi pikirannya masih terasa berat.

Malam yang Gelisah

Arman duduk di meja kecil, membuka bungkusan nasi goreng. Aroma rempah yang menggugah selera memenuhi kamar, tapi nafsu makannya hilang entah ke mana. Ia memaksakan diri untuk makan, meskipun setiap suapan terasa hambar.

Ponselnya tergeletak di meja. Ia ingin menelepon Sasa, ingin mendengar suara lembut istrinya yang selalu bisa menenangkannya. Tapi ia ragu. Bagaimana jika Sasa tahu ia sedang gelisah?

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengirim pesan singkat saja.

Arman: “Sa, Mas udah di mess. Tadi beli nasi goreng sama Agus. Kamu udah makan?”

Pesan itu terkirim, tapi tidak langsung mendapat balasan. Arman meletakkan ponselnya, lalu bersandar di kursi.

Beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Sasa.

Sasa: “Udah, Mas. Kamu sendiri jangan lupa makan, ya. Jangan terlalu capek. Aku kangen.”

Arman tersenyum tipis membaca pesan itu. Namun, di balik senyuman itu, ada rasa bersalah yang tak bisa ia abaikan. Sasa selalu begitu perhatian, begitu tulus. Dan ia merasa bahwa pikirannya tentang Caca adalah bentuk pengkhianatan kecil terhadap cinta istrinya.

Ia memejamkan mata, berdoa dalam hati agar diberi kekuatan untuk melewati semuanya.

1
Ani Aqsa
ceritanya bagus.tp knapa kayak monoton ya agak bosan bacanya..maaf y thor
Lili Inggrid
lanjut
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Android 17
Terharu sedih bercampur aduk.
Mắm tôm
Suka banget sama karakter yang kamu buat thor, semoga terus berkembang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!