Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.
Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.
Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Faras: Bekerja Dengan Hati
Satu Minggu sudah aku bekerja sebagai pelayan di Rumah Sate Haji Romli. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Ibu, menjadi pelayan itu banyak pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya, terutama ilmu komunikasi. Aku yang tidak pernah banyak interaksi dengan orang tua selain ibu dan ayahku, sekarang harus belajar menyapa mereka dengan tulus. Dan yang paling penting itu masalah membawa hidangan pakai nampan, sungguh sesuatu hal yang baru. Apalagi ibu selalu berpesan saat menghidangkan minuman atau makanan berkuah harus hati-hati bawanya, jangan sampai tumpah-tumpah, karena itu tidak baik disuguhkan, nanti disangkanya bekas. Ya Allah ternyata seribet itu ya aturan menjadi seorang pelayan. Aku selalu bercerita kepada ibu setiap malam yang aku lalui di pagi hari sambil membantu menyiapkan kue yang akan dititipkan di kantin.
"Seminggu kerja, Faras baru tadi malam dapat pengalaman yang tidak mengenakkan Bu" ceritaku pada Ibu yang sedang menyiapkan kue jualannya.
"Memang ada kejadian apa Nak?"
"Ada seorang ibu, usianya mungkin masih dibawah Ibu, yang komplain makanan yang dipesan tidak sesuai dengan yang datang. Terus Faras ambil catatan pesanan dia, ditunjukkan lah pesanannya. Eh dia ngomel-ngomel bukan itu yang dipesannya."
"Memang dia pesannya apa?"
"Dia nulis di pesanan itu tongseng kambing, pas sudah dihidangkan tongsengnya, dia bilang yang dia pesan itu sop kambing. Karena buktinya kuat, Faras tolak lah komplain dia, eh malah dia marah-marah pembeli itu raja harus dilayani."
"Terus bagaimana jadinya?"
"Bu Fatimah nanya ke Faras bagaimana kejadiannya, Faras tunjukkan saja pesanan dia. Jadi diurus sama Bu Fatimah, nggak tahu bagaimana keputusannya, yang jelas suaminya ibu itu minta maaf ke Faras."
"Faras jawab saja iya, tidak apa-apa. Tapi yang bikin Faras sebel itu, sudah jelasnya buktinya kalau dia yang salah, malah ngomel-ngomel Faras yang nggak becus kerja lah, nggak menghargai pembeli. Sampai pembeli lain pada ngelihatin dia."
"Masya Allah anak Ibu sudah pintar sekarang. Iya kita nggak perlu memasukkan ke dalam hati jika ada kejadian seperti itu, biar nggak jadi beban dan mempengaruhi keikhlasan kita dalam bekerja. Apa yang Faras lakukan sudah betul, mungkin saja si Ibu memang inginnya makan sop, pas dia baca tongseng jadi salah nulis. Kamu harus tetap tenang menghadapi orang seperti itu, jangan ikutan emosi ya. Ini pelajaran hidup untukmu" nasehat Ibu yang tak pernah lelah mengulangnya.
"Faras jadi berfikir ternyata bekerja sebagai pelayan itu juga bukan hal yang mudah, sudahlah capai badan, harus fokus supaya tidak salah ngantar pesanan dan masih harus banyak sabar. Sampai Faras berjanji untuk tidak meremehkan tenaga pelayan di manapun"
"Bagus itu, kamu sudah dapat poin utama dari pekerjaan yang kamu jalani. Dan itu bukan berlaku untuk profesi pelayan saja, tapi bisa ditetapkan di semua jenis profesi. Intinya tetap harus saling menghargai dan bersikap baik dengan siapapun"
"Siap Bu. Faras akan selalu ingat nasihat Ibu. Bekerjalah sepenuh hati, ikhlas dan tulus dalam melayani. Tagline baru untuk Faras nih Bu. Hehehe..." ujarku lagi sambil merapikan kotak kue yang sudah siap dikirimkan.
"Pintar. Jadi sekarang bagaimana rasanya sudah punya penghasilan sendiri?"
"Faras jadi semakin menghargai setiap uang yang akan dikeluarkan, karena untuk dapatnya itu juga penuh perjuangan. Terima kasih Ibu sudah jadi penasihat terbaik untuk Faras" ujarku sambil memeluk Ibu dengan erat.
Ibuku itu bukan hanya pekerja keras, tapi juga pemberi motivasi dan penasehat yang luar biasa. Tidak pernah ada kata menyerah, selalu menekankan sisi positif atas semua kejadian.
...🎀🎀🎀🎀🎀🎀...
"Woi Faras, lu kerja di sini sejak kapan? Pantas saja belakangan ini nggak pernah mau diajak hangout, rupanya sudah punya kesibukan baru toh" tanya salah seorang pelanggan yang baru masuk ke Rumah Sate Haji Romli. Merasa namaku dipanggil, aku segera menengadahkan wajah dan terlihat rombongan teman kuliahku yang datang.
