NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:48.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembukaan Identitas

Gedung Suryatama Tower menjulang tinggi, tiga puluh delapan lantai dengan fasad kaca yang memantulkan cahaya matahari pagi. Di lobby lantai dasar, puluhan orang berpakaian formal berlalu-lalang dengan wajah tegang, hari ini adalah hari yang menentukan bagi banyak perusahaan. Hari di mana mereka akan mempresentasikan proposal untuk proyek kolaborasi terbesar tahun ini: pembangunan kompleks rumah sakit dan pusat penelitian medis terintegrasi dengan nilai kontrak mencapai dua triliun rupiah.

Proyek yang digagas bersama oleh Suryatama Group dan Zamora Company ini telah menjadi perbincangan hangat di kalangan pengusaha selama berbulan-bulan. Bukan hanya karena nilai kontraknya yang fantastis, tapi juga karena ini adalah kesempatan langka untuk bertemu langsung dengan CEO Zamora Company... sosok misterius yang jarang sekali muncul di publik, yang namanya hanya diketahui sebagai "I. Zamora" di semua dokumen resmi.

Di ruang tunggu lantai dua puluh delapan, suasana dipenuhi dengan ketegangan yang bisa dirasakan. Tiga puluh perwakilan dari lima belas perusahaan duduk di kursi-kursi mewah yang tersusun rapi, masing-masing dengan folder proposal di pangkuan mereka. Ada yang masih memeriksa presentasi di laptop, ada yang berbisik dengan rekan mereka, ada yang duduk diam dengan wajah fokus.

Rangga Pradipta duduk di kursi dekat jendela dengan postur tubuh yang sangat percaya diri. Pria itu mengenakan setelan jas biru dongker terbaiknya, rambut ditata sempurna, sepatu kulit mengkilap. Di sampingnya, Ayunda dengan dress abu-abu formal dan blazer putih terlihat profesional dengan tablet di tangannya, sesekali mencatat sesuatu atau membisikkan reminder pada Rangga.

"Proposal kita sempurna," bisik Rangga pada Ayunda, senyum tipis bermain di bibirnya. "Dengan dukungan dari Gunawan Industries dan track record Pradipta Medika dalam tiga proyek terakhir, aku yakin kita akan menang."

Ayunda mengangguk, tapi ada sesuatu yang mengganggu di balik senyumnya. Map coklat yang diberikan Arya masih tersimpan di laci mejanya di kantor, belum sempat ia jalankan. Setiap hari ia berencana untuk menyisipkan dokumen itu, tapi setiap hari pula keraguan menghantamnya lebih keras.

"Kamu yakin?" tanyanya pelan.

"Tentu saja," Rangga mengangguk mantap. "Ini adalah kesempatan besar, sayang. Kalau kita menang, Pradipta Medika akan naik ke level yang berbeda. Kita akan sejajar dengan perusahaan-perusahaan besar."

Di sudut lain ruangan, dua pria paruh baya berbisik sambil sesekali melirik ke arah Rangga. "Itu Rangga Pradipta kan? Yang perusahaannya hampir bangkrut tapi diselamatkan Gunawan Industries?"

"Iya, dia. Cukup berani juga dia ikut tender ini. Pradipta Medika kan masih tergolong kecil dibandingkan yang lain."

"Tapi dengan backing Gunawan Industries, siapa tahu. Lagipula, katanya dia punya koneksi dengan Adrian Suryatama."

Rangga mendengar bisikan itu dan senyumnya melebar. Koneksi dengan Adrian? Tidak juga. Tapi biarkan mereka berpikir begitu.

Pintu lift di ujung ruangan terbuka dengan bunyi 'ding' yang lembut. Semua kepala menoleh, berharap melihat salah satu petinggi Suryatama Group. Tapi yang melangkah keluar adalah seorang wanita sendirian.

Indira.

