NovelToon NovelToon
Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Konflik etika / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rurri

Mengejar mimpi, mencari kebahagiaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, Raka harus menghadapi keadaan pahit atas dosa-dosa sosialnya, juga konflik kehidupan yang tak berkesudahan.

Meski ada luka dalam duka, ia harus tetap bersabar. Demi bertemu kemanfaatan juga kebahagiaannya yang jauh lebih besar dan panjang.

Raka rela mengulang kembali mimpi-mimpinya. Walaupun jalan yang akan dilaluinya semakin terjal. Mungkinkah semesta akan mengamini harapannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rurri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bebas

Usai prosesi pemakaman.

Berita tentang khairudin, bertalu-talu di langit distrik tahanan Kota Bahari. Mengabarkan tentang kemenangan abadi yang ia raih. "Mereka yang sudah meninggal merasakan kelezatan sesuatu seperti layaknya makan, minum, juga kenikmatan yang belum terbayangkan oleh kita yang masih hidup. Segalanya terasa nikmat bagi mereka yang berhak. Begitu juga sebaliknya, kesengsaraan disiapkan bagi siapa saja yang melanggar dan menunda taubatnya,” kata Imam masjid blok bawah seiring berjalan bersama mereka.

Mereka, narapidana yang mengikuti prosesi pemakamannya khairudin, memperoleh tema baru untuk di jadikan bahan diskusi.

"Percaya, nggak percaya, kenyataannya demikian." Imam masjid meneruskan obrolannya. "Keduanya ini yang disebut nikmat kubur dan siksa kubur. Kenyataan keduanya wajib diyakini orang Islam. Dan orang Islam wajib meyakini datangnya dua malaikat yang bertanya kepada si mayit tentang Tuhan, Rasul, dan agamanya." Nadanya tegas penuh keyakinan.

"Bagaimana keterangan itu dapat dibenarkan, sedangkan ke-lima panca indra orang yang meninggal sudah mati total," tanya Tegar mewakili.

Mereka yang mendengarkan sepintas menatap Tegar dan Imam masjid, sambil terus berjalan bersama.

Tiba-tiba Imam masjid menghentikan langkahnya, berfikir. "Pertanyaan itu, kerap meragukan keyakinan, tentang nikmat kubur dan siksa kubur. Padahal, keduanya wajib diyakini orang islam." Melanjutkan langkahnya. "Apa yang tengah dilalui orang yang sudah meninggal, memang nggak bisa dirasakan dan dilihat oleh kita yang masih hidup. Kenyataan itu meski nggak bisa dicapai dengan akal. Tapi, kita wajib mengimaninya." Imam masjid meneruskan nasihatnya. "Allah telah menjelaskan hujah-Nya pada keadaan dan pengalaman orang tidur yang mengalami mimpi. Ia melihat dirinya sedang makan, minum, bepergian, berdagang, bersetubuh dan aktivitas lainnya. Semua tindakan yang dialami orang tidur itu nggak bisa dialami oleh kita yang terjaga," ungkap Imam masjid pada kami.

Langkah kami melambat, sekilas kembali menatap Imam masjid, dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu penjelasannya.

"Seperti orang tidur, penghuni kubur juga merasakan nikmat kubur atau siksa kubur." Menebar pandangan pada kami. "Semisal kuburannya dibongkar pun, tentu saja kita nggak akan melihat apapun. Karena, alam kubur itu bagian dari alam malakut, ghaib!" seru Imam masjid. "Kita yang terhijab, tentu nggak bisa menembus pandangan ke sana. Tetapi, ada beberapa hamba-Nya yang memiliki mata batin yang bersih, yang bisa menyaksikan keadaan di alam kubur," pungkas Imam masjid seraya menutupnya dengan mengucapankan. "Wallahu A‘lam, hanya Allah yang tahu."

Kami mengangguk bersamaan dengan menghentikan langkah kaki di blok bawah. Kami kembali menyibukkan diri masing-masing.

Aryanto langsung menuju masjid, membersihkan diri dari lumpur dan menunggu datangnya waktu dhuhur.

Di serambi masjid, pandanganku bereksplorasi menyelisik ke setiap sudut distrik blok bawah. Tanahnya, juga tumbuhannya, juga bangunannya, juga orang-orangnya serta semua dan seluruh aktivitas yang ada.

"Raka ... ." Suara Tegar dari belakang membuyarkan pandanganku.

Aku menengok.

"Aku ikut kamu!" serunya Tegar.

***

Satu bulan kemudian.

