Marsha Aulia mengira, ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan sang mantan kekasih. Namun, takdir berkata lain. Pria yang mengkhianatinya itu, justru kini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Gadis berusia 27 tahun itu ingin kembali lari, menjauh seperti yang ia lakukan lima tahun lalu. Namun apa daya, ia terikat dengan kontrak kerja yang tak boleh di langgarnya. Apa yang harus Marsha lakukan? Berpura-pura tidak mengenal pria itu? Atau justru kembali menjalin hubungan saat pria yang telah beristri itu mengatakan jika masih sangat mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Jadi Kamu Tante Baik Itu.
Marsha tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan pada Aldo beberapa waktu lalu di dalam mobil pria itu.
Aldo mengatakan, jika Marsha menginginkan sebuah jawaban, maka gadis itu harus mengijinkan Rafael menemuinya dan mereka berbicara baik-baik.
“Tolong berikan kesempatan pada Rafael untuk menjelaskan kejadian lima tahun lalu, Sha. Setelah itu, terserah kamu mau melakukan apapun.”
“Selama ini, dia hampir gila mencarimu. Satu kali saja. Bertemu dan berbicaralah baik-baik. Mungkin hal itu bisa membuatmu memaafkan pria itu.”
Ucapan Aldo terngiang-ngiang dalam benak Marsha, meski sudah empat hari berlalu.
Selama itu pula, Rafael tidak pernah mengganggu hari-hari Marsha. Gadis itu dapat bernafas lebih lega, karena pria itu juga tidak kelihatan di area hotel.
Marsha dapat menikmati waktu bekerjanya dengan tenang, tanpa khawatir Rafael akan muncul mengacaukan harinya.
Seperti hari ini, asisten Chef itu sedang memantau acara jamuan makan siang salah satu pebisnis muda bersama para Staffnya, yang di laksanakan di restoran hotel Harmony of Jakarta itu.
Makan siang itu di hidangkan secara prasmanan, namun ada beberapa menu yang sengaja di masak langsung di hadapan tamu. Marsha sebagai asisten Chef, bertugas memastikan semua berjalan dengan lancar.
“Persediaan aman?” Tanya Marsha pada koki junior wanita, yang sedang bertugas di balik meja prasmanan.
“Aman, Chef.” Jawabnya sebari mengacungkan ibu jari tangannya.
Marsha menggangguk. Ia melanjutkan langkah, bertanya pada para tamu tentang hidangan yang mereka nikmati.
Setelah itu, Marsha hendak keluar area restoran. Ingin menghirup udara segar sejenak. Riuh ramai di dalam restoran membuatnya sedikit penat.
“Eh.”
Sebuah balon berbentuk bola, bergelinding dan menghadang langkah Marsha. Gadis itu pun berjongkok untuk memungutnya.
Kepala Marsha berputar, memindai sekitar halaman hotel itu, mencari pemilik balon itu.
Dahi gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu sedikit berkerut, saat melihat seorang gadis kecil dengan menggunakan kaos berwarna hijau muda dan celana panjang berwarna putih, dan rambut sebahunya sedang berlari ke arahnya.
Yang membuat dahi Marsha berkerut karena ia merasa tidak merasa tidak asing dengan gadis kecil itu. Seketika ia teringat dengan balita yang ia tolong saat di pusat perbelanjaan beberapa waktu lalu.
“Tante baik.” Teriak gadis itu sembari bertepuk tangan.
Dengan tersenyum manis, Marsha berjongkok mensejajarkan tinggi badannya dengan balita itu.
“Hai Safa cantik, kita bertemu lagi.” Ucap Marsha mengusap kepala gadis kecil itu. Ia masih ingat nama balita itu. Tentu saja, karena hanya Safa, balita yang pernah bertemu dengannya selama berada di Jakarta.
“Yey, benalan tante cantik.”
Safa, anak Sandra dan Rafael itu pun bersorak kemudian memeluk leher Marsha. Hal itu membuat Marsha tersentak, kemudian ikut tertawa.
“Kamu sedang apa?” Tanya Marsha setelah Safa melepaskan pelukannya.
“Bola, tante.” Safa meraih balon itu dari tangan Marsha. “Ini punya aku.” Jelasnya kemudian.
Marsha mengangguk. “Kamu kesini dengan siapa? Apa sama mama?”
Safa menggelengkan kepala kencang. Membuat rambut sebahunya berkibar mengenai pipi bocah itu.
“Aku sama papa.”
