SISA RASA “Kala Mantan Menggoda”
Marsha Aulia melangkah dengan tenang ke arah sebuah kursi taman, dimana sang kekasih sedang duduk sembari menerima panggilan telepon.
Gadis itu berjalan mengendap, tanpa menimbulkan bunyi hentakan kaki, agar Rafael—sang kekasih tak mendengar kedatangannya.
“Apa tidak ada cara lain? Kenapa harus aku?”
Dahi Marsha berkerut mendengar ucapan sang kekasih. Pemuda itu nampak frustrasi. Terlihat dari caranya duduk, yang tadinya tegak, perlahan membungkuk dengan satu tangan menyangga dahi.
Gadis yang sering di panggil Cha-Cha oleh sang kekasih, tak berani mendekat pada pemuda itu. Ia hanya menyimak. Dan tak ingin ikut campur.
Terdengar helaan nafas kasar dari bibir Rafael yang membuat Marsha semakin terpaku di tempatnya. Sepertinya, ada hal serius yang sedang terjadi. Gadis itu akan menunggu hingga sang kekasih selesai dengan pembicaraannya.
“Baiklah. Aku akan menikahi Sandra.”
Deg!!
Mata indah Marsha membulat sempurna. Ia menggeleng sejenak. Memastikan pendengarannya tak salah mendengar.
Rafael akan menikahi Sandra?
Setahu Marsha, gadis bernama Sandra itu adalah sahabat dari Rafael. Bagaimana bisa, pemuda yang sudah menjalin hubungan selama lima tahun dengannya, kini berkata akan menikahi gadis lain?
Tidak.
Kepala Marsha kembali menggeleng. Tanpa bersuara, gadis itu berbalik meninggalkan taman.
Marsha berlari dengan air mata yang membasahi pipinya. Ia jelas tak salah mendengar. Rafael dengan tegas mengatakan akan menikahi Sandra. Entah dengan siapa pemuda itu berbicara.
Marsha tak menyangka kejutan seperti ini yang akan ia dapatkan, setelah beberapa hari tak bertemu dengan sang kekasih.
Ia dan Rafael menjalin hubungan sejak duduk di bangku kelas sebelas, hingga beberapa waktu lalu mereka lulus kuliah diploma tiga perhotelan. Terhitung, lima tahun sudah hubungan mereka terjalin. Berjalan sangat manis, tanpa adanya konflik yang berarti.
Namun hari ini, sekalinya prahara itu datang sangat menyakiti hati Marsha.
“Apa maksudmu, El? Kenapa kamu tega sama aku? Apa kamu tidak ingat denganku, saat mengatakan hal itu?”
Isakan pilu terdengar menyayati hati. Selama ini, Rafael begitu memanjakan dan menyayanginya. Tidak disangka, ternyata pemuda itu mengkhianatinya dengan kejam.
Ingin sekali Marsha menjerit. Menumpahkan segala amarah dan kecewanya. Namun ia sadar, semuanya hanya sia-sia.
Tubuh gadis itu luluh terjatuh di atas trotoar jalanan.
Suara klakson mobil terdengar, membuat Marsha dengan cepat menghapus air matanya. Ia pun bergegas berdiri kemudian memasuki taksi yang berhenti tepat di depannya.
“Kamu jahat, El.” Lirih gadis itu. Ia menatap ke belakang. Namun, Rafael tak terlihat. Sepertinya, pemuda itu tidak menyadari kehadiran Marsha di dekatnya.
Gadis itu tersenyum getir. Apa Rafael begitu fokus dengan masalahnya tanpa merasakan kehadiran Marsha di dekatnya? Bukankah mereka sudah bersama selama lima tahun? Tidakkah pemuda itu memiliki ikatan batin dengannya?
Lama termenung dalam lamunan, tak terasa mobil yang ia tumpangi telah tiba di depan rumah indekos yang selama tiga tahun ditempatinya.
Gadis itu pun turun setelah membayar sejumlah uang kepada sopir taksi.
Saat hendak membuka kunci kamarnya, ponsel gadis itu berdeting. Menandakan sebuah pesan masuk telah di terima.
“Sayang, kamu dimana?”
Marsha mencebikkan bibirnya. Ternyata Rafael mengingatnya. Ia pun bergegas membalas pesan pemuda itu.
Namun, belum sempat Marsha mengirim pesan balasan. Sebaris kalimat kembali datang dari nomor sang kekasih.
“Sayang, maafkan aku. Aku harus pulang ke Jogja hari ini. Maaf jika baru memberi kabar. Ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan. Tunggu aku kembali.”