Aku, Aryanto dan Tegar di pindahkan ke komplek A. Ruangannya kumuh, jorok, juga bau anyir menyengat kuat, tidurnya berdesakan tanpa spasi. Makanan dan minumannya pun tak layak di konsumsi. Tetapi, biar bagaimana keadaan dan kondisinya di komplek A, kami harus tetap bersabar menerima dan menjalani masa hukuman kami di sini.

Kongkalikong antara petugas distrik dan lurah blok berkolaborasi dengan pak erwin dan supri beserta sepuluh orang lainnya, saat ini, berjalan mulus. Mereka menjadi sindikat baru di tanah Kota Bahari. Di balik layar, bandar narkoba dan bandar judi tambah mentereng. Satu kali klik, melahirkan sengkuni di luar tembok bui. Petugas hukum kerjanya pesta, berfoya-foya sambil menunggu jatah. Hak asasi tinggal kata, hukum telah menjadi barang komoditas di tanah kami.

Malam dan siang, gelap mengkoyak, berkilau memikat. Malam dan siang, hening menjadi obat, terang menjadi petunjuk. Malam dan siang, dua mata pisau tajam, senjatanya pengembara untuk melindungi diri, juga bisa mencelakakan diri. Malam dan siang, diam-diam dapat membunuh hati tanpa bekas. Tanda terbunuhnya tak ada perasaan sedih atas ketaatan yang terlewatkan, juga tak ada perasaan menyesal atas kesalahan.

Siang dan malam menjadi hari. Hari ke hari menjadi minggu. Minggu ke minggu menjadi bulan. Waktu terus berputar, sampai datang waktu yang kami tunggu-tunggu telah tiba.

Kami bebas dari distrik tahanan Kota Bahari.

"Raka!" seru Supri memanggil. "Ayo, ikut dengan kami. Sekarang waktunya kita menjadi billionaire." Tangannya melambai dari jendela mobil mewahnya.

Aku, Aryanto dan Tegar hanya melempar senyum pada Supri.

"Sudahlah, kalian nggak perlu sungkan-sungkan padaku - aku tahu siapa kalian. Jangan menyusahkan diri seperti itu," pekik Supri.

"Supri!" seruku. "Berlarilah sekencang yang kamu bisa, dan raih lah setiap pundi-pundi angka. Kalau kamu merasa sudah mendapatkan semuanya, kabarkan lah pada kami. Apakah dengan cara seperti itu, kamu jadi bahagia?" ucapku pada Supri.

Supri menyeringai dan berlalu pergi dengan menggunakan mobil mewah dari hasil bisnis gelapnya.

Aku, Aryanto juga Tegar berjalan pulang dengan telanjang kaki menuju rumah kami masing-masing.

Malam ini, di depan teras rumah.

Sisa-sisa laron masih terpesona oleh cahaya. Bila malam tiba, mereka akan menjelma sebagai penari malam yang anggun, mengitari lampu-lampu dengan semangat yang menggebu, seolah menari dalam keabadian. Kendati, sesungguhnya, semua kemegahan itu hanya berlangsung dalam sesaat. Dalam kilau cahaya yang memikat, mereka terhempas dan akhirnya terhenti di depan rumahku.

"Sori, Raka." Badannya beraroma alkohol. "Jadi nge-re-po-tin kamu ... ," ucapnya setengah sadar.

1
sean hayati
ceritanyq bagus,jadi ingat masa dulu nunggu kiriman lagu dari seseorang
sean hayati
Setiap ketikan kata author sangat bagus,2 jempol untuk author ya
Rurri: Selamat menunaikan ibadah membaca kak.. 😊☕
total 1 replies
sean hayati
Saya mampir thour,salam kenal dari saya
sean hayati: terima kasih sudah mau membalas salam saya,saling dukung kita ya
Rurri: salam knl juga kak 😊
total 2 replies
tongky's team
Luar biasa
tongky's team
Lumayan
tongky's team
mantap saya suka kata katanya tentang senja dan sepasang merpati
tongky's team
lanjut seru /Good/
Santi Chyntia
Ceritanya mengalir ringan dan pesan moral nya jg dapet, keren kak/Good//Heart/
Choi Jaeyi
cieeee juga nih wkwkk
Amelia
👍👍👍👍👍👍❤️❤️
Rurri
makasih kak, atas pujiannya 😊

karya² kk juga sama bagus²🌷🌷🌷
Amelia
aku suka sekali cerita nya... seperti air mengalir dan tanpa karekter yg di paksa kan👍👍👍
Jecko
Aku tersentuh/Sob/
Amelia
😚😚😚😘😘😘😘
Amelia
mantap...👍👍👍👍
Amelia
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Amelia
wkwkwk...
😅😅
Amelia
hahahaha...🤭🤭
Choi Jaeyi
selalu suka bgt sama kata tiap katanya author😭
Amelia
bagus Thor....👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!