NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menuju rahasia yang sebenarnya

Doni menelusuri jalan sempit, kaki melangkah cepat, berusaha menyamarkan kegelisahannya. Matahari bersinar terik, tapi dia tidak merasakannya. Fokusnya terpusat pada sosok yang bergerak di depan. Wajah lelaki berkemeja rapi itu mengingatkan Doni pada bayang-bayang lain—pembantu Dr. Smith yang selalu tampak dingin, penuh rahasia.

Dia menyelinap di antara kerumunan, memadukan diri dengan masyarakat setempat saat lelaki itu berbelok ke gang kecil. Apa yang kau sembunyikan? Keberanian tumbuh saat rasa ingin tahunya mengalahkan rasa takutnya. Doni bertanya-tanya tentang uang yang dititipkan dokter kepada lelaki itu. Uang untuk siapa? Apa hubungannya dengan wanita tua di desa?

Pikirannya melayang kembali kepada foto usangnya—wanita tersenyum, wajah cantik dalam bingkai yang telah memudar. Harapan, rasa sakit, dan kerinduan menjadi satu. Dia mendekat, hati berdebar, saat melihat lelaki itu mengetuk pintu rumah tua.

“Bu Tati!” Suara lelaki itu tegas saat pintu terbuka. “Ada pesan dari dokter.”

“Dokter?” Bulat mata wanita tua itu. “Apa dimintanya lagi?”

Doni berhenti, berdiri di balik tembok, telinga terjaga. Suara mereka melayang di luar jangkauan pandangan, tetapi kata-kata mereka menembus keraguan.

“Dia ingin memastikan kamu baik-baik saja, Bu.” Suara itu bergetar sedikit. “Ini uang untuk kebutuhanmu.”

Doni mengerutkan kening. Kebutuhan apa? Ketegangan membuncah saat wanita itu menerima amplop dari tangan si lelaki.

“Mereka banyak bertanya,” lanjut laki-laki itu. “Lebih baik kau tutup mulut. Kamu tahu apa yang terjadi pada mereka yang tidak patuh.”

Kata-kata itu menggigit, membuat tubuh Doni bergetar. Ancaman. Ada bahaya di balik sikap tenang lelaki itu.

“Aku tahu, Tuan. Ingin sekali aku angkat bicara,” jawab wanita tua itu. Suaranya, meski gemetaran, penuh keengganan. “Tapi—”

“Jangan! Mereka bisa menyakiti dirimu.” Suara lelaki itu meninggi. “Dokter tidak tahu rasa sayangnya. Dia hanya ingin menutupi jejaknya.”

Doni mencuri pandang. Rasa ingin tahunya semakin membara saat melihat wanita itu menggelengkan kepala.

“Dia selalu memperhatikanku, Tuan. Selalu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.” Suaranya pecah. “Dia pernah berjanji menjagaku.”

“Janji apa?” Doni berumur dan ambisius. Dia ingin jawaban, ingin memecahkan misteri yang melingkari hidupnya.

“Anak itu, Doni.” Wanita tua itu menatap jauh, seperti melihat masa lalu yang kembali menghantuinya. “Tak seorang pun tahu. Tak seorang pun berani menanyakan namanya.”

Doni tertegun. Namanya? Apa ada hubungannya dengan kisahnya?

“Selama bertahun-tahun,” ujar lelaki itu sambil menyilangkan tangan di depan dadanya, “aku sudah membantu dokter menjaga rahasia ini. Tapi dia tidak tahu bahwa banyak yang mengawasi. Dirimu bisa sangat berbahaya bagi semuanya.”

“Jangan, tolong. Aku tidak ingin berurusan dengan mereka.” Wanita itu terisak.

Doni merasakan sakit dalam dada—ada cerita yang lebih besar dari sekadar harapan dan kehilangan. Dia mengaktifkan nalurinya, mendengarkan dengan saksama.

“Baik. Selama kau diam, aku akan membawa uang setiap bulan. Hati-hati. Mereka mungkin masih mencarimu.” Si lelaki berbalik, melangkah menjauh dengan tautan langkah mantap.

Doni memutuskan untuk mengikuti. Dia harus tahu lebih banyak. Jika keberaniannya tidak membawanya ke dalam kegelapan, mungkin jawabannya justru menanti di depan.

Malam mulai merayap, langit gelap tapi keheningan melingkupi segenap jalan. Doni menimbang kata-kata dan tindakan dari lelaki itu. Apa bellum ini? Mengapa mereka terlibat dalam permainan berbahaya?

Satu lagi kesempatan akan datang saat dia menemukan kembali lelaki itu, diam-diam meletakkan halangan di langkahnya. Hari-hari yang penuh harap bertransformasi menjadi tanah gersang—dibuang ke dalam limbah. Dia harus tahu sebelum semuanya terlambat.

Setelah menelusuri desa dan gang yang penuh bayang-bayang, Doni mencari ke rumah terakhir, penuh dengan lampu remang yang menggambarkan kehidupan dalam kesedihan. Dengan kendaraan ayah yang dijadikan alat bertahan setiap hari, dia tidak ada alasan untuk kembali.

