Agen Rahasia Dan Anak Genius

"Kenapa Bu Susi?" tanya bapak kepala sekolah.

"Tidak ada apa-apa Pak. Aku hanya merasa bangga dengan triple A. Pasti orang tuanya mendidiknya dengan begitu baik," jawab Bu Susi.

"Ibu benar, pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Di sekolah tugas kita mendidik mereka. Sementara di rumah giliran orang tua mereka. Tapi kebanyakan orang tua lalai dalam mendidik anak, sehingga mereka menjadi anak yang angkuh dan berperilaku buruk," ucap bapak kepala sekolah.

Bu Susi tersenyum. Dia sendiri belum menikah, jadi tidak tahu kedepannya seperti apa kalau sudah memiliki anak?

Bel sekolah pun berbunyi. Anak-anak yang satu kelas dengan triple A yang biasanya berlarian, kini mereka malah terlihat tertib.

"Ada apa ini? Kenapa mereka semua tidak seperti biasanya?" tanya Arjun.

"Nggak tahu, mungkin matahari terbit dari Barat," jawab Archer.

Bahkan saat duduk pun, mereka tidak ribut seperti biasanya. Mereka mengikuti cara triple A bersikap.

"Selamat pagi anak-anak," ucap Bu Susi.

"Selamat pagi Bu guru," jawab mereka serentak.

"Ibu dan guru-guru lainnya juga sependapat dengan usulan triple A. Jadi mulai sekarang kita sisihkan seribu perak dari uang jajan kalian untuk membantu anak-anak lain yang dalam kesulitan. Dengan demikian, selain beramal, kita juga bisa membantu meringankan beban mereka," ucap Bu Susi.

"Iya Bu, kami semua juga setuju," jawab mereka serentak.

Sekarang yang terkumpul sudah lumayan banyak. Karena setiap murid menyumbangkan seribuan perorang.

"Tapi kalian harus izin dulu kepada orang tua kalian. Jangan sampai nanti orang tua kalian marah karenanya," kata Bu Susi.

Mereka pun mengangguk bersamaan. Mereka berpikir, hanya karena uang segitu tidak mungkin orang tua mereka marah. Apalagi mereka dari kalangan menengah ke atas.

"Baiklah, sekarang kita mulai pelajaran," kata Bu Susi.

Mereka pun memulai pelajaran. Satu setengah jam kemudian waktu istirahat pun tiba. Mereka malah berkumpul dan mengajak triple A untuk ke kantin sekolah.

Masing-masing ingin mentraktir triple A. Tapi triple A menolak karena mereka sudah membawa bekal dari rumah.

"Maaf ya semuanya, kita sudah bawa bekal dari rumah. Kami sudah terbiasa bawa bekal dari rumah," kata Arjun.

Mereka pun tersenyum, lalu keluar dari kelas dan pergi ke kantin sekolah. Karena mereka tidak ada yang bawa bekal dari rumah.

Dalam sekejap triple A sudah menjadi idola mereka. Apalagi sejak kejadian kemarin yang berhasil mengalahkan para pembully.

"Yuk ke tempat biasa," kata Arden.

Mereka pun keluar dari kelas setelah para murid semuanya keluar. Di depan kelas, mereka bertemu bapak kepala sekolah.

"Kalian tidak ke kantin sekolah?" tanyanya.

"Tidak Pak, kita sudah bawa bekal," jawab Arden.

"Nanti setelah selesai sekolah bapak ingin ketemu kalian," kata bapak kepala sekolah.

"Baik Pak," ucap mereka serentak.

Lagi-lagi bapak kepala sekolah tersenyum, karena mereka begitu kompak. Bapak kepala sekolah sampai membayangkan sekiranya punya anak kembar, pasti akan seperti itu juga.

Triple A pun permisi. Karena mereka ingin ke tempat yang nyaman menurut mereka. Sesampainya di tempat itu, mereka pun duduk dan mulai makan.

Setelah selesai makan, ponsel Arden berdering pertanda panggilan masuk. Arden melihat nama pemanggil yang ternyata adalah papa nya.

"Halo Pa, ada apa?"

"George datang ke perusahaan papa. Dia memohon untuk di kembalikan perusahaannya."

"Papa sendiri bagaimana? Papa juga bisa kok memulihkan nya."

"Kalau Papa sih, ingin memberikan pelajaran kepadanya terlebih dahulu. Tapi kalian sendiri bagaimana?"

