Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyesal Merindukan Bunda
Hazel terbangun di pagi hari dengan kondisi badan yang terasa remuk nyaris sulit untuk di gerakkan. Jaryan benar-benar menyerangnya dengan mambabi buta. Berhubung ia telah menahannya begitu lama, ia benar-benar melampiaskannya dengan brutal kali ini.
"Kak Jery berat." Hazel kesulitan menggeser lengan Jaryan yang melingkar di pinggangnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. sudah begitu siang, namun tidak bagi mereka yang baru bisa beristirahat menjelang subuh.
Jaryan benar-benar tidak kenal lelah. Ia terus melakukannya berulang kali.
Meskipun ia melakukannya dengan lembut, namun ini masih pengalaman yang asing bagi Hazel. Wajar jika ia masih mengalami penyesuaian. Apalagi karena pengalaman pertamanya yang juga tidak meninggalkan kesan yang baik untuk mereka.
"Sakit tahu Kak." rengeknya dengan bibir yang dibuat manyun.
"Mana gak ada capeknya lagi."
"Mirip first experience sayang. Kan belum pernah lagi sejak itu." jawab Jery asal sambil terus mengeratkan pelukannya di tubuh Hazel.
"Dasar mesum!"
"Mesum sama istri sendiri kan gak dosa sayang." Jery membenamkan wajahnya di ceruk leher Hazel. Membuat gadis itu menggeliat kegelian.
"Bangun yuk, nanti sore kita ada pemotretan majalah kampus lho." Hazel bersusah payah untuk menarik Jaryan bangun, namun masih tak di hiraukan oleh suaminya itu.
...----------------...
Sementara di kediaman Alberto, akhirnya Ny. Muda mereka Issabella Immacullata pulang setelah hampir tiga tahun lamanya.
ia kembali setelah berhasil mendapatkan kontrak eksklusif sebagai brand ambassador produk kecantikan ternama di Paris.
Kontrak itu jugalah yang selama ini membuatnya memilih untuk menetap disana dan menjauhi seluruh hiruk pikuk Keluarga Alberto serta seluruh problematika dirinya tentang sang putra, Khaizan.
"Kamu tahu, aku bahkan lelah mendengarkan si Nyonya sok berkuasa itu selalu mengadukan Khaizan kepadaku. Band tidak jelas lah, gagal menjadi King Sekolah, Gagal dalam cinta, dan segala macam kesalahan Khaizan yang ia buat muncul ke permukaan." Issa telah terbiasa mencurahkan segala keluh kesahnya kepada asisten pribadinya.
Tempat dimana segala rahasianya akan selalu aman, dan bahkan juga mendapat kan penyelesaian.
"Kau tahu, dia bahkan tak memberitahuku kalau Khaizan yang gagal menjadi King di SMU nya itu, malah berhasil menjadi King di kampus selama tiga tahun berturut-turut."
"Prestasinya di kampus bagus, band yang dikelolanya juga sangat potensial. Dan dia juga adalah model sama seperti, meski hanya sebagai model endorsement." kekeh Issa bangga.
Selama ini ia memilih untuk hilang dari peredaran bukan karena ada apa-apa. Tapi ia hanya ingin Khaizan belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.
Karena itulah ia bukan hanya memilih untik tidak pulang. Ia bahkan juga tidak memberi kabar apapun. Ia bahkan dengan sengaja tidak berkomunikasi dengan pihak keluarganya, seperti menelfon, mengirim pesan atau semacamnya.
Semua orang juga terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri, hingga terkadang para penghuni mansion pun lupa bahwa ada anggota keluarga mereka yang sedang tidak bersama dengan mereka.
Namun Issa tidak mempermasalahkannya, karena diam-diam i pun telah mengawasi putranya itu secara diam-diam.
"Tahu rumah juga?" sindir Khaizan yang baru saja muncul di ambang pintu.
Ia sengaja mengikuti wanita itu ke kamar pribadinya untuk mengganggu dirinya yang tengah sibuk membereskan barang-barang serta oleh-oleh yang dibawanya dari luar negeri
"Jangan kurang ajar ya! Gitu cara kamu nyambut Bunda setelah tiga tahun?" bentaknya kesal.
Penerbangan dari Paris ke Amadya memakan waktu hampir sepuluh jam lamanya. ia bahkan belum melepas penatnya setelah terbang, dan sialnya malah di sambut oleh sindiran putranya yang begitu pedas dan menusuk di hati.
"Justru saya yang seharusnya bertanya, setelah bertahun-tahun lupa rumah, Apa Anda masih ingat kalau Anda memiliki putra?" Issa menghembuskan nafasnya kasar.
Notabenenya ia bukanlah seorang yang penyabar. Apalagi untuk menghadapi ocehan Khaizan yang hanya akan membuatnya semakin naik darah.
