NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"mungkin" menjadi akhir bumi

Air danau elips memanjang, bergetar dalam ketidakstabilan yang semakin meresahkan. Di tepi danau, Chris dan Toni bergerak dengan hati-hati, mata mereka tertuju pada tenda militer yang mengelilingi area penelitian Jenderal Fury. Rasa was-was membayangi mereka.

“Mereka pasti meletakkan sesuatu di dalamnya,” bisik Toni, mengamati barisan tentara yang tampak sibuk.

“Seharusnya kita mendapatkan akses ke sana,” Chris merengut, frustrasi. “Mereka tidak tahu apa yang mereka hadapi. Kita harus memberi tahu Allan.”

“Tapi Jenderal Fury tidak akan membiarkan kita masuk!” Toni bersikeras, sambil mencuri pandang ke arah pos jaga.

“Dia sudah mengambil risiko besar dengan mengambil teknologi itu. Kita perlu memperingatkan Allan sebelum semuanya terlambat.” Chris menggenggam bahu Toni. “Kita tidak punya pilihan.”

Toni mengangguk. Mereka berdua sudah merasakan ancaman yang lebih besar daripada kebisingan tentara. Satu-satunya cara untuk memahami apa yang terjadi adalah menyusup ke markas Jenderal Fury.

“Saya melihat sebuah celah di sana,” kata Toni, mengarah ke sudut tenda yang sedikit terbuka. “Kita bisa masuk tanpa terlihat.”

Chris mendesah, mendorong ketegangan di dadanya. “Bisa saja. Tapi kita harus cepat.”

Mereka bergerak menyusuri bayang-bayang malam, memanfaatkan gelap untuk menutupi langkah mereka. Tanpa melewatkan detik, mereka berhasil menerobos masuk. Di dalam, ruang itu tampak kacau. Dokumen berserakan di meja, alat-alat militer bersinar di bawah lampu neon. Di tengah kekacauan itu, dua orang tentara berdiri di depan layar monitor besar.

“Bagaimana bisa alat komunikasi alien ini berfungsi?” tanya salah satu tentara, frustasi.

“Belum ada laporan jelas. Jenderal belum memberi perintah lengkap,” jawab tentara lainnya, menatap layar dengan cermat. “Tapi kita perlu menemukannya secepat mungkin sebelum alien itu tahu.”

“Semua ini adalah kesalahan besar,” Toni berbisik kepada Chris. “Kita harus menghentikan mereka.”

“Dan kita akan melakukannya,” Chris mengangguk, berusaha menenangkan diri.

Mereka menyelinap lebih dekat ke monitor. Tampak sekilas grafik yang berkelap-kelip, ilustrasi gelombang suara tak biasa terlihat di layar. Chris menggigit bibirnya.

“Suara dari luar angkasa?” bisiknya, mengamati.

“Sepertinya itu sinyal. Mungkin mereka sedang mencoba menghubungi sesuatu,” jawab Toni. “Lihat, ada koordinat!”

Chris mengerutkan kening. Jika ini benar, maka Jenderal Fury bermain dengan sesuatu yang seharusnya tidak disentuh manusia.

“Lumpuhkan mereka!” Teriak Jenderal Fury dari luar tenda.

“Cepat, kita harus keluar dari sini!” Chris menarik tangan Toni, berlari ke arah pintu.

Mereka hampir sampai, tetapi tenda bergetar hebat.

“Alihkan perhatian mereka!” Chris meraih sebuah petasan dari kantongnya dan melemparkannya di pojok ruangan.

Letusan petasan menggema di dalam, menutupi teriakan mereka.

“Ke pintu!” Toni menjerit, berlari setelah Chris, jantung mereka berdebar.

Begitu mereka berhasil melarikan diri, mereka berusaha mencari perlindungan di belakang tumpukan kayu yang ditinggalkan.

“Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja,” Toni terengah-engah. “Kita harus cepat!”

“Terlalu banyak yang dipertaruhkan,” Chris menjawab, mencari jalan untuk menuju Allan. “Kita harus mencari tahu apa yang Jenderal Fury rencanakan.”

