Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 : Bukan Sekedar Hiburan
Keesokan harinya, menjelang sore, suasana di mansion keluarga Morgans lebih aktif daripada biasanya. Matahari perlahan merangkak turun, mewarnai langit dengan semburat jingga, memberikan nuansa kehangatan yang terasa hingga ke setiap sudut ruangan. Para pelayan dan pekerja berkumpul di satu tempat, menunggu tuan muda mereka keluar dari kamarnya dan memperlihatkan penampilannya yang memikat. Semua tampak antusias, mereka mengetahui sore itu Sagara akan menghadiri pesta dansa keluarga Rosewood, momen penting untuk memperkenalkan dirinya ke dalam lingkaran sosial bangsawan.
Sagara baru saja keluar dari kamarnya, mengenakan pakaian yang memukau. Kemeja linen putih bersih yang dikenakannya berpadu sempurna dengan rompi polos serta celana pantalon berpotongan sempurna. Mantel biru tua bermotif halus dengan kancing emas menambah wibawa pada sosoknya. Dengan rambutnya yang disisir rapi ke belakang, ia tampak gagah dan elegan. Fransiskus, yang membantunya berpakaian, tersenyum bangga melihat penampilan tuan muda yang begitu mempesona.
Ketika Sagara melangkah keluar dari kamarnya, para pelayan dan pekerja yang sedang berada di lorong seketika mengarahkan pandangan mereka ke arah sang tuan. Mata mereka terpaku pada sosok pemimpin yang saat ini berdiri di hadapan mereka. Kekaguman jelas terlihat dari mimik wajah mereka.
“Lihat! Tuan muda kita tampak sangat tampan dan gagah hari ini,” bisik salah seorang pelayan perempuan kepada temannya. Yang lainnya hanya mengangguk setuju, senyum mengembang di wajah mereka.
Sagara, yang sedikit tidak nyaman dengan tatapan kekaguman itu, tersenyum canggung. "Jangan berlebihan, ini hanya pakaian biasa," ucapnya dengan nada rendah namun tetap ramah. Meskipun begitu, dalam hatinya, ia merasa sedikit bangga dengan penampilannya yang diapresiasi.
Fransiskus yang berdiri di sampingnya, memberikan isyarat halus. “Tuan muda, sudah waktunya kita berangkat. Perjalanan menuju kediaman keluarga Rosewood di Nenvile memakan waktu sekitar tiga jam. Lebih baik kita berangkat lebih awal agar tidak terburu-buru.”
Sagara mengangguk setuju. "Baiklah, mari kita berangkat." Ia pun segera melangkah ke arah luar, diikuti oleh Maho dan Diego. Di halaman depan mansion, sebuah kereta kuda sudah menunggu. Maho, yang bertugas sebagai kusir, duduk di depan bersama Diego, yang kini resmi menjadi pengawal pribadi Sagara.
Kereta kuda mulai bergerak perlahan, meninggalkan gerbang besar mansion Morgans. Sagara duduk di dalam kereta, menyandarkan punggungnya sambil memandang keluar jendela. Jalan-jalan yang mereka lalui berkelok-kelok di antara perbukitan hijau, diselingi pepohonan tinggi yang mengayomi sepanjang perjalanan. Suasana di dalam kereta terasa hening, hanya suara roda yang bergesekan dengan jalan tanah yang terdengar.
Beberapa saat berlalu, rasa kantuk mulai menghampiri Sagara. Untuk mengusir kejenuhan, ia meraih ponselnya dari saku mantel dan mulai bermain game yang tidak membutuhkan koneksi internet. Namun, rasa bosan itu masih belum sepenuhnya sirna.
Tiba-tiba, suara Diego memecah keheningan. “Maaf, Tuan Muda... bolehkah saya bertanya sesuatu?” tanyanya dengan nada hormat, sedikit ragu-ragu.
Sagara yang merasa bosan, merasa senang dengan adanya percakapan ini. "Tentu, Diego. Apa yang ingin kamu tanyakan?"
Diego menarik napas sejenak, lalu berkata, “Mengapa Tuan memilih saya sebagai pengawal pribadi Anda? Saya... saya tidak sehebat prajurit lainnya. Saya bahkan masih berada pada tahap penguasaan awal, masih berjuang untuk memadatkan aura dalam pedang saya. Mengapa saya yang dipilih?”
Sagara tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu. Ia menoleh ke arah jendela, melihat hamparan langit senja yang mulai memerah. “Diego,” ucapnya pelan, “di antara semua prajurit yang hadir hari itu, kamu adalah yang paling sering aku lihat berlatih dengan keras. Setiap pagi, aku melihat kamu berlari di sekitar mansion, bahkan saat prajurit lain belum bangun dari tidurnya.”
