NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 30

Suara ketukan terdengar. Kukira dari pintu yang diketuk ibu. Ternyata dari jendela, tempat biasa kepala Yoru bertahta. Ini masih sore hari. Aku belum salat Asar. Sebab kamar mandi ada di ruangan yang harus dilalui lewat dapur. Ibu pasti masih di sana. Apakah ia menangis sepertiku? Seorang anak tunggal yang dianggap cahaya satu-satunya, belum mampu membanggakan namun seenaknya menabur pedih.

Udara ketukan kaca jendela terdengar lagi. Mau apa dia sore-sore ke sini? Tidakkah ia mengerti kondisi. Ya, mana mungkin orang sepertinya mengerti hal semacam ini. Entah luka baru apa lagi yang akan aku saksikan setelah membuka jendela kamarku, pada raga kenalnya. Yoru.

Lima cangkang kerang berjejer rapi di jendela. Kusingkirkan terlebih dahulu dan memasukkannya ke dalam laci agar tidak terjangkau pandangan si pemberi. Ia tak harus melihat memberiannya dijaga rapi-rapi.

"Apa?" tanyaku lemas.

Mungkin mataku masih sembab. Sebab tangisan tanpa suara itu merengkuh teramat dalam. Teramat lama. Sekalipun tidak sampai membuat hari berganti. Namun, rasanya memang begitu lama.

"Di mana kerang-kerangku?" Pertanyaan pembukaan yang dilontarkan sambil melihat jendela yang seharusnya dijejeri lima kerang.

"Kamu mau mengambilnya lagi?" Aku balas dengan pertanyaan juga.

Yoru menggeleng. Kali ini ia menanggapi perkataan dengan benar. Bukan lagi berbicara tak tentu arah, seperti debu-debu di antara angin puting beliung. Mungkin semesta sedang mendekap Yoru agar bersikap sedikit lebih baik.

"Lalu?" Segera kubuka kembali laci tempat lima kerang itu tersimpan. Padahal, belum sampai satu menit mereka berada di dalam sana. "Ini, masih bagus tanpa cacat. Aku tidak membuangnya. Tenang saja."

Yoru memegang salah satunya. Lalu kerang lainnya. Satu persatu. Semuanya. Seperti memastikan benda pemberiannya itu tanpa lecet. Kemudian Yoru tersenyum. Teduh sekali. Selayaknya ia di bawah rembulan bersanding aroma bunga sedap malam itu. Seperti tempat yang cocok untuk berteduh dari hujan kepedihan.

"Shinea tidak jelek. Jangan menangis," ujar Yoru tanpa ekspresi.

Sejak kapan Yoru mampu menjelma malaikat penghibur gundah seperti ini? Sederhana, namun melekat bak selotip pada lubang pasrahku. Yoru bukan Niji, yang bisa terang-terangan menyampaikan kata-kata penyemangat. Juga bukan Kai, yang menenangkan dengan tindakannya. Ia tetaplah Yoru. Manusia tidak jelas yang selalu tidak nyambung diajak bicara, lebih tepatnya sengaja tidak menanggapi orang dengan respon yang sesuai.

"Terima kasih, Yoru. Aku sudah tidak menangis. Aku juga senang, kali ini tidak melihatmu dengan luka baru lagi. Sayangi kulitmu. Kau masih terlalu muda untuk hidup dengan penuh bekas luka."

Yoru tidak menanggapi. Ia kembali meraih salah satu cangkang kerang. Lantas melihatnya lamat-lamat. Senyuman tipisnya tersungging lagi untuk yang kedua kalinya.

"Yoru," panggilku.

"Hm," jawabnya singkat namun membuatku senang.

"Apa yang kamu lakukan dengan nenek Mei? Benarkah kamu telah mendorongnya? Seharusnya, kemarin aku berkunjung ke rumahnya untuk memastikan. Tapi, tidak ada siapa pun di sana. Seorang tetangga berkata bahwa ia sedang ke pasar."

"Iya," jawab Yoru singkat.

"Iya untuk bagian apa?"

"Aku mendorong orang tua itu."

❀❀❀

Berbagai olahan makanan laut terhidang di atas karpet makan. Tempat aku, ibu dan bapak biasa makan bersama. Aku memutuskan ke luar sambil membawa piring kotorku karena waktu magrib hampir tiba, sedangkan ibadah salat Asar belum aku kerjakan.