Ia mengenakan blazer hitam dengan celana panjang senada, di dalamnya kemeja putih yang simpel namun elegan. Rambutnya digerai lurus, make-up minimal tapi sempurna. Ia membawa clutch hitam kecil di satu tangan, dan tidak ada tas kerja atau folder proposal.. tidak ada tanda-tanda bahwa ia datang untuk presentasi bisnis.

Langkahnya tenang dan percaya diri saat ia berjalan memasuki ruang tunggu. Matanya menyapu sekilas ke seluruh ruangan, menangkap wajah-wajah yang menatapnya dengan penuh tanya.

Dan kemudian matanya bertemu dengan mata Rangga.

Untuk sesaat, keduanya saling menatap. Rangga terlihat terkejut, tidak menyangka akan bertemu Indira di sini. Tapi kemudian ekspresinya berubah menjadi... meremehkan. Sebuah senyum sinis muncul di sudut bibirnya.

Indira tidak mengubah ekspresinya. Ia hanya tersenyum tipis, kemudian berjalan menuju kursi kosong di pojok ruangan, duduk dengan anggun, dan menyilangkan kakinya sambil meletakkan clutchnya di pangkuan.

"Itu Indira," bisik Ayunda pada Rangga. "Kenapa dia di sini?"

Rangga tertawa pelan yang mengandung ejekan. "Mungkin perusahaan kecilnya juga ikut tender ini. Kasihan sekali. Dia tidak tahu apa yang dia hadapi."

Seorang pria berkumis di seberang ruangan berbisik pada rekannya sambil menatap Indira. "Itu siapa? Dia dari perusahaan mana?"

"Tidak tahu. Sepertinya perusahaan kecil. Lihat, dia bahkan tidak bawa proposal atau laptop."

"Mungkin dia cuma asisten yang disuruh menunggu bosnya."

Bisikan-bisikan mulai beredar. Orang-orang melirik Indira dengan tatapan yang meremehkan, wanita muda yang datang sendirian tanpa persiapan apapun, tentu saja dia bukan peserta serius.

Seorang wanita paruh baya dengan kacamata tebal dan blazer merah bahkan tertawa kecil. "Generasi sekarang, dia pikir bisnis itu gampang. Datang ke tender besar dengan tangan kosong."

Indira mendengar semua itu. Setiap bisikan, setiap tatapan meremehkan, setiap tawa kecil yang diarahkan padanya. Tapi ia hanya duduk dengan tenang, sesekali mengecek ponselnya, senyum tipis masih bermain di bibirnya. Tidak ada niat untuk menjelaskan. Tidak ada kebutuhan untuk membela diri.

Waktu akan berbicara sendiri.

Rangga berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Indira. Ayunda mencoba menahannya dengan tatapan khawatir, tapi pria itu mengabaikannya. Ia berhenti tepat di depan mantan istrinya dengan senyum yang penuh superioritas.

"Indira," sapanya dengan nada yang terdengar ramah tapi penuh sarkasme. "Tidak kusangka kamu juga ikut tender ini. Perusahaanmu yang... apa namanya... yang kecil itu ikut berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan besar?"

Indira mendongak, menatapnya dengan tatapan yang sangat tenang. "Halo, Mas Rangga. Ya, aku ada urusan di sini."

"Urusan?" Rangga tertawa. "Kamu tahu nilai proyek ini berapa? Dua triliun rupiah. Ini bukan tender untuk perusahaan kecil-kecilan, Dira. Ini adalah liga yang berbeda."

"Aku tahu," jawab Indira singkat, tidak memberikan penjelasan lebih.

Rangga menggeleng dengan dramatis, seolah merasa kasihan. "Kamu selalu keras kepala. Tapi tidak apa-apa. Setidaknya ini bisa menjadi pembelajaran untukmu. Melihat bagaimana perusahaan besar bekerja."

"Terima kasih atas sarannya," Indira tersenyum yang tidak mencapai matanya. "Aku akan mencatatnya."

