Nasib memang tidak bisa di tebak. ayah pergi di saat kami masih butuh perlindungannya. Di tengah badai ekonomi yang melanda, Datang Sigit menawarkan pertolongan nya. hingga saat dia mengajakku menikah tidak ada alasan untuk menolaknya.
. pada awalnya aku pikir aku sangat beruntung bersuamikan pria itu.. dia baik, penyayang dan idak pelit.
Tapi satu yang tidak bisa aku mengerti, bayang-bayang keluarganya tidak bisa lepas dari kehidupannya walaupun dia sudah membina keluarga baru dengan ku.
Semua yang menyangkut keluarga harus di diskusikan dengan orang tuanya.
janji untuk membiayai adik-adik ku hanya omong kosong belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Saat pergi dari sana, aku masih bisa melihat kemarahan di wajah Rani. Dia protes kepada mas Sigit.
"Kenapa harus menahan ku, perempuan itu harus di beri pelajaran." ucapnya sengit.
Sigit dan ibunya terdiam.
"Ibu juga, apa yang ibu pikirkan?" sentak Rani pada mertuanya.
"Itu, lo... May kelihatan berbeda."
"Berbeda apanya? Aku lihat biasa saja." jawab Rani acuh. Padahal dalam hati, dia juga mengakui perubahan May.
"Masa kau tidak menyadarinya. Lihat saja baju dan tas yang di pakainya. Itu bagus sekali. Dari mana dia dapat uang buat beli semua itu, ya..?" pandangan Bu Karti menerawang seolah menghitung berapa harga perlengkapan yang di pakai May.
"Ibu kenapa heran? Tentu saja dia dapat dari dokter itu. Dari mana lagi? Apalagi keahliannya kecuali merayu orang." Rani mulai merasa mendapat senjata untuk menjatuhkan May.
Mendengar itu hati Sigit menjadi panas. tangannya mengepal.
"Kasihan juga dokter itu sudah menjadi korbannya, May. bersyukurlah karena mas Sigit terlepas dari wanita itu."
Ucap Rani lagi.
"Benar kata Rani, kau harus bersyukur lepas dari dia. tentang Bulan, pada akhirnya dia akan kembali juga padamu." hibur ibunya.
"Ayo kita pulang. keinginan Tara jalan-jalan sudah terpenuhi." ucap Sigit sambil mendorong keponakannya.
"Tapi kita belum beli apa-apa.." Rani protes.
Tapi Sigit terus berjalan tanpa menoleh kebelakang. Dengan enggan Bu Karti dan Rani mengikutinya.
"Sial..! Gara-gara wanita itu acara kita jadi gagal." omel Rani dengan kesal.
"Iya, ibu jadi penasaran. Kita harus memata-matai dia, Ran." tukas Bu Karti.
"Ibu benar kita harus menangkap basah perbuatannya dengan dokter itu. Belum juga resmi bercerai dari mas Sigit dia sudah bertingkah." Rani menambah keruh suasana.
Kedua wanita menyusun rencana untuk mempermalukan May.
Sampai dirumah, Sigit langsung masuk ke kamarnya. Bayangan May bersama dokter Agam kembali mengusik ya. Apalagi saat ingat Bulan tidak perduli dengan dirinya malah lengket pada dokter itu.
Tanpa sadar dia memukul meja di kamarnya.
"Kau sudah membuatku sakit, May.
Jadi ini rencanamu dari awal, kau sengaja menciptakan suasana agar aku berjanji untuk setuju bercerai. ternyata itu hanya untuk bersama dokter bajingan itu." Sigit meratapi nasibnya. dia terus menyalahkan May atas semua yang terjadi.
Perceraian sudah di depan mata, tinggal menunggu sidang terakhir. Setelah itu May akan sah menjadi janda. Membayangkan hal itu membuat Sigit kalap.
"Tidak, aku tidak akan menceraikan mu. Enak saja. Aku akan mencari cara agar kau tidak bisa lepas dari ku. Sampai mati pun kalian tidak akan pernah bersama...!"
Tanpa sepengetahuan Sigit. Rani dan mertua nya diam- diam menyambangi kediaman May.
mereka sengaja berhenti di warung depan rumah May.
Tidak ada yang mengenalinya karena mereka menggunakan kaca mata hitam.
"Tidak ada yang mencurigakan tuh,." bisik Bu Karti.
"Sabar, Bu. Sebentar lagi pasti mereka akan kelihatan." jawab Rani tak kalah pelan.
"Maaf, kalian dari mana? Saya tidak pernah melihat kalian di daerah sini." ujar Mpok Minah si empunya warung
"I-iya.. Kami memang orang baru. Maksudnya kami sedang mencari pelanggan." jawab Rani gugup.
"Pelanggan? Pelanggan apa?"
Rani gelagapan harus menjawab apa, padahal barusan dia asal bicara.