“Aku ingin menjelaskan ini,” Doni menggumam, memutuskan untuk mengikuti lelaki itu hingga ke pintu keputusannya.

Mendekati rumah, suara wanita tua itu mengalun lebih keras.

“Itu anaknya, Bu Tati! Jangan berbicara! Masalahnya terlalu pelik!”

Doni menggigit bibir, berusaha agar tidak kehilangan kesempatannya untuk memecahkan misteri.

“Kenapa dia tidak bisa tahu?” Suara lelaki itu meloncat dalam nada menuntut. “Dia harus melupakan segalanya.”

Doni mengedarkan pandangan sekitar, mencari celah untuk mendengar lebih dekat. Seakan telinga dan matanya menjadi satu.

“Dia berhak tahu, Tuan.” Penuh keberanian, wanita tua itu menjawab. “Dia tidak bisa mengubah takdirnya. Secara alami akan satu pertanyaan akan muncul: Kenapa?”

Doni rasakan getaran di antara mereka. Benarkah? Setiap kata yang terucap menyentuh jiwanya — memicu kerinduan yang terpendam.

Saat dia bersiap bergerak menjauh setelah menyaksikan momen itu, lelaki itu tiba-tiba berbalik. Doni melangkah mundur, menyamar dalam bayang-bayang, tetapi hati serasa terhimpit.

“Ijinkan aku,” lelaki itu mendesak ke dalam.

Satu detik, dua detik, rasa berani memasuki jiwanya. Dia mendorong pintu.

Doni memperhatikan dari jauh, memastikan langkahnya tersembunyi. Bayang-bayang menggelap dan menutupi wajahnya.

“Apa yang kau cari di sini?” suara halus dari wanita tua—itulah saatnya. Bahwa dia menemukan jawaban di antara bayangan.

“Jawaban. Kenapa dia harus terjebak dalam angan?” Glaring perhatian pada lelaki yang mengancamnya.

Doni melihat sekilas, hati bergetar pada harapannya yang menyusut.

Dan seketika, petunjuk berkelas itu menyentuh mentari subuh. Ketika harapan menyatu menjadi suara, saat terbukti bahwa bisikan akan mendengar rahasia.

“Aku harus mencari Doni. Dia bukan hanya anak biasa”

Pandangannya kabur seiring kata-kata itu menghantui langkahnya. Dia akan terus berjuang, tidak ada yang bisa menghentikannya. Akar ceritanya mulai tumbuh, dan Doni bersumpah untuk mendapatkan kebenaran, apa pun harganya.

Sisa gelap malam meliputi desa saat Doni mengambil nafas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya. Dia mengamati lelaki itu memasuki rumah, suara gerutuan wanita tua semakin menjauh. Harapan mencuat, tetapi kegelisahan juga merayap. Informasi yang tertahan menanti untuk dibongkar, berkabung dalam diam.

Lelaki itu keluar sebentar, wajah dingin, mukanya seperti batu. Bukan seseorang yang ingin dia hadapi. Di belakangnya, suara Wanita Tua parau.

“Kenapa kau tidak beritahu dia?” Suara wanita itu penuh emosi. “Dia berhak tahu, Tuan! Jangan anggap dia sama seperti yang lainnya!”

Laki-laki itu menggeram, wajahnya ketat. “Apa kau ingin melihatnya dalam bahaya? Hanya karena rasa ingin tahunya? Kenali situasi sebentar! Kau maklum, dokternya tak bisa menjaga semuanya!”

Doni mengambil langkah mundur, merasa terjebak oleh suara, ketakutan menyelimutinya. Seorang bocah yang tidak berdaya di tengah kekacauan yang lebih besar. Tapi dalam hati, api keberanian memercik, memaksa dia untuk bergerak maju.

Dengan langkah pelan, Doni melangkah lebih dekat, mengikuti gerakan mereka tanpa suara. Dia melintasi batas antara gelap dan terang, menuju ke lorong yang lebih sempit, hingga sepatu kulitnya mencicit di lantai. Apakah suara dia akan membangkitkan keheningan di sekelilingnya atau justru memicu ancaman?

“Ibu, apa yang kau tahu tentang dia?” Si lelaki bersikukuh, menekankan pertanyaannya.

“Banyak yang mesti diceritakan, tapi bukan padamu.” Wanita itu berbisik dengan getaran dalam suara. “Kau tidak mengerti, Tuan. Orang-orang seperti kita sudah melangkah jauh.”

Kematian. Kesedihan. Adakah kecelakaan yang melingkupi kisah ibunya? Doni merasakan getaran di dalam hatinya. Berita seperti ini harusnya tertinggal dalam jendela waktu yang telah lama terbenam. Tetapi di situ, malam itu memberi kesempatan meneliti.