Rangga ingin mengatakan sesuatu lagi ketika pintu besar di ujung ruangan terbuka. Seorang wanita muda dengan seragam korporat Suryatama Group melangkah masuk dengan clipboard di tangannya.

"Selamat pagi, Bapak-Ibu," sapanya dengan suara yang profesional. "Terima kasih sudah hadir pada kesempatan ini. Saya Dina, asisten eksekutif CEO Suryatama Group. Dalam beberapa menit, kami akan memulai presentasi di ruang meeting utama. Mohon bersiap-siap."

Semua orang langsung merapikan diri, mengecek proposal, menenangkan napas. Rangga kembali ke kursinya dengan senyum puas, membisikkan sesuatu pada Ayunda yang membuatnya tersenyum.

Lima menit kemudian, pintu menuju ruang meeting dibuka. Ruangan itu sangat luas dan mewah, meja konferensi besar berbentuk U dengan layar proyektor raksasa di depan, kursi-kursi kulit yang nyaman, dan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan Jakarta dari ketinggian.

Para peserta mulai masuk satu per satu, mencari tempat duduk. Rangga dan Ayunda mengambil posisi di bagian tengah... posisi strategis yang terlihat langsung dari kepala meja. Indira masuk terakhir, memilih kursi di pojok belakang, masih dengan sikap tenang yang sama.

"Kenapa dia duduk di belakang?" bisik seorang pria. "Kalau mau presentasi, harusnya duduk di depan."

"Mungkin dia tahu dia tidak punya peluang," sahut yang lain sambil tertawa kecil.

Dina berdiri di depan ruangan. "Baik, kita akan segera memulai. Pertama-tama, saya akan memperkenalkan CEO Suryatama Group yang telah menginisiasi proyek besar ini."

Semua mata tertuju pada pintu samping. Detik-detik terasa seperti jam. Kemudian pintu terbuka, dan Adrian Suryatama melangkah masuk.

Pria itu mengenakan setelan jas abu-abu gelap dengan dasi biru navy, rambutnya ditata rapi, auranya memancarkan kewibawaan seorang pemimpin yang lahir untuk posisi itu. Ia berjalan dengan langkah mantap menuju kepala meja, tersenyum ramah pada semua yang hadir.

"Selamat pagi," sapanya dengan suara yang jelas dan berwibawa. "Terima kasih kepada semua perusahaan yang telah meluangkan waktu untuk hadir hari ini. Proyek yang kami tawarkan adalah visi besar untuk memajukan sektor kesehatan di Indonesia, dan kami sangat senang melihat antusiasme dari berbagai pihak."

Semua mengangguk, beberapa bertepuk tangan singkat.

"Sebelum kita memulai presentasi dari masing-masing perusahaan," Adrian melanjutkan, "saya ingin memperkenalkan partner saya dalam proyek ini. Beliau adalah CEO dari Zamora Company, perusahaan yang telah menjadi pioneer selama lebih dari tiga dekade."

Keheningan total. Semua orang duduk di tepi kursi mereka, leher terangkat, mata terbuka lebar. Ini adalah momen yang mereka tunggu-tunggu... kesempatan langka untuk melihat sosok misterius di balik Zamora Company.

Rangga bahkan menegakkan tubuhnya, penasaran. Ia pernah mencoba mencari informasi tentang CEO Zamora Company untuk kepentingan networking, tapi tidak ada yang tahu. Semua yang keluar hanya inisial "I. Zamora" tanpa nama lengkap, tanpa foto publik.

"Izinkan saya memperkenalkan," Adrian berbalik ke arah pintu samping dengan senyum yang sangat lebar, senyum yang mengandung kebanggaan dan sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih personal. "CEO Zamora Company, Miss Indira Putri Zamora."

Pintu terbuka.

Dan Indira melangkah masuk.

Bukan dari kursi di pojok belakang. Tapi dari pintu samping yang sama dengan yang digunakan Adrian, pintu khusus untuk para eksekutif.

