Kata orang pernikahan adalah salah satu hal yang paling membahagiakan. Tapi ternyata mereka salah. Menikah dengannya dan hidup bersama dengannya adalah awal dari sumber sakit yang kurasakan. Awal dari luka yang tak pernah sembuh dan sakit yang selalu tak berujung. Bahagia? Apa itu? Rasanya itu seperti mimpi disiang bolong. Jika itu mimpi, maka mimpi itu ketinggian. Tapi.. Bolehkan aku menggapai mimpi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pink berry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(5) Hadiah di Waktu yang Salah
Kaluna menatap nanar benda pipih yang berada di tangan nya sekarang. Pandangan nya terlihat begitu kosong. Ia melihat sekali lagi guna memastikan jika penglihatan nya tidak salah. Tapi hasilnya tetap tidak berubah. Ini adalah percobaan ke lima nya. Tidak mungkin salah, karena hasilnya sama semua.
Kaluna menatap benda pipih itu. "Garis dua", gumamnya pelan. "Kenapa harus sekarang?", ucap Kaluna dengan wajah yang begitu bingung. "Hiks! Kaluna. Kenapa kamu begitu ceroboh?", ucapnya lirih.
Perlahan tangan nya mulai menyentuh lembut perut nya yang masih terlihat rata. Usapan lembut ia berikan pada perut nya. Ia tidak sendiri sekarang, ada nyawa disana. Malaikat kecil itu hadir. Haruskah Kaluna merasa senang sekarang? Seharusnya iya kan? Seharusnya Kaluna bahagia sekarang.
Tapi... Kenapa rasanya begitu kosong. Bukannya dirinya tidak senang. Hanya saja ada perasaan aneh yang tidak dapat dirinya jelaskan. Anak ini... Maksudnya anaknya, dia hadir di saat yang kurang tepat.
Apa keputusan Kaluna sebelumnya salah? Tapi kalimat ingin berpisah sudah terlanjur terucap. Jika Orion tahu, apa dia akan senang? Apa Orion akan menerima kehadiran anak mereka? Bukannya sudah jelas kata Orion tadi, Orion tidak mencintai dirinya. Bagaimana Kaluna bisa meminta pertanggung jawaban dari Orion?
Haruskah Kaluna menyesali keputusan nya sekarang? Isakan itu semakin kuat. Kaluna benar-benar merasa takut sekarang. Dirinya masih terlalu muda untuk menjadi seorang ibu. Kaluna tidak cukup mampu untuk mengembannya. Ini terlalu berat.
CKLEK!
Kaluna mendengar suara pintu terbuka pelan, buru-buru ia menyembunyikan testpack yang berada di tangan nya. Orion tidak boleh tahu. Tidak. Kaluna belum siap. Ia takut akan penolakan keras yang akan diberikan oleh Orion kepada anaknya.
Orion melangkahkan kakinya menuju ke arah tempat Kaluna duduk. Ia menekukkan lutut nya dihadapan Kaluna. Menatap Kaluna yang sama sekali tidak ingin menatap nya. Helaan nafas terdengar pelan.
Suasana di antara mereka diliputi keheningan. Orion sama sekali belum membuka suara. Kepalanya tertunduk, menandakan penyesalan yang mendalam. Suasana diruangan itu semakin tegang. Setiap detiknya menambah beban berat diantara mereka.
Kaluna yang terdiam merasakan debaran jantungnya semakin kuat tak karuan. Ada perasaan bingung yang tidak dapat terucapkan. Orion menggenggam erat tangan Kaluna. Sesekali ia mengusapnya lembut.
Perlahan kepalanya terangkat menatap wajah Kaluna. Kata-kata yang akan keluar dari mulutnya terasa tertahan di tenggorokannya. Teramat sulit untuk keluar.
"Kaluna-"
"Orion", ucap mereka bersamaan. Keduanya saling bertatapan. Kembali membisu seperti semula. Orion yang melihat nya tersenyum tipis. "Kamu duluan", ucapnya mengalah.
Kaluna yang mendengarnya menggelengkan kepalanya. Ia seperti takut akan bersuara.
"Saya minta maaf", ucap Orion tegas. Kaluna yang mendengarnya sedikit terkejut. Seharusnya Kaluna tidak kaget lagi mendengar kalimat maaf dari Orion. Tapi entah mengapa kali ini sedikit berbeda.
Orion terdiam. Mata nya masih menatap Kaluna yang belum mengeluarkan suaranya. "Kaluna, saya minta maaf. Saya sadar, sudah terlalu sering kata maaf keluar dari mulut saya. Saya tahu kamu mulai bosan untuk mendengar nya", suara Orion mulai terdengar serak. Ia menundukkan kepalanya kembali.