“Bu Tati!” Suara itu kembali, menggetarkan udara. “Kau tahu tidak berapa banyak nyawa yang dijaga di sini? Sepuluh tahun yang lalu aku kehilangan semuanya karena keputusan salah. Jangan biarkan itu terjadi lagi.”

“Semua orang merasa kehilangan, Tuan. Dan aku sama sekali tidak merasakannya di sisa hidupku tanpa peringatan. Mengabaikan pertanyaan yang menyelimuti cuma menjaga diriku sendiri.”

Doni mendengar desah napas wanita tua itu, meniti garis antara harapan dan putus asa.

Dia mendekat, merasakan dada yang bergetar. “Aku... aku ingin tahu tentang ibuku.” Suaranya tidak lebih dari bisikan, tetapi cukup untuk membekas di udara.

Lelaki di depan pintu tergagap, seakan melihat hantu di masa lalu. “Siapa kamu? Lari!” teriaknya mendadak, membuat Doni mundur sejenak, terperangah oleh nada kemarahan.

Wanita tua itu menghadapkan wajahnya, tajam menembus keraguan. “Dia anaknya, Tuan. Biarkan dia mendengarkan. Kebohongan tidak akan membawa kami ke mana-mana.”

Doni merasakan tumpukan emosi, tak pernah mengira akan terjerat dalam drama ini. “Apa maksudmu? Apakah ada hubungannya dengan penyebab kematian ibuku?”

“Mereka menyembunyikan banyak hal, bocah,” Wanita itu menatapnya serius. “Kami semua terjebak dalam bayang-bayang. Setelah semua yang terjadi, dia tidak menceritakan sepatah kata pun.”

“Cukup!” Pria itu berteriak, wajahnya memerah. “Kau tidak tahu risiko yang kau ambil dengan berbicara! Tidak ada ruang untuk rasa kasihan di sini.”

“Dia berhak tahu,” Wanita tua itu bersikukuh, mengabaikan ancaman di udara. “Doni, tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kebenaran. Tetapi hidup dalam kebohongan lebih membunuh.”

Doni terdiam, terayun antara harapan dan ketidakpastian. Suara hatinya menuntut untuk memahami siapa dirinya. Apa rahasia yang tersembunyi? Mengapa wajah ibunya tampak samar dalam ingatan dan kenangan?

“Cobalah mengenang sesuatu,” Wanita tua itu melanjutkan, “Satu nama bisa membawa perubahan. “Aku... aku ingat sedikit,” Doni menyatakan, menahan napas. “Foto itu. Di bingkai usang.”

Wajah lelaki itu mencelupkan bayangan keraguan. Sebuah pilihan terpaksa ada dalam hatinya. Dia terlihat terpedaya oleh suara wanita tua itu, tetapi kekuatannya tidak bisa sepenuhnya hilang.

“Kau ingat siapa yang menggendongmu?” pria itu menyoal, suaranya perlahan menyusut dalam tensi. “Kau mengerti apa yang kau katakan? Jauhkan dirimu dari memori itu.”

“Dia tidak melukainya. “ Ada kesal dalam nada wanita tua itu. “Dia berhak tahu darimana dia berasal. Setiap anak berhak tahu. Itu hak asasi manusia!”

Doni menarik napas dalam. Kalu itu meledak, segalanya akan hancur. “Panggil aku, panggil ibuku,” katanya, berusaha tegar. “Aku ingin tahu siapa dia, di mana dia, dan... apa yang terjadi.”

Silence meliputi ruang, setiap detak jantung Doni mengguncang keheningan. Wanita tua itu menggelengkan kepala, berusaha menahan air matanya.

“Kau adalah keajaiban dan kutukan,” dia berkata lembut. “Satu keajaiban dalam kehidupan. Semua dimulai dari sini, dari tempat ini.”

“Dari sini?” Doni berbisik, merasakan dinding di sekelilingnya bergetar. “Apakah ada di sini yang bisa membantu aku mencarimu?”

Lelaki itu melangkah maju, wajahnya berkerut. “Cease asking questions! Ini bukan tempat dan waktu yang tepat.”

Doni tidak peduli. “Jika bukan waktunya, kapan lagi? Tahan. Beritahu aku. Apa yang kau sembunyikan?”

Pria itu menatapnya tajam, sepertinya memilih kata-kata. “Dia tidak mati seperti yang kau yakini,” ujarnya pelan, suara bergetar tanpa kekuatan. “Dia mengambil jalan yang sangat berbeda. Dr. Smith pernah mengincarnya.”

“Dr. Smith?” Doni merasakan dunia di sekelilingnya bergetar, antara kenyataan dan fiksi. Dendam membakar dalam dirinya, menyala dalam keinginan untuk melindungi sesuatu yang lebih besar. “Kenapa? Apa yang dia lakukan pada ibuku?”

Satu nafas berat terdengar dari wanita tua itu. “Mereka mengeluarkan obat. Ada yang diproduksi untuk menciptakan kebangkitan yang tidak manusiawi. Dia percaya akan potensi itu dan terjebak dalam mimpi buruk.”

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!