Warning.!!! 21+
Anindirra seorang single parent. Terikat perjanjian dengan seorang pria yang membelinya. Anin harus melayaninya di tempat tidur sebagai imbalan uang yang telah di terimanya.
Dirgantara Damar Wijaya pria beristri. Pemilik perusahaan ternama. Pria kesepian yang membutuhkan wanita sebagai pelampiasannya menyalurkan hasratnya.
Hubungan yang di awali saling membutuhkan akankah berakhir dengan cinta??
Baca terus kisah Anindirra dan Dirgantara yaa 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon non esee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Bu Rahma sedang menunggu kedatangan Anak dan Cucunya di ruang tunggu khusus yang berbeda dari penumpang lainnya. Setelah di jemput Supir yang di kirim Dirga untuk membawanya ke Bandara.
Beberapa orang petugas Bandara memperlakukannya dengan hormat, mereka mengetahui kalau perempuan berumur itu adalah keluarga dari Dirgantara Wijaya yang mempunyai nama besar dan memiliki 30 % saham di perusahaan penerbangan ini. Dengan di temani Pak Dadang yang menunggu tidak jauh dari ruangan itu.
Tak lama, terdengar teriakan nyaring Anak kecil memanggilnya.
‘’Neneeeekkk... Ea dataaannngg..." Gadis mungil itu berlari mendekat ke arahnya dan langsung duduk di pangkuannya. Senyum cerah tesungging di bibir mungilnya bersamaan munculnya Anin dan pria yang belum di ketahui namanya.
"Bu, maaf. Harus menunggu lama."
Anin menjelaskan dengan ikut duduk di sampingnya.
"Sebelum ke rumah sakit, Mas Dirga membawa Alea bermain sebentar ke Playground di mall."
"Mas Dirga?" Bu Rahma bertanya sambil arah matanya melirik ke Dirga yang sedang bicara serius kepada seorang laki-laki berseragam resmi yang menyambut kedatangannya.
"An, sepertinya kekasihmu itu bukan orang biasa ya?" Ibu bertanya pelan kepada Anin.
"Namanya Dirgantara Damar Wijaya Bu, Dia pemilik perusahaan tempat Anin bekerja."
‘’Ohh, ya Tuhan!" Bu Rahma terkejut. Dua tangannya menutup mulutnya yang membulat.
"Pantas saja. Di sini, Ibu di perlakukan seperti Nyonya besar." Bu Rahma tertawa pelan.
"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" Bu Rahma bertanya.
"Belum lama Bu."
"Maaf Bu Anin harus merahasiakannya."
"Baiklah Nak, yang terpenting dia mau menerima keadaan kita dan bukan suami orang. Maaf, Ibu mengkhawatirkan banyak hal."
"Degg!!"
Anin merasa tersentil hatinya. Sungguh ia sangat dilema. Ia tidak mau di anggap perusak rumah tangga orang. Apa lagi di cap sebagai pelakor. Membayangkannya saja, sudah membuatnya merinding. Tetapi ia juga tidak bisa melepaskan diri dengan situasi sekarang.
"Ya, Bu." pembicaraan mereka terhenti saat Dirga datang mendekat ke arahnya. Ikut duduk, bersebrangan di sofa yang sama dengannya.
"Bu, keberangkatannya 20 menit lagi. Setelah sampai di Bandara Adi Sumarmo akan ada orang-orang ku yang berada di lapangan, akan menjemput dan mengantarkan Ibu sampai tujuan. Ibu tak perlu mencari taksi ataw naik kendaraan lainnya."
Dirga mengeluarkan amplop coklat dari dalam saku jaketnya. Ia menggeser amplop coklat itu ke arah Bu Rahma.
"Bu terimalah." Nampak Bu Rahma sungkan untuk menerima amplop yang di berikan Dirga.
"Jangan Nak, Anin sudah memberikan bekal yang cukup untuk Ibu." Bu Rahma menolak dengan halus
"Mohon di terima Bu.. Setidaknya itu untuk kebutuhan Putriku selama di sana."