Marsha menganggukkan kepalanya.
‘Mungkin Safa anak salah satu tamu di hotel ini.’ Pikir Marsha.
“Sekarang dimana papa kamu? Kenapa di luar sendirian?” Tanya Marsha lagi. Ia kembali memindai halaman hotel, tak terlihat ada orang tua yang sedang mencari anaknya.
‘Kenapa anak ini suka sekali terpisah dengan orang tuanya? Apa tidak takut putri mereka akan hilang?’
Sudah dua kali Marsha bertemu dengan Safa. Dan sepertinya, dengan kasus yang sama. Gadis kecil itu terpisah dengan orang tuanya.
“Papa sama om Dodo.” Ucap Safa dengan polos.
Marsha mengerutkan dahi. Om Dodo siapa lagi?
“Safa tahu dimana papa? Biar tante antar kamu kesana.”
Safa menganggukkan kepalanya. Ia kemudian menarik tangan Marsha untuk berjalan ke arah sebuah paviliun di sudut halaman hotel berbintang lima itu.
Marsha kembali di buat kebingungan. Paviliun itu bukan di peruntukan untuk tamu hotel. Namun biasa di gunakan untuk tempat pertemuan para Staff dan petinggi.
Apa jangan-jangan Safa adalah anak salah satu pekerja di hotel ini? Tetapi, untuk apa seorang pekerja membawa anaknya di saat bekerja seperti ini?
Tidak ingin pusing menduga-duga, Marsha pun mengekori langkah Safa.
Hingga akhirnya ia melihat dua orang pria dewasa berdiri di depan bangunan paviliun dan sedang berbicara dengan serius. Ia mengenali mereka berdua.
Rafael dan Aldo.
Sepertinya, tidak ada orang lain di tempat itu.
“Papa.”
Teriakan Safa membuat kedua pria itu menoleh. Gadis kecil itu pun berlari, yang kemudian membuat Rafael membungkuk, untuk menangkap tubuh mungil itu.
“Sudah papa katakan jangan berlari. Kamu baru saja sembuh, sayang.”
Deg!!
Jantung Marsha berdetak cepat, setelah mendengar ucapan Rafael.
Papa.
Itu artinya, gadis kecil yang dua kali ia tolong adalah putri Rafael dan Sandra?
Safa. Apa itu artinya, Sandra dan Rafa?
“Sayang jika kita punya anak nanti, aku mau beri nama Rasha, Rama, atau Elsha.” Ucap Rafael. Mereka sedang tidur saling memeluk di atas ranjang, di dalam kamar kost pemuda itu.
“Kenapa Rasha, Rama dan Elsha?” Tanya Marsha penasaran.
“Karena itu gabungan nama kita berdua, sayang.”
Marsha menggeleng kencang. Ia kembali teringat ucapan Rafael beberapa tahun silam, yang ingin punya anak dengan menggabungkan nama mereka berdua.
Tidak. Ia harus pergi.
Kaki gadis itu perlahan mundur. Ia harus pergi sebelum Rafael atau Aldo menyadari keberadaannya.
Marsha pun memutar badan, melangkah untuk menjauh.
“Tante baik.” Teriakan Safa menghentikan langkah Marsha. Namun ia enggan untuk membalik badannya.
“Tante baik?” Ulang Rafael.
“Iya, papa. Itu— Safa menunjuk ke arah Marsha. “Tante baik yang belikan aku es klim stobeli waktu di mall.”
Aldo ikut menatap orang yang di maksud oleh putri atasannya itu. Dan ia seperti mengenali perawakan wanita itu.
“Marsha.” Ucap Aldo membuat Rafael ikut memastikan.
Ya. Wanita itu, yang Safa beri nama tante baik adalah Marsha. Dari belakang pun Rafael dapat mengetahuinya.
Dengan cepat Rafael melangkah mendekati Marsha. Aldo pun mengekori.
“Cha.—
“Tante baik, ini papa. Papa ini tante baik.” Safa menjelaskan dengan antusias. Gadis kecil itu menunjuk keduanya secara bergantian.
“Tante ini om Dodo.” Ia juga memperkenalkan Aldo kepada Marsha.
Sementara itu, Marsha berusaha tersenyum untuk Safa. Meski ia membenci orang tua balita itu.
‘Jadi wanita berkursi roda itu Sandra?’
‘Jadi kamu tante baik yang Safa maksud?’
‘Jadi Marsha sudah pernah bertemu Safa sebelumnya?’