"Bunda capek, kalau kamu mau cari ribut mending kamu pergi sekarang."
"Bunda ngusir aku? Kenapa, sudah muak yang sama anaknya. Sudah terlalu senang hidup bebas seperti seorang gadis?"
"Tuan Muda..." Nayla, asisten pribadi Issa berniat untuk menyela. Namun Issa melarangnya.
"Kalau gitu ngapain capek-capek pulang? Kalau sama kondisi anak aja gak peduli. Bukannya lebih baik gak pulang aja sekalian?" sindir Khaizan semakin menjadi-jadi.
"Heh, jaga mulut kamu ya? Kalau sampai Papa, Mamamu dengar gimana? Bisa menyesal mereka karena sudah menjadikanmu sebagai anak mereka." Issa berdiri menantang putranya dari jarak yang begitu dekat.
"Ingat ya, saya bawa masuk kamu ke rumah ini supaya kamu bisa dibesarkan sebagai anak laki-laki mereka. Pewaris mereka. Jadi berhenti mencari masalah, berhenti mencari perhatian saya. Karena yang terpenting itu hanyalah bagaimana kamu bisa menarik perhatian mereka dan mewarisi seluruh kekayaan mereka, paham!" ujar Issa penuh penekanan.
"Aku rindu sama Bunda, apa aku salah?" mata Khaizan mulai berkaca-kaca.
"Aku bikin masalah juga demi mendapatkan perhatian Bunda. Kalau aku diam dan nurut, apa Bunda akan tetap ingat aku, apa Bunda akan ingat kalau bunda punya anak?" Khaizan nampak berusaha keras untuk bisa menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Berhenti jadi cengeng Khaizan! Harusnya kamu belajar dari Ciara, kakakmu! Bukannya malah belajar menjadi pecundang yang hanya bikin masalah sana sini!"
"Apa maksud Bunda?" tantang Khaizan tidak terima.
"Jangan kamu kira Bunda tidak tahu kalau kamu gagal dalam segalanya! Bahkan untuk mendapatkan gadis yang kamu inginkan saja kamu tidak bisa!"
Deg!! Issa menyerang telak pada titik kelemahan putranya.
"Ingat Khaizan, nama besar Alberto tidak melekat pada kamu dengan mudah. Jadi manfaatkan itu baik-baik. Berhentilah berbuat onar, dan tunjukkan kalau kamu berguna sebagai anak mereka."
Khaizan menatap sang ibunda dengan tatapan penuh kebencian. Jika ditanya bagaimana perasaannya yang sesungguhnya, pastinya ia juga sangat merindukan sang ibu. Namun melihat perlakuan sang ibu kepadanya, malah membuatnya muak dan semakin lelah.
Mereka sudah terpisah begitu lama, namun bisa-bisanya sang ibunda malah menanyakan progress nya dalam memanfaatkan keluarganya sendiri.
Kenapa ia selalu diperlakukan sebagai seorang antagonis yang merebut milik orang lain? Padahal ia juga ingin bisa memiliki kehidupannya sendiri.
"Andai saya tahu kamu akan bersikap seperti ini, lebih baik saya membawa saudaramu dan bukan kamu. Padahal dia sudah lebih segala-galanya dibanding kamu." Issa semakin memprovokasi Khaizan, hingga membuat anaknya itu semakin hilang kesabaran.
Prankkkk!!! Khaizan meraih vas bunga yang berada di atas nakas dekatnya dan membantingnya ke lantai.
"Kalau Anda memang menyesal membawa saya, lantas kenapa dulu Anda bersikeras. Bukannya lebih baik jika Anda meninggalkan kami pada ayah kandung kami. Setidaknya Anda tidak akan merasa terus-terusan terbebani seperti sekarang." Khaizan menghentak pergi.
Awalnya ia hanya merasa penasaran karena melihat sebuah mobil yang begitu asing berada di halaman mansion. Namun begitu menemukan si pemilik, ia malah merasa lelah hati bercampur muak.
Ibunya masih sama. Masih seorang ibu yang gila akan harta dan bahkan rela mengorbankan putranya sendiri. Ia benar-benar merasa muak. Bahkan semua perjuangannya untuk melawan trauma nya selama ini, terasa seolah sangat sia-sia.
"Padahal rasanya baru kemarin saya bersyukur karena berhasil melupakan wajah Anda." ujarnya sebelum pergi.
"Aaaaaaa......Sial!!! Dasar anak tidak tahu diuntung!!!" Issa menyapu bersih seluruh isi meja riasnya dan menghempasnya ke segala arah.
"Andai kamu tahu seberapa menyesalnya aku meninggalkan kakakmu! Dasar anak sialan!!" umpatnya lagi.