“Saat kita melakukannya, kita tidak akan sendirian,” suara halus wanita datang dari belakang mereka.

Toni dan Chris berbalik, terkejut melihat seorang wanita berpakaian tentara berdiri di sana, wajahnya ditutupi dengan masker.

“Kau siapa?” tanya Chris, mengatupkan rahang.

“Teman,” wanita itu menjawab, mengangkat tangannya. “Aku di sini untuk membantu.”

“Jika kau berpihak pada Jenderal Fury, jauhkan diri dari kami,” Toni menatap tajam.

“Kau salah, aku tidak akan membiarkannya mengambil risiko.” Wanita itu mengungkapkan jati dirinya. “Namaku Mira. Aku tahu apa yang sedang terjadi di danau ini, dan aku akan membantumu.”

Chris bertukar pandang dengan Toni. “Bagaimana kita bisa percaya padamu?”

“Karena aku adalah satu-satunya yang bisa membawamu ke Allan sebelum Jenderal Fury menemukan bahwa kalian di sini. Dia menginginkan teknologi itu untuk tujuannya sendiri,” Mira berbisik, suara tegas namun penuh urgensi.

Chris menimbang-nimbang. Dalam situasi seperti ini, setiap sekutu bisa jadi berharga. “Baiklah, kamu bisa membawa kami ke dia.”

Tanpa berlama-lama, Mira memimpin mereka menjauh dari tenda, bergerak cepat dan diam-diam. Jalan menuju markas tentara dipenuhi kesibukan, tetapi Mira tahu di mana harus belok, membuat mereka tidak terdeteksi.

Akhirnya, mereka menjumpai bangunan besar di sudut kota, di mana mereka menemukan Allan sedang berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh tools dan komputer.

“Mira!” Allan berseru, wajahnya langsung cerah melihat mereka. “Kau berhasil!”

“Kami tidak punya banyak waktu,” Chris potong, langsung menjelaskan situasi. “Jenderal Fury memanfaatkan teknologi alien, dan kami perlu menghentikannya sebelum semuanya terlambat.”

“Dia tidak hanya mengambil risikonya,” Allan menjelaskan sambil memperlihatkan layar. “Sinyal yang kita tangkap adalah komunikasi dengan dunia lain. Mereka tahu tentang keberadaan kita.”

Toni mencengkram bahu Chris. “Mereka mendengar semuanya. Semua rahasia kita.”

“Dan kita perlu mengamankan teknologi itu sebelum jatuh ke tangan yang salah,” Allan melanjutkan, bersemangat. “Kami harus menghancurkan alat komunikasi itu.”

Mereka bertiga saling bertukar pandang, keputusan seperti petir menyambung jari mereka.

“Jika kalian bersedia bersamaku, kita bisa menghentikannya,” Allan menegaskan.

Chris menatap Toni, kemudian beralih lihat Mira. “Kita semua setuju?”

“Kita tidak punya pilihan,” Toni berkata tegas. “Kita harus bertindak, sekarang.”

Mira angkat suara, “Ikuti aku. Ada jalan masuk ke dalam laboratorium Jenderal. Di sanalah kita bisa menghentikan eksperimen ini.”

Mereka bergerak maju dengan tekad baru. Langkah-langkah mereka terasa seirama, kebangkitan semangat melawan ancaman yang jauh lebih besar. Dalam hening malam, rasa keberanian dan tujuan mengantarkan mereka ke pertempuran yang tak bisa dihindari.

Langit gelap memperlihatkan bintang-bintang yang samar, seolah mencerminkan keadaan hati mereka. Keringat menetes di dahi Chris saat mereka bergerak cepat menuju lab Jenderal Fury, rahasia dan ketegangan menumpuk di sekitar mereka.

Mira berhenti sejenak di depan pintu masuk, menjulurkan tangannya untuk menghentikan langkah mereka.

“Dengar, kita harus cerdik. Banyak mata di luar sana,” katanya, matanya berkilau penuh kewaspadaan.

Chris meneguk ludah, merasakan ketegangan menggigit. “Apa rencana kita?”