"Kita juga sama. Oh iya Pa, sudah dulu ya, kita mau masuk kelas."

Belum sempat Dewa menjawab, panggilan telepon sudah terputus secara sepihak. Kemudian triple A pun langsung kembali ke kelas.

Sementara di perusahaan ...

Dewa yang baru saja datang ke perusahaan langsung di hampiri oleh George dan Mira. Mereka sejak tadi menunggu kedatangan Dewa.

Kini Dewa dan kedua tamunya sedang berada di ruangan Dewa. Karena Dewa tetap menyambutnya dengan baik.

"Maaf Tuan Geo. Yang bisa memulihkan perusahaan kalian hanya putra-putra ku," kata Dewa berbohong.

"Tolonglah Dewa. Jika terus berlanjut, maka perusahaan ku bakal bangkrut," kata George.

"Bukankah kalian orang yang berkuasa? Masa masalah seperti ini saja tidak bisa diatasi?" tanya Dewa.

George dan Mira tertunduk. Mereka selalu membanggakan diri sebagai orang yang berkuasa. Namun saat ada kejadian seperti ini, mereka malah tidak berdaya.

Dewa memutar-mutar pulpen miliknya. Dia tersenyum miring melihat reaksi George dan Mira yang tidak berdaya karena perusahaan mereka semakin rugi.

"Aku sudah mencoba membayar orang untuk memperbaiki sistem perusahaan ku, tapi orang itu juga tidak mampu," jawab George dengan tertunduk.

"Makanya jangan sombong jadi orang. Itu baru anakku yang turun tangan. Bagaimana jika aku? Mungkin perusahaan mu hanya tinggal cangkang kosong," kata Dewa.

"Tolonglah, aku tidak ingin bangkrut karenanya. Lagipula, anakku sudah menerima hukuman dengan di bawa ke pusat rehabilitasi anak," kata George.

"Begini saja, kalian pulang dulu. Nanti aku minta putra ku untuk memulihkannya," kata Dewa.

George dan Mira pun tersenyum senang. Kemudian Dewa meminta Jerry untuk mengantar tamunya keluar.

"Huft, tunggu beberapa hari lagi. Biar mereka tahu siapa yang paling berkuasa?" gumam Dewa.

Dewa pun melanjutkan pekerjaannya. Hari ini dia terlambat datang ke kantor karena tadi ada urusan di rumah.

Tok ... Tok ... Tok. Pintu ruangan Dewa di ketuk.

"Masuk!"

Pintu terbuka perlahan, kemudian Jerry pun masuk. Dewa mendongak sedikit, kemudian kembali fokus memeriksa dokumen miliknya.

"Tuan, tamu nya sudah saya antar sampai ke lift," kata Jerry.

"Hmm. Apa agenda ku hari ini?"

"Tidak ada Tuan. Tapi besok kita akan keluar kota untuk meninjau lokasi yang akan di bangun hotel."

"Sepertinya aku tidak bisa. Sebaiknya kamu pergi bersama Josua saja. Bonus kalian dan gaji akan aku tambah."

"Tapi Tuan ...."

"Kalau tidak ada apa-apa lagi, silakan keluar."

Jerry pun menunduk hormat, tadinya dia ingin protes, namun Dewa memintanya untuk keluar. Jerry pun keluar dari ruangan Dewa.

"Kenapa?" tanya Josua.

"Tuan Dewa meminta kita yang pergi keluar kota. Bonus dan gaji ditambah," jawab Jerry menirukan perkataan Dewa.

"Yes. Bagus dong. Tapi kenapa kamu terlihat tidak senang begitu?" tanya Josua.

"Masalahnya, yang paling diperlukan adalah Tuan Dewa."

"Nggak apa-apa, aku bisa mengatasinya. Lagipula hanya meninjau lokasinya, kan?"

Jerry mengangguk, kemudian ia berlalu dari situ dan segera masuk ke dalam ruangannya. Josua pun masuk ke dalam ruangan Dewa.

"Biasakan mengetuk pintu sebelum masuk," kata Dewa.

"Maaf Tuan." Josua kembali keluar lalu mengetuk pintu. Baru setelah itu ia pun masuk.

"Katakan!"

"Tadi Jerry mengatakan ...."

"Benar, besok kalian berdua yang pergi. Aku ada urusan lain yang perlu diurus," potong Dewa.

Josua tersenyum, karena jika Dewa sudah menjanjikan bonus dan gaji ditambah, pasti Dewa tidak akan main-main.