Ibu dan bapak telah duduk lesehan di sana. Semuanya makanan favoritku. Seafood. Ada berbagai macam. Seharusnya porsi untuk lima orang lebih. Sedangkan, hanya ada kami bertiga di sini.

"Makan malam sudah siap, Cine. Makan, yuk!" ucap bapak.

"Mau salat Asar dulu, Pak." Aku berlalu dengan langkah cepat.

Bapak tidak berkomentar. Tentang anaknya yang salat Asar mepet magrib. Pasti ibu sudah menceritakan semuanya.

"Kira-kira, Niji sudah makan malam belum, ya?" Bapak bertanya.

"Nggak tahu, Pak," jawabku tanpa melihatnya, sebab menyebutkan nama seseorang yang menggangguku.

"Ajak dia makan di sini aja, Cine. Makanan kita nggak mungkin habis kalau dimakan bertiga," ujar bapak.

Aku menarik napas. Menghentikan setengah sendok nasi yang terambil. Ibu tak berkomentar. Lebih memilih untuk mencuci sisa piring tadi siang.

"Cine bisa kok habisin semuanya," jawabku malas, seraya kembali mengambil satu setengah sendok nasi yang telah berada di piring.

Bapak mengernyitkan dahi. Sebenarnya, bapak akan bersikap lebih lembut jika mengetahui bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. Walaupun tidak akan menanyakan detail tentang apa yang menggangguku perasaanku. Ia seperti Kai, menunjukkan rasa peduli lewat sikap.

"Yakin, habis? Kok belum dimakan lagi. Masih banyak, tuh," ucap bapak.

Perutku benar-benar seperti mau meledak. Bapak dan ibu telah selesai makan. Hanya aku yang melanjutkan misi menghabisi seafood yang masih melimpah. Bagaimana ini? Jika tidak habis, maka bapak akan kembali memintaku untuk berurusan dengan Niji.

"Udah?" Bapak bertanya lagi.

Terpaksalah aku mengangguk, "Tidak bisakah kita simpan sampai besok untuk dihangatkan? Aku masih mau memakannya besok." Aku beralasan.

"Besok mah sudah tidak segar lagi. Tidak akan seenak ini jika dihangatkan. Memangnya kenapa? Biasanya kamu selalu senang berbagi dengan Niji. Lalu melihatnya merasakan makanan yang kamu anggap enak."

Aku tahu, bapak sebenarnya mengetahui masalahku dengan Niji. Ibu pasti sudah menceritakan semuanya.

Piring yang ada di depanku hendak disusun ibu. Aku segera meraihnya sebelum ibu, dan mengambil beberapa piring yang sudah disusun ibu. Lalu membawanya ke wastafel agar aku saja yang mencucinya.

"Tapi ini udah malem, Pak. Masa aku ke sana gelap-gelap gini?" ucapku sambil menggosok piring berlemak.

"Bapak temenin. Kamu takut? Bukannya udah biasa pulang malam-malam sendiri dari rumah bibi. Rumah Niji bahkan hanya berjarak beberapa rumah dari sini. Tidak sejauh rumah bibi."

Sampai habis semua peralatan makan aku cuci, aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Baiklah, kalau kamu sedang tidak mau berbagi dengan Niji. Kamu pasti sedang teringin sekali makan seafood. Besok masih bisa dimakan, kok. Walaupun tidak seenak sekarang," ucap bapak.

Kulihat Bapak menyeruput kopi hitamnya yang panas. Ibu sedang mengelap bekas kuah di karpet. Sesi cuci piring selesai. Saatnya kembali ke karpet bersama dua orang hebatku.

"Tidak usah, Pak. Niji harus merasakan kelezatan seafood ini juga."

Senyuman bapak merekah. Begitu pun ibu yang akhirnya melihat ke arahku. Ia tersenyum tipis, nyaris tak terlihat namun aku tahu bahwa ia juga tersenyum. Tega sekali aku menabur luka pada wanita sebaik ini.

"Benarkah? Kamu sudah tidak mau menikmati makanan ini esok hari?" tanya bapak memastikan.

Aku menggeleng, "Tidak. Selalu ada yang kurang jika Niji tidak menikmati hal yang sama denganku."

"Beruntung sekali Niji memiliki sahabat sepertimu, Nak." Bapak memuji. Sebelum lanjut menyeruput kopi.

"Aku juga beruntung berteman dengan Niji, Pak."

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!