Anin menganggukkan kepalanya pelan ketika Bu Rahma menatapnya.
‘’Kemari sayang, sama Papi dulu."
Tangannya terulur meminta Gadis mungil itu agar pindah ke pangkuannya. Alea turun dari pangkuan Neneknya beralih ke pangkuan laki-laki yang sudah di anggap Papinya.
"Papi pasti merindukan mu.." Dirga menciumi pipi Gadis mungil itu setelah beberapa jam merasakan kebersamaan mereka.
"Hati-hati Bu, semoga selamat sampai tujuan." Anin mencium tangannya.
"Dan anak Mama gak boleh nakal ya... Harus nurut sama Nenek."
‘Ya Mama.."
Mereka melepas keberangkatan Ibu dan Alea setelah proses ( Check-in ) dan barang barang selesai masuk bagase.
“Dadaaa Mama..."
“Dadaaa Papi..."
*
*
Di lain tempat. Seorang perempuan tengah menikmati makan siangnya sendirian. Ia sudah tidak duduk di atas kursi roda lagi. Dan ia sudah tidak berpura-pura lagi kalau ia tidak bisa berjalan.
Menuruni anak tangga dari lantai dua, ia berjalan gemulai tanpa ada beban. Seolah tidak terjadi apa-apa. Ia berjalan menuju ruang makan meminta Bik Asih menyiapkan hidangan makan siang.
Seluruh pekerja di rumah ini terkaget-kaget ketika mengetahui Ratna sudah bisa berjalan normal. Reaksi mereka berbeda-beda. Ada yang terkejut, dan ada juga yang meresponnya dengan biasa saja. Tak lain adalah Lia.
Seorang asisten rumah tangga yang di tugaskan melayani Ratna.
Dari pertama ia di kirim Bayu datang ke rumah ini. Lia sudah mengetahuinya. Ia pernah memergoki Ratna berdiri di balkon kamar saat sedang menelfon seseorang.
"Nyonya sudah bisa berjalan?" Bik Asih bertanya begitu antusias kepada Ratna. Raut wajah senang ia tunjukkan walau pun Ratna menjawabnya dengan biasa.
"Ya, Bik. Siapkan makan siangku, sudah lama aku tidak makan di meja ini." Ratna bicara sambil melirik Lia yang berada tidak jauh dari meja makan dengan wajah sinis.
"Biar saya siapkan Nyonya." Lia mendekat hendak melayani Ratna. Sebelum tangannya menyentuh piring.
"Tidak perlu! Aku bisa sendiri. Aku bukan perempuan cacat dan kamu tau itukan?" Ucapan Ratna mengandung sindiran. Ratna berpikir pelayannya yang bernama Lia itu pasti sudah mengadukan prihal yang ia lihat kepada Bayu.
Sepulangnya dari bandung Ratna sempat mengurung diri dalam kamar. Dia tidak membukakan pintu ketika Lia ingin membawakan makan malam dan sarapannya pagi ini. Berapa kali Lia mencoba mengetuk pintu, tetap tidak di bukanya.
Takut terjadi hal yang buruk terhadap Ratna. Lia memilih mengabari Bayu. Pria yang memberinya tugas untuk membantu, mengawasi dan melaporkan jika terjadi hal buruk. Lia juga harus menanyakan apa akan ada terafis yang datang hari ini.
Lia mematuhi apa yang di sampaikan sang asissten kalau tidak akan ada lagi terafis yang datang. Dan memerintahkannya agar membiarkan Ratna tetap berada di dalam.
"Baik, Nyonya. Saya berada di belakang kalau Nyonya membutuhkan saya." Lia tetap bersikap sopan walaupun perempuan itu menunjukkan sikap tidak
suka.
****
Bersambung ❤️
karna saya sadar diri..
saya ga bisa nulis cerpen..
hee