NovelToon NovelToon
Aku Sudah Memaafkan

Aku Sudah Memaafkan

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / cintamanis / Hamil di luar nikah / Kehidupan di Sekolah/Kampus / trauma masa lalu
Popularitas:1.7M
Nilai: 5
Nama Author: yu aotian

"Aku emang cinta sama kamu. Tapi, maaf ... kamu enggak ada di rencana masa depanku."


Tanganku gemetar memegang alat tes kehamilan yang bergaris dua. Tak bisa kupercaya! Setelah tiga bulan hubunganku dengannya berakhir menyakitkan dengan goresan luka yang ia tinggalkan, aku malah mengandung darah dagingnya.

Saat itu juga, aku merasakan duniaku berotasi tidak normal. Aku terisak di sudut ruangan yang temaram. Menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi. Namun, satu yang aku yakini, hidup itu ... bukan pelarian, melainkan harus dihadapi.


Adaptasi dari cerpen Aku Sudah Memaafkan, ©2022, Yu Aotian

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Dia yang Penuh Tanda Tanya

Malam itu, hubunganku dan kak Evan seolah kembali normal sedia kala. Kami menghabiskan waktu dengan mengitari setiap sudut jalanan ibukota, mencicipi aneka jajanan pinggir jalan dan menonton film romantis di kamar kosku. Hingga gelapnya langit berganti terang, kami masih bersama.

Kelopak mataku terbuka berat saat sinar matahari pagi menyorot wajahku. Dia menjadi pemandangan pertama yang kulihat begitu mataku mengerjap. Semalaman penuh, aku terlelap dalam rengkuhannya. Ya, sepanjang malam, kami tidur berpelukan tanpa melakukan aktivitas intim.

Masih dengan mata terpejam, dia mengeratkan dekapannya, sehingga tak menyisakan jarak di antara kami. Lima jarinya yang menyisir lembut rambutku seolah memiliki daya magis, hingga segala riuh yang berkecamuk di otak selama ini seakan hilang begitu saja.

Senyumku mengembang seiring jiwaku meremang. Kusentuh perlahan dadanya, untuk merasakan detak jantung yang berdenyut tenang. Lengan dan dada bidangnya masih menjadi ruang lapang ternyaman bagiku. Bersamanya, bahkan sunyi dan diam pun menjadi hal yang romantis.

Sayangnya, kesunyian yang kunikmati ini tak berlangsung lama ketika gawainya mendadak berdering. Masih dalam posisi menutup mata, sebelah tangannya mencoba merayap mencari keberadaan gawainya. Ia meraih benda tersebut dan melihat nama pemanggil tertulis di layar. Seketika, ia langsung melepas pelukannya di tubuhku dan mengambil posisi duduk sebelum menerima telepon itu.

"Ya, sedikit lagi aku ke sana. Tunggu aja!" ucapnya pada seseorang menelepon.

Aku sempat mendengar suara perempuan dari balik saluran telepon. Siapakah dia? Apa ibunya? Ataukah rekan kerjanya?

Usai menerima panggilan itu, dia memandangku dengan tatapan tak berdaya.

"Aku pergi, yah?"

"Ke mana?"

"Ada yang harus kuurus."

Saat ia hendak beranjak dari ranjang, aku langsung memeluknya dari belakang. Entahlah, rasanya enggan berpisah walau semalaman kami telah bersama.

"Kita masih bisa sering bersama kayak gini, kan?" desisku memelas.

Dia mematung sesaat, lalu berbalik untuk membalas pelukanku seraya mengecup pucuk kepalaku berulang-ulang. Hanya itu yang ia lakukan, sebelum akhirnya pergi.

Menjelang anniversary keempat, hubungan kami kembali mesra seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami banyak meluangkan waktu bersama, seperti makan di tempat favorit kami masing-masing, jalan-jalan di spot Jakarta yang ingin kukunjungi dan berbelanja kebutuhan bulananku.

"Kenapa kak Evan ngambil stok makananku banyak gini? Udah kayak mau buka warung tahu!"

"Ya, gak papa. Biar gak cepat habis." Dia memborong banyak belanjaan, seperti hendak menyetok dalam beberapa bulan ke depan.

Dia juga sering menemaniku dalam menyusun skripsi sambil membawa aneka makanan. Ketika aku fokus mengetik, dia akan menyuapkan makanan yang dibawanya.