"Hai Nis, Rik, Lang. Sorry, nggak bisa jalan bareng kalian lagi ya, aku baru mau dua minggu ini kerja di sini. Lumayan lah nabung buat bayar BPP semester depan, biar bisa lanjut kuliah. Ayo duduk dulu, nanti aku ambil buku menunya" jawabku sambil menunjukkan meja yang lebih lebar.
Tak sampai lima menit aku kembali lagi dengan membawa buku menu dan notes pesanan.
"Silahkan dicatat dulu pesanannya, aku mau melayani pelanggan yang lain dulu." ujarku lagi sambil meninggalkan mereka untuk memilih menunya.
"Salut gue sama si Faras, ibu dan anak sama-sama pekerja keras, bahkan sekarang dia sudah bisa punya penghasilan sendiri. Lah kita masih nadah sama orang tua." percakapan Denis, Erik dan Gilang terdengar di telingaku, karena pelanggan yang kudatangi nggak jauh dari meja mereka.
Selesai melayani pelanggan yang lain, kuhampiri teman-temanku untuk menanyakan pesanannya.
"Bisa duduk dulu nemenin kita makan nggak Ras?" tanya Erik saat melihatku mengecek ulang pesanan mereka.
"Maaf guys, kebetulan banget hari ini lagi ramai, jadi kerjaanku cukup sibuk. Kalau lagi senggang pasti kutemani. Next time kabari kalau mau makan disini, nanti aku kasih tahu jam berapa waktu yang agak longgar, biar bisa nemenin ngobrol." usulku untuk menebus rasa kecewa mereka.
"It's oke lah. Nanti kita kabari dulu, supaya bisa makan dan ngobrol bareng. Kangen juga kami ngumpul sama kamu" ujar Gilang lagi.
"Siap Sobat, ditunggu kabarnya ya. Aku siapkan dulu pesanan kalian, tunggu 15 menit paling lama ya." segera aku sampaikanke bagian sate pesanan ketiga temanku. Dan aku sendiri menyiapkan nasi serta minumannya.
Aku tidak merasa malu ketahuan oleh teman-teman bekerja sebagai pelayan. Justru aku merasa bangga telah memilih bekerja untuk mengisi waktu libur kuliah ini.
Setelah tadi pagi curhat dan mendapat nasehat dari ibuku, aku mulai merasakan perubahan dalam hatiku. Kalau saat awal bekerja aku masih ada unsur terpaksa dan keraguan, sekarang masuk minggu kedua aku lebih lepas dan nyaman. Afirmasi positif menjadi jampi-jampi yang kuulang berkali-kali bekerja sepenuh hati, jalani dengan ikhlas dan tulus melayani pembeli.
Hasil bekerjaku selama seminggu kemarin sebesar Rp 875.000 dan dapat bonus akhir pekan Rp 100.000. Uang itu hanya aku ambil untuk bensin Rp 75.000, jadi Rp 900.000 yang aku tabung. Otakku langsung menghitung berapa banyak yang bisa ku hasilkan dalam 4 bulan ke depan. Rasanya itu akan cukup untuk membiayai kuliahku 1 semester. Dan aku juga akan terus bekerja di sini sampai kuliahku selesai, jadi tidak khawatir tidak bisa bisa bayar BPP.
Dalam hati aku bersyukur dengan ide ibuku yang menjerumuskan aku ke dunia kerja, meskipun saat ini yang kujalani tidak sesuai dengan ilmu perkuliahan. Tapi seperti nasehat ibu, lihat segala sesuatu itu dari sisi positifnya maka itu akan membuatmu jadi orang yang selalu bersyukur atas semua takdir yang Allah berikan.
"Faras, kami balik dulu ya. Next time kita kumpulnya disini saja. Tetap semangat Bro, I'm proud of you." ujar Denis saat mereka akan pulang
"Thank you sudah mampir ke sini, ditunggu kedatangannya lagi." ujarku sambil mengantar mereka keluar.
"Teman-teman kuliahmu ya Ras?" Tanya Iwan, karyawan yang bagian sate.
"Iya Bang. Sebelum kerja disini, aku sering pergi bareng mereka, meskipun hanya muter-muter tanpa tujuan. Palingan nongkrong di pantai kalau sedang pada mumet dengan pelajaran."
"Enak punya kumpulan teman-teman yang seperti itu, bukan teman-teman yang rese."
"Ah si Abang ini tahu juga teman-teman rese. Hahaha..."
"Ya kan aku juga pernah sekolah meski hanya sampai SMA. Nah teman-teman itu ada yang sok kaya jadinya kepo saja dengan aktivitas kita, ujung-ujungnya nyinyir dan ngatain gitu."
"Alhamdulillah nya teman-teman aku baik-baik Bang. Mungkin rejeki anak Soleh itu ya.. Hehehe..."
Percakapan singkat namun jadi penghilang penat ditengah tugas yang terus bertambah. Ya aku sudah menikmati pekerjaan ini dengan sepenuh hati.