Ia terlalu malu untuk menatap Kaluna. Menatap wajah yang sudah berkali-kali ia sakiti. Rasa penyesalan mulai menjalar di hati Orion. Entah mengapa menatap wajah Kaluna membuat perasaan nya kacau.
"Saya tahu kata-kata maaf saja tidak cukup untuk mengobati luka dihati kamu. Sudah terlalu banyak kata maaf yang keluar. Sudah terlalu banyak janji yang terucap", Orion menjeda kalimat nya.
"Maaf atas luka yang selama ini saya beri. Terlalu jahat untuk saya sekarang meminta kamu untuk memaafkan semua kesalahan saya. Kepergian Ayesha membuat saya gelap mata. Saya terlalu abai akan banyak hal. Padahal kebenaran sudah di depan mata. Tapi saya lebih memilih untuk mengabaikan nya. Saya sudah jahat menjadikan kamu sebagai penyebab kematian Ayesha."
"Padahal kalau dilihat-lihat, kamu juga sama terluka nya. Kamu juga sakit, Kaluna. Tapi saya lebih memilih egois dan menutup semuanya. Maafkan saya."
Orion terdiam menatap tangannya yang masih menggenggam tangan Kaluna. Tangan mungil itu terasa hangat di antara tangan Orion yang terasa dingin.
"Tolong saya. Tolong bantu saya untuk melupakan Ayesha, Kaluna. Terdengar jahat dan egois bagi kamu. Tapi sekarang saya memohon dengan kerendahan hati saya. Tolong bantu saya untuk memperbaiki semua yang telah rusak."
"Kita perbaiki semua nya. Kita mulai dari awal. Saya tahu ini kedengaran tidak tahu malu. Tapi... Saya bolehkan meminta kesempatan kedua dari kamu? Izinkan saya untuk menebus segala kesalahan saya."
Air mata akhirnya jatuh. Dan suara Orion semakin pecah. Penuh keputusasaan yang begitu mendalam. Orion kalah sekarang. Ternyata kalimat perpisahan yang diucapkan oleh Kaluna tadi berhasil membuat dirinya merasa takut. Terlalu menakutkan melihat bayang-bayang Kaluna jika gadis itu tidak ada di depannya.
"Orion", Kaluna tak kuasa menahan air mata nya lagi. Bolehkah Kaluna merasa senang sekarang? Penantian nya selama ini berbuah manis. Orion memintanya untuk tetap berada disisinya. Rasa lega dan bingung bercampur menjadi satu.
Ini terlalu cepat. Kenapa tiba-tiba? Bukannya Kaluna tidak bersyukur, hanya saja ini terlalu membingungkan. Tapi disatu sisi, Kaluna merasa bahagia. Setidaknya anak yang didalam perut nya tetap memiliki peran ayah.
Orion menatap Kaluna dengan wajahnya yang sudah basah. Perlahan ia menghapus lembut air mata di pipi Kaluna. "Kita mulai dari awal ya? Saya dan kamu, kita mulai semuanya dari awal."
Kaluna mengangguk pelan. Semua yang ia rasakan, penantian dan luka yang selama ini ia terima, akhirnya terbalas dengan pengakuan dan permintaan maaf dari Orion sendiri. Tidak salahkan jika Kaluna memberikan kesempatan itu kepada Orion? Orion pantas mendapatkan maaf darinya.
Setelah permintaan maaf yang tulus dari Orion, hari-hari dirumah tangga mereka berjalan baik. Tidak ada perdebatan ataupun pertengkaran disana. Orion benar-benar menepati janjinya untuk berubah dan menjadi lebih baik untuk Kaluna.
Kaluna merasakan Orion benar-benar tulus kepadanya. Perkataan lembutnya, perlakuan manis yang selalu Orion berikan berhasil membuat Kaluna percaya jika Orion sudah berubah. Luka itu ternyata sembuh lebih cepat dari yang dirinya pikirkan.
Tapi... Kembali lagi ke permainan takdir. Kaluna sedang berhadapan dengan Orion sekarang. Semudah itukah dirinya menaklukkan hati seorang Orion Ivander Damian? Yakin, jika seorang Orion bisa langsung berubah?
Tidak salahkan jika Orion mengatakan jika Kaluna masih terlalu naif? Kaluna masih belum bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang berubah nya hanya sesaat. Kaluna terlalu cepat untuk menilai.
Ini Orion. Pria dingin yang sangat keras kepala dan teramat sulit untuk dijangkau. Padahal Kaluna sendiri yang mengatakan nya, jika Orion terlalu sulit dijangkau. Tapi kenapa terlalu cepat untuk nya percaya? Jika sudah begini, salah siapa?