Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Balik
Fajar mulai menyingsing, sinar matahari pagi yang temaram perlahan menembus hutan lebat. Arga, Alya, Lina, dan Damar duduk melingkar di tempat persembunyian mereka, membahas langkah selanjutnya. Kini mereka tak hanya berlari untuk menyelamatkan diri—mereka bersiap untuk menyerang balik Helios, organisasi bayangan yang terus mengejar mereka.
"Kita harus menghancurkan pusat operasi mereka," kata Arga dengan tegas, tatapannya menyapu wajah rekan-rekannya. "Selama markas utama mereka berdiri, mereka tidak akan berhenti memburu kita."
Damar mengangguk sambil membuka peta digital di perangkatnya. "Markas mereka terletak di wilayah terpencil di pegunungan selatan. Kita tidak bisa langsung menuju ke sana tanpa strategi. Mereka pasti memiliki pertahanan yang ketat."
“Pertanyaannya,” Alya menyela, “Bagaimana kita masuk ke sana tanpa ketahuan? Helios memiliki teknologi yang jauh lebih canggih daripada yang kita miliki.”
Lina, yang selama ini lebih banyak mendengar, mengeluarkan perangkat kecil dari tasnya. "Aku sempat mengambil data dari salah satu pos Helios waktu kita melarikan diri. Ada peta jalur akses tersembunyi menuju markas mereka. Kita bisa menggunakan ini sebagai keuntungan."
Arga tersenyum tipis. "Bagus, Lina. Itu akan sangat membantu."
Namun, sebelum mereka sempat menyusun rencana lebih jauh, suara deru helikopter terdengar dari kejauhan. Wajah mereka langsung berubah tegang.
“Mereka sudah dekat!” seru Damar, segera berdiri dan mengemasi barang-barangnya.
“Kita harus bergerak sekarang!” kata Arga, mengambil senjatanya.
---
Kelompok itu bergerak cepat melalui hutan, menyusuri jalur setapak yang jarang dilalui. Mereka tahu bahwa Helios tidak akan berhenti sampai mereka ditemukan.
Di tengah perjalanan, Alya mendengar suara langkah kaki yang berat dari arah kiri. Ia memberi isyarat kepada yang lain untuk berhenti. Mereka segera bersembunyi di balik semak belukar, menahan napas saat sekelompok pasukan Helios melintas hanya beberapa meter dari tempat mereka bersembunyi.
"Mereka memperluas pencarian," bisik Lina dengan suara pelan. "Kita tidak punya banyak waktu."
Arga mengangguk. “Kita harus mencapai sungai di depan. Itu akan menyulitkan mereka melacak jejak kita.”
Setelah pasukan musuh berlalu, mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Saat mereka sampai di tepi sungai, Arga mengarahkan kelompoknya untuk masuk ke dalam air. “Ikuti arus ini sejauh mungkin. Ini akan menyembunyikan jejak kita dari anjing pelacak mereka.”
---
Setelah beberapa jam bergerak di sepanjang sungai, mereka akhirnya tiba di sebuah gua kecil yang cukup aman untuk beristirahat sejenak. Damar mengeluarkan peta elektroniknya lagi, menunjukkan jalur menuju markas Helios.
“Kita sekarang sekitar 20 kilometer dari markas mereka,” jelas Damar. “Tapi medan setelah ini akan jauh lebih sulit. Kita akan melewati kawasan berbatu yang sangat terbuka. Tidak ada tempat untuk bersembunyi.”
“Kita tidak punya pilihan,” kata Arga. “Semakin lama kita menunggu, semakin besar peluang mereka menemukan kita.”
Alya menatap peta dengan seksama. “Kalau begitu, kita harus bergerak di malam hari. Dengan begitu, kita bisa memanfaatkan kegelapan untuk menyembunyikan gerakan kita.”
Semua setuju dengan rencana itu. Setelah menghabiskan waktu untuk makan dan memulihkan tenaga, mereka bersiap untuk perjalanan malam yang berbahaya.
---
Malam itu, kelompok Arga mulai bergerak melewati kawasan berbatu yang disebut Damar. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang berhembus. Mereka bergerak perlahan, menjaga langkah mereka agar tidak menimbulkan suara.
Namun, tiba-tiba, Lina berhenti di tempat. “Tunggu,” katanya, menunjuk ke depan. “Ada sensor gerak di sana.”
Arga segera melihat ke arah yang ditunjukkan Lina. Ia bisa melihat kilatan kecil cahaya dari alat yang tersembunyi di antara bebatuan. “Helios sudah memasang perangkap di sini,” gumamnya.
“Aku bisa mematikan sensor itu,” kata Lina sambil mengeluarkan perangkat hacking miliknya. “Tapi aku butuh waktu beberapa menit.”
Alya dan Damar segera berjaga di sekitarnya, memastikan tidak ada ancaman yang mendekat, sementara Arga membantu Lina dengan mengawasi perangkatnya.
Saat Lina berhasil mematikan sensor, suara aneh tiba-tiba terdengar dari belakang mereka. Mereka semua berbalik dengan cepat, hanya untuk melihat sebuah drone kecil terbang mendekat.
“Drone pengintai!” seru Damar.
Arga tidak berpikir dua kali. Ia segera mengarahkan senjatanya dan menembak jatuh drone tersebut sebelum sempat mengirimkan lokasi mereka. Namun, suara tembakan itu cukup keras untuk menarik perhatian musuh di sekitar.
“Kita harus segera pergi!” kata Arga.
Mereka mulai berlari secepat mungkin, meninggalkan kawasan berbatu itu. Namun, di kejauhan, mereka bisa melihat lampu sorot dari pasukan Helios yang mulai mendekat.
“Cepat! Kita hampir sampai ke lembah!” teriak Damar, memimpin jalan.
---
Setelah perjuangan panjang, mereka akhirnya berhasil mencapai lembah yang tersembunyi, tempat yang mereka yakini sebagai jalur masuk rahasia menuju markas Helios. Mereka berhenti sejenak untuk mengambil napas, tubuh mereka penuh dengan keringat dan debu.
“Ini dia,” kata Lina, menunjukkan pintu logam besar yang tersembunyi di balik semak-semak. “Jalur ini akan membawa kita langsung ke dalam markas mereka.”
Arga menatap pintu itu dengan tegas. “Ini saatnya kita menyerang balik. Tidak ada jalan untuk mundur lagi.”
Dengan hati-hati, mereka membuka pintu logam itu dan melangkah masuk, siap menghadapi apa pun yang menunggu mereka di dalam.
---