“Allan dan aku akan memecahkan sandi di pintu masuk. Kalian berdua harus memastikan tidak ada yang mendekat,” Mira merencanakan, dan langkah cepat menuju pintu lab.

Toni mengedarkan pandangan, memastikan jalur mereka bersih. “Ayo, Chris. Kita tak bisa membiarkan siapa pun melihat kita.”

Mereka bersembunyi di balik semak-semak, mengikuti gerakan Mira dan Allan yang bekerja sesuai rencana. Detak jantung Chris semakin cepat saat melihat wajah Minggu yang Nyata terpapar di layar alat komunikasi alien. Ruang itu seperti bergetar, seolah setiap momen semakin mendekatkan mereka pada kebenaran yang mengerikan.

“Sudah hampir,” Allan berbisik, menatap layar sedalam-dalamnya.

Sebentar, laluan terbuka. Pintu gelap itu terayun terbuka, memperlihatkan jalan menuju dalam lab.

“Tunggu!” Toni memanggil, “Aku mendengar suara.”

Keheningan gagal menutupi derap langkah tentara, mendekat dari arah berlawanan.

“Cepat!” Chris mendorong. “Masuk sekarang!” Mereka berlari memasuki ruangan gelap, pintu menutup keras di belakang mereka.

Di dalam, aroma logam dan minyak memenuhi udara. Layar-layar berkelap-kelip tampak sangat aktif.

“Allan, fokus! Kita harus mematikan alat itu,” Mira memperingatkan, wajahnya serius.

“Di mana alat komunikasi?” tanya Chris, mencari-cari dengan tergesa-gesa.

“Di sana—kita harus menjangkau konsol utama,” Allan menunjuk, matanya tidak berkedip.

Toni melihat ke arah jendela besar yang memantulkan bayangan tentara di luar. “Mereka bisa masuk kapan saja.”

“Jadi, kita harus cepat,” Mira menegaskan.

Mereka bergerak cepat menuju konsol. Sebelum Allan sampai, suara letusan terdengar di luar.

“Apa itu?” Chris terkejut, menghentikan langkahnya.

“Ada yang tidak beres,” Mira berkata nanar. “Kita harus mempercepat ini.”

Allan mengetik cepat, mengumpulkan informasi. “Ini dia! Sinyal komunikasi—“

“Tetap fokus!” suara Jenderal Fury menghentikan aliran percakapan. Ia berdiri di ambang pintu, menatap mereka tajam. “Kau pikir bisa menghentikanku, Allan?”

“Fury!” Toni menggeram, sisa keberaniannya berkobar. “Kami tidak akan membiarkanmu menguasai teknologi itu.”

Jenderal Fury tersenyum sinis, tangannya mengangkat senjata. “Kau tidak punya pilihan.”

Serangan berpindah cepat dengan tembakan yang mengiris udara. Chris mendorong Toni menjauh, perlindungan refleksif yang tidak terduga.

“Kita tidak bisa bertahan di sini!” Mira berteriak, berusaha mematikan alat komunikasi. “Kami harus keluar!”

Allan bergerak cepat, menekan tombol yang mengeluarkan ledakan suara. “Aku akan menonaktifkannya! Lain kali kita bisa melakukan ini!”

Kedua belah pihak saling berhadapan. Dalam detik-detik yang penuh gelora, gelombang suara dari alat komunikasi bergetar, suara paduan tak terduga muncul, menyebar ke seluruh lab.

“Ini sinyal dari luar angkasa!” Chris berteriak, bergulat menahan gelombang suara. “Mereka mendengar kita!”

“Sial!” Jenderal Fury menyumpah, tak berdaya dengan situasi yang tak terduga. Dia malah berbalik, berusaha menutup alat. “Jangan biarkan sinyal itu terbongkar!”

“Ini saatnya!” Toni mengepalkan tangan, berlari ke arah jendela dan melompat. “Lipatkan sayap kalian!”

Suasana menjadi kacau. Chris dan Allan mengikuti kami, menjatuhkan beberapa barang dari meja, menciptakan kebisingan yang cukup untuk membocorkan keberadaan mereka , beruntung mereka bisa lolos karena Allan telah memanipulasi sistem keamanan di tempat tersebut

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!