Ia melangkah dengan kepala tegak, langkah yang penuh percaya diri, aura yang sepenuhnya berbeda dari wanita yang duduk diam menerima ejekan beberapa menit lalu. Ini adalah Indira Putri Zamora... CEO dari perusahaan terbesar kedua di Indonesia, pewaris tunggal keluarga Zamora, wanita yang mengendalikan kerajaan bisnis bernilai puluhan triliun.

Seluruh ruangan terdiam dalam shock yang absolut.

Mulut-mulut terbuka. Mata-mata melebar. Tidak ada yang bergerak. Tidak ada yang bernapas.

Rangga merasa dunianya berhenti berputar. Wajahnya berubah dari percaya diri menjadi terkejut, dari terkejut menjadi tidak percaya, dari tidak percaya menjadi horror yang memuncak. Tangannya yang memegang pulpen gemetar, pulpen itu jatuh ke meja dengan bunyi kecil yang terdengar keras di keheningan yang mencekam.

"Tidak mungkin," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar. "Tidak... tidak mungkin."

Ayunda menatap Indira dengan mata terbelalak, wajahnya seputih kertas. Semua rencana, semua perhitungan, semua asumsi mereka tentang Indira... semuanya hancur dalam sekejap mata.

Para peserta lain tidak kalah terkejutnya. Wanita yang mereka remehkan, yang mereka kira hanya peserta kecil atau bahkan asisten, ternyata adalah CEO dari Zamora Company. Wanita paruh baya dengan blazer merah yang tadi tertawa meremehkan Indira sekarang terlihat seperti ingin menghilang dari tempat duduknya.

Indira berjalan dengan tenang menuju kepala meja di sebelah Adrian. Ia menaruh clutchnya di meja, kemudian berbalik menghadap semua peserta dengan senyum yang anggun, senyum yang sekarang membawa arti yang sepenuhnya berbeda.

"Selamat pagi," sapanya dengan suara yang jernih dan penuh wibawa. "Saya Indira Putri Zamora, CEO Zamora Company. Terima kasih sudah hadir pada presentasi hari ini. Saya dan Mr. Suryatama sangat menantikan proposal dari semua perusahaan yang hadir."

Keheningan masih berlanjut. Kemudian, perlahan, satu per satu orang mulai bertepuk tangan, tepuk tangan yang dipaksakan, canggung, dipenuhi dengan rasa malu dan penyesalan.

Indira duduk di kursi di samping Adrian dengan postur yang sempurna. Adrian menoleh padanya dengan senyum kecil yang penuh makna, dan Indira membalasnya dengan kedipan mata cepat, kode rahasia mereka.

Rangga masih terduduk diam seperti patung. Otaknya berusaha memproses informasi ini tapi gagal. Indira... wanita yang ia nikahi, yang ia selingkuhi, yang ia ceraikan, yang ia remehkan adalah CEO Zamora Company? Zamora Company yang perusahaannya, Pradipta Medika, bahkan tidak bisa menyamai sepersepuluh dari valuasinya?

"Rangga," bisik Ayunda dengan suara gemetar. "Rangga, kamu baik-baik saja?"

Rangga tidak menjawab. Ia hanya terus menatap Indira dengan tatapan kosong, seperti orang yang baru saja melihat hantu.

Di seberang ruangan, beberapa peserta mulai berbisik dengan panik.

"Oh Tuhan, aku tadi bilang apa tentang dia?"

"Kita semua meremehkannya! Bagaimana ini?"

"Zamora Company! Dia adalah I. Zamora yang selama ini misterius itu!"

Indira membiarkan mereka berbisik. Ia duduk dengan tenang, tangan terlipat rapi di atas meja, wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun. Tapi di dalam hatinya, ada kepuasan yang mendalam, bukan kepuasan untuk membalas dendam, tapi kepuasan karena akhirnya tidak perlu bersembunyi lagi.