Air mata yang tadi telah surut, kini kembali tumpah. Entah kenapa, Marsha merasa ‘masalah’ yang Rafael katakan berkaitan dengan perkataan pemuda itu yang akan menikahi Sandra.
Tangan gadis itu pun bergetar. Ia tak mampu membalas dengan lantang.
“Hati-hati.”
Biarlah Rafael pergi, Marsha akan menunggu penjelasan dari pemuda itu.
\~\~\~
Tiga hari berlalu. Namun Rafael sama sekali tidak memberikan kabar kepada Marsha.
Pesan balasan yang ia kirim hari itu pun terlihat masih berwarna abu-abu, yang berarti pemuda itu belum membacanya. Marsha juga melihat, kapan terakhir kali Rafael membuka aplikasi berbalas pesan itu.
“Dia bahkan tidak sempat membaca pesanku.” Monolog gadis itu sembari menatap lalu lalang orang di atas jembatan penyeberangan jalan.
Tidak tahan dengan rasa penasaran yang menganggu hatinya, Marsha pun mencoba menghubungi kekasihnya itu. Namun sayang, nomor ponsel pemuda itu tidak aktif.
Hal itu membuat hati Marsha kembali merasa kesakitan. Entah masalah apa yang di hadapi Rafael, ia sama sekali tidak tahu.
Hanya satu yang Marsha ketahui, beberapa waktu lalu kakak Rafael mengalami kecelakaan dan dalam keadaan kritis.
Ya, meski telah menjalin hubungan selama lima tahun, Marsha belum pernah bertemu secara langsung dengan keluarga Rafael yang menetap di daerah istimewa Yogyakarta. Hanya beberapa kali berkenalan melalui sambungan telepon.
Hal itulah yang membuat Marsha tidak berani terlalu ikut campur dengan urusan keluarga Rafael.
Gadis itu mencoba menghubungi Rafael sekali lagi. Namun, nomor tujuannya masih belum aktif.
Ia berusaha untuk tenang. Mengusir jauh pikiran buruk yang kembali menghantui.
“Maaf. Maaf.” Ucap seorang pemuda yang tanpa sengaja menabrak bahu Marsha.
“Tidak apa—Aldo.”
Ternyata Marsha mengenali pemuda yang sedang membungkuk memungut barang bawaannya. Dia adalah Aldo, teman satu kuliah, yang tinggal bersebelahan dengan Rafael.
Pemuda yang di panggil Aldo itu pun berdiri.
“Marsha.” Ucapnya dengan dahi berkerut.
“Kamu sedang apa disini?” Tanya pemuda dengan kacamata tebal yang membingkai wajahnya.
“Hanya sekedar mencari udara segar. Kebetulan aku belum mendapat panggilan kerja.” Jawab Marsha dengan sedikit tersenyum.
Dan Aldo pun membalas dengan menganggukkan kepalanya.
“Al. Aku boleh bertanya sesuatu?” Ragu, namun Marsha merasa ingin berbagi cerita dengan Aldo.
“Hmm, katakan.”
“Apa kamu tahu tentang Rafael? Maksudku, apa kamu mendapat kabar tentangnya?”;
Dahi Aldo berkerut halus. Pemuda berpenampilan rapi itu, terheran mendengar pertanyaan dari Marsha.
“Apa kamu tidak tahu?” Pemuda itu berbalik melempar tanya. “Rafael pulang ke Yogya.”
Marsha menganggukkan kepalanya pelan.
“Apa kalian bertengkar?”
Gadis itu menjawab dengan gelengan kepala.
“Tetapi kenapa aku mendengar dia akan menikah dengan gadis lain hari ini?”
Duaarr!!!!
Ucapan pemuda culun itu bagaikan petir yang menyambar di tengah hari bolong. Kaki Marsha terasa lemas. Tubuhnya pun perlahan luruh ke atas trotoar.
“Marsha. Kamu baik-baik saja?” Aldo mendekat sembari memegang bahu gadis itu.
Marsha menggeleng sembari menangis kencang.
“Marsha. Maafkan aku. Aku kira hubungan kalian bubar. Aku juga terkejut saat mendengar Rafael akan menikah.” Aldo sepertinya telah salah berbicara.
Marsha kemudian bangkit, lalu berlari dengan cepat.
“Marsha.” Teriak pemuda culun itu.
“Ya Tuhan. Sepertinya aku salah bicara.” Rutuk Aldo yang kemudian mengejar gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Rose
mampir kak vee..
2024-09-25
1
Soraya
mampir thor
2024-07-26
1
Hera Puspita
awal yg menarik
2024-06-26
0