"Pelanggan untuk menawarkan barang dagangan kami.* Bu Karti meralat ucapan Rani sambil menyenggol lengannya.
Mpok Minah mengangguk.walau di hatinya merasa ada yang aneh. Dia abaikan saja.
Pada saat yang sama, pagar rumah May terbuka. Mata Bu Karti dan Rani membulat.
"Apa ku bilang, mereka pasti keluar dari sarangnya." bisik Rani dengan yakin.
"Kalian bisik-bisik apa?" Mpok Minah Muali curiga.
"Ooh, tidak ada. Kami cuma mengagumi mobil bagus itu. pemiliknya pasti kaya raya, iya, kan?" desak Rani tak sabar.
"Ituuu? Itu mobil pak Dokter. Pak dokter dan May memang orang baik. mereka pasangan serasi. Semoga Allah menjodohkan mereka." ucap pok Minah di depan Rani.
"Oh, orang baik..? Baik apanya? Yang ada aku pingin muntah mendengarnya." batin Rani.
"Tapi bukannya May itu masih berstatus istri orang? Kok bisa mereka menjalin hubungan sedekat itu." celetuk Bu Karti emosi.
Itu sih berita. Bahkan yang saya dengar. mertua dan ipar nya May itu sangat jahat.. Saya sampai emosi mendengar kisah ya. Andai mereka ada di depan saya saat ini saya Jambak tuh rambutnya.* ucap Mpok Minah kesal.
Rani dan mertuanya saling pandang. Mereka bergidik ngeri.
apalagi Bu Karti sangat marah.
"Aku pikir dia wanita lugu. Tapi nyatanya dia sudah mengumbar aib keluarga ku. untung saja mereka hampir berpisah." umpat Bu Karti salam hatinya.
"Mereka mau kemana, Mpok?" Bu Karti ikut penasaran melihat mobil itu bergerak pergi.
"Yang saya dengar. Mba May menyewa sebuah rumah yang lebih besar. karena di rumahnya sudah tidak muat oleh usahanya yang semakin ramai. Mungkin mereka mau mengecek rumahnya."
Rani dan Bu Karti kembali saling pandang.
Serentak mereka bangkit dan menuju tempat motor di parkir.
"Eeh, tunggu dulu. Mana bayarnya? Enak saja makan gratis. penampilan boleh saja oke, tapi kalau makan, bayar dong.!"
Dengan malas Bu Karti mengeluarkan uang.
"Lho, mba yang satunya?" tagih Mpok Minah kearah Rani.
Dengan kesal ia mengeluarkan uangnya juga.
Setelah Mpok Minah berlalu.
"Ibu pelit banget sih? Kenapa gak sekalian bayarin.." keluhnya.
"Kita dalam keadaan susah. Kau ada uang tapi tidak pernah mau keluar uang, bahkan untuk keperluan Tara." ketus Bu Karti. Sebenarnya dia jengkel atas sikap Rani. Tapi apa mau di kata, semuanya sudah terjadi. Semua adalah pilihannya.
"Maaf, Bu.. " jawab Rani terkekeh. Serangan Bu Karti telak menampar nya.
"Ayo cepat. Jangan sampai kita kehilangan jejak."
Mereka kembali membuntuti mobil dokter Agam.
"Lo, Ran.. Bukannya ini menuju arah rumah kita?" Bu Karti kaget.
"Iya, Bu. Sebenarnya di mana rumah yang mereka maksud itu." gumam Rani.
Tiba di tikungan mereka baru sadar.
"Ini kan, perumahan baru. Masa iya May mampu membelinya? Uang dari mana? Gawat. Ini pasti ada kecurangan. dokter itu pasti korupsi untuk membantu May membelinya." ujar Rani dengan semangat.
"Ini tidak bisa di biarkan...!" Rani memukul telapak tangannya sendiri.
"Lalu kenapa kita berhenti di sini? Ayo cari yang mana rumahnya." teriak Bu Karti.
Mereka berkeliling perumahan yang baru sebagian jadi itu. Tapi tidak menemukan May.
"Kenapa sih nasib selalu memihaknya? Dulu dia mendapat cinta mas Sigit pria yang aku cintai, bahkan sampai saat ini. Dan sekarang setelah dia mencampakkan mas Sigit, dia mendapat dokter Agam. seorang pria berwibawa, tampan, sedang aku? nasib ku sangat jelek. sudah mendapatkan Didit, sekarang harus menjanda, lagi. Ah, May... kenapa sih?" Rani terus menyesali nasib baik yang menimpa May. sedang dirinya tidak.
Karena asik melamun. Dia tidak fokus pada jalanan di depannya. Saat itu ada segerombolan kambing yang di lepas pemiliknya. Rani hampir saja menabraknya. Dia berhasil menghindar tapi naas. Motornya terjungkal dan mereka berdua jatuh bertindihan.