1
Ma Em
Tidak mungkin Indira akan kambali padamu Rangga karena Indira sdh dapat penggantinya lelaki yg jauh lbh baik darimu Rangga , nikmati saja penyesalanmu seumur hidupmu .
Mundri Astuti
ntar lagi Adrian ..klo dah halal...girang beud dah, pecah telor y penantian panjangmu Adrian 😂
Aether
kesempatan apa goblok
Mundri Astuti
iya aja Dira....ntar kabur lagi jodohnya....
Rizka Susanto
skrng udh sadar kan bang.... sdh terjawab penyebab kehancuranmu slma ini itu apa😁
Rizka Susanto
kutunggu jandamu ya bang.. 😄😆
gaby
Janganlah sampai Ayunda hamil anak Rangga. Ntar ujungnya2 mreka balikan. Jgn kasih pendamping hidup lg buat pria tkg clapclup. Kasih karma karena dah bikin Amara hamil & bunuh diri. Ksh karma karena telah mengkhianati Indira. Jgn lupa karma buat Ayunda jg, apapun alasannya merusak rmh tangga wanita lain tdk di benarkan. Ksian Indira ga berdosa jd korbannya.
gaby
Knp Lina nyalahin Rangga?? Bukankah dia yg membantu pesta pernikahan Rangga. Coba kalo dia mencegah Rangga slingkuh. Pasti skrg Lina bisa bangga pny kaka ipar pemilik Zamora. Mana tuh kakeknya Rangga yg menghina Indira mandul?? Apakah jantung tuanya msh aman pas tau bahwa mantan cucu menantunya ternyata konglongmerat??
gaby
Aq heran sm Ayunda, ko bisa jatuh cinta sama pria yg dah menghamili adiknya lalu mencampakannya dgn menikahi Indira. Ayunda dah tdr sama Rangga aja haruanya jijik. Jijik karena dia menikmati Senjata yg sama dgn yg mbuat adiknya hamil lalu bunuh diri. Masa adik kaka bisa sama2 di pake oleh pria yg sama, mana sampe jth cinta lg. Ayunda tolol
gaby
Thor tolong hilangkan panggilan Mas utk rangga. Mas itu panggilan hormat yb di tujukan utk pria. Biat apa menghormati pria pengkhianat. Panggil Rangga aja atau ga usah sebut namanya sama sekali sbg wujud kemarahan seorg istri yg di khianati
gaby
Kalo alasan Rangga menikahi Ayunda karena keturunan, knp ga nunggu Ayunda hamil dulu br nikahin. Rugi dong kalo ternyata Ayunda ga bs hamil jg. Bilang aja karena napsu & cinta, bukan karena keturunan. Karena di jaman modern bny cara agar bisa hamil.
Sunaryati
Sadar dari kesalahan taubat dan bangkit jika masih ingin meneruskan hidup dengan baik dan menebus kesalahan, memang kau pria kejam, dan Ayunda aku menanti karnamu mungkin hamil anak Rangga
Aether
awokawok mampus
Lee Mbaa Young
wes hancur jd gembel tinggal ayunda pelakor blm dpt karma nya.
Lee Mbaa Young
Semoga perusahaan rangga itu bangkrut jd ya ayunda dan rangga sama sama gigit jari gk Ada yg dpt.
mau bgaimanapun ayunda adlh pelakor.
mau bgaimanapun alasannya ayunda adlh pelakor dan pelakor hrs dpt hukuman juga biar gk tuman dan gk Ada yg niru.
nnti jd kebiasaan mendukung ayunda jd pelakor krn blas dendam.
Afrina Wati
oke
Rati Nafi
😍😍😍😍😍
Sunaryati
Segitu kejamnya kamu pada wanita muda, Tangga.
Aether: Tangga Saha?
total 1 replies
Aether
wow ternyata sebajingan itu ya, sampai ada korban jiwa
Ma Em
Rangga siapkan saja mental kamu yg kuat jgn sampai kena serangan jantung karena sock perusahaannya sdh diambil alih oleh Arya saudaranya Ayunda atau selingkuhannya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!