Diego tampak bingung. "Apakah hanya karena itu, Tuan?"
Sagara tertawa kecil. "Bukan hanya itu. Ada sesuatu dalam dirimu yang membuat aku percaya bahwa kamu adalah orang yang tepat. Mungkin bukan kekuatanmu yang membuat aku memilihmu, tetapi semangatmu, kesetiaan, kerja keras, dan kejujuran yang terpancar darimu, itu yang paling penting. Aku lebih membutuhkan seseorang yang bisa kupercayai sepenuh hati."
Diego terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan tuannya. Perasaan haru dan bangga memenuhi hatinya. "Saya tidak akan mengecewakan Anda, Tuan Muda. Saya akan melindungi Anda dengan seluruh kemampuan saya," jawabnya mantap.
Sagara tersenyum puas. “Aku tahu, Diego. Aku tahu kamu akan melakukannya.”
Perjalanan panjang menuju kediaman keluarga Rosewood masih berlanjut. Meski rasa kantuk sesekali menghampiri, percakapan tadi cukup membuat suasana di dalam kereta lebih hangat dan menyenangkan. Jalan yang mereka lalui mulai dipenuhi pepohonan besar, menandakan bahwa mereka semakin mendekati wilayah Nenvile.
Sementara itu, pikiran Sagara mulai kembali terfokus pada pesta dansa yang akan dihadirinya. Ia mengingat apa yang telah Fransiskus katakan sebelumnya tentang keluarga Rosewood. Keluarga yang akan menjadi tuan rumah acara itu.
Collins Rosewood, kepala keluarga dengan gelar count, meskipun baik hati dan ramah, dikenal sebagai pria yang kurang tegas. Sagara teringat bagaimana Fransiskus menggambarkannya sebagai pria yang agak pendek dan gemuk, dengan rambut panjang bergelombang serta kumis yang tebal. "Seorang pria yang mudah ditebak," batin Sagara.
Lalu, ada Helga Rosewood, istri Collins yang jauh lebih tegas dan cerdas dibandingkan suaminya. Dia adalah sosok yang sebenarnya mengendalikan sebagian besar urusan keluarga. "Dia wanita yang patut diwaspadai," pikir Sagara, mengingat nasihat Fransiskus.
Tak lupa, putri pertama mereka, Jena Rosewood, yang akan diperkenalkan dalam debutante-nya di acara tersebut. Jena, menurut Fransiskus, adalah gadis yang lembut namun terlalu mudah percaya kepada orang lain. Sagara merasa perlu berhati-hati dalam berinteraksi dengannya, mengingat gadis sepertinya bisa dengan mudah dimanfaatkan oleh orang lain.
Namun yang lebih menarik bagi Sagara adalah putri kedua, Sthania Rosewood. Gadis tomboy berusia dua belas tahun itu tampaknya memiliki karakter yang ceria dan penuh kejutan. Meskipun usianya masih muda, kepribadiannya yang usil bisa saja membuat suasana pesta menjadi lebih hidup.
Di tengah lamunannya, suara roda kereta yang berderit di atas kerikil semakin jelas terdengar. Sagara tahu, mereka sudah semakin dekat dengan kediaman keluarga Rosewood. Rasa penasaran dan sedikit gugup mulai menyelimuti dirinya. Ia tahu bahwa pesta dansa ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga kesempatan emas untuk membangun hubungan antara keluarga Morgans dengan bangsawan lainnya.
Beberapa jam berlalu, akhirnya kereta berhenti di halaman besar kediaman keluarga Rosewood. Malam mulai menjelang, dan cahaya lampu-lampu lentera yang menghiasi halaman depan mansion memberikan kesan mewah yang memikat. Sagara turun dari kereta dengan penuh percaya diri, disambut oleh para pelayan keluarga Rosewood yang sudah menunggu di pintu masuk.
Fransiskus yang menyusul dari belakang dengan menaiki kuda, segera turun, lalu mendekati Sagara dan berkata pelan, "Tuan muda, ingatlah apa yang sudah saya sampaikan. Berhati-hatilah dalam berkomunikasi dengan orang lain di pesta ini. Termasuk dengan keluarga Rosewood, meskipun terlihat ramah, tapi mereka tetaplah keluarga bangsawan yang tidak dapat disinggung."
Sagara mengangguk singkat. “Aku akan mengingatnya, Fransiskus. Terima kasih.” Dengan langkah mantap, Sagara pun memasuki mansion keluarga Rosewood, siap menghadapi malam yang panjang, penuh peluang, dan ketidakpastian.