"Aku gak suka makan sushi." Aku menutup mulutku ketika dia menyodorkan sushi yang dibawanya.

"Coba aja dulu. Ini enak banget, loh!"

"Gak mau. Ikannya mentah gitu!"

Kak Evan tertawa. "Kamu kayak Arai, dikasih sushi ... eh, malah dikukus dulu. Dikasih steik juga gitu, dagingnya malah digoreng biar matang katanya."

Dia memiliki banyak waktu denganku karena statusnya yang masih belum bekerja selepas magang. Lihat, dia tak berubah, bukan? Kemarin, dia hanya sangat sibuk.

Sebenarnya, dia sempat menawarkan bantuan untuk mengerjakan skripsiku, tapi kutolak dengan alasan aku ingin lulus atas usahaku sendiri. Bagiku, dia terus berada di sampingku dan menemaniku seperti ini saja, sudah mendatangkan semangat dari dalam diriku. Alhasil, aku pun mampu menyelesaikannya dan hanya tinggal menunggu revisi dari dosen pembimbing.

Beberapa minggu sebelum anniversary, dia mengajak aku dan juga Arai menonton bersama. Menonton bertiga di bioskop adalah hal yang dulunya sering kami lakukan di waktu senggang. Tiga tiket film romantis telah kupegang. Kepalaku terus menoleh ke pintu masuk. Orang-orang sudah mengantri masuk ke dalam studio. Namun, aku dan Arai masih duduk di ruang tunggu.

Sebelumnya, kak Evan memang meminta Arai dan aku menunggunya di bioskop. Sebab, dia beralasan masih ada hal yang harus diurusnya. Namun, hingga pemutaran film akan dimulai, dia tak kunjung datang.

"Kau dah hubungi bang Evan belom?"

"Udah tapi gak diangkat."

"Ya, udah, kita tunggu di dalam aja."

Kami pun masuk ke studio. Film telah berlangsung selama satu jam. Aku menoleh ke kursi sisi kiriku. Kosong. Kak Evan belum juga muncul. Saat menoleh ke sisi kanan, ternyata Arai telah tertidur dengan mulut setengah terbuka. Ya, dia memang tak pernah tahan menonton film romantis. Bahkan suara dengkurannya bersahutan dengan penonton yang berada di belakangku. Sementara aku hanya berpangku dagu sambil berusaha menikmati film yang alurnya tidak kuketahui.

"Arai ... Arai ... bangun!" Aku menggoyang-goyangkan bahu Arai di saat satu per satu penonton mulai keluar dari studio.

Arai terbangun kaget dan langsung duduk posisi tegap. "Udah mulai, ya, filmnya?"

"Udah selesai tahu!"

"Terus, bang Evan ndak muncul?"

Aku menggeleng pelan.

Kejadian seperti ini kembali terulang saat kak Evan mengajak kami ke Dufan. Lagi-lagi kami disuruh lebih dulu ke sana dan menunggunya. Hingga sejam berlalu, dia belum juga menampakkan diri. Meneleponnya berkali-kali pun percuma karena tak diangkat olehnya.

"Gimana?" tanya Arai sambil berjongkok.

Aku menggeleng dengan posisi ponsel yang masih menempel di telingaku.

"Kena macet kali," ujarnya.

"Tapi ini dah sejam."

Setiap tak datang, dia beralasan mendapat panggilan emergency dari rumah sakit sehingga kami pun memakluminya. Sebab, dia telah resmi menjadi dokter di salah satu rumah sakit besar.

"Huft, aku lebih suka main di pantai daripada di tempat kayak gini," cetus Arai dengan wajah kusut.

"Sama kayak aku. Aku juga lebih suka pergi ke pantai. Jujur, naik wahana kayak gitu aku gak berani, takut muntah," tuturku sambil memandang wahana-wahana ekstrem di depan mata.

"Ternyata kita berdua ini kamseuphay, ya?" Arai tertawa.

"Enggak, ah. Kita cuma sama-sama berasal dari daerah yang punya destinasi wisata pantai," elakku.

"Kalo gitu ... kita ke pantai aja, yuk!" ajak Arai tiba-tiba.

Dari Dufan, kami pun beralih ke pantai Ancol. Karena sudah memasuki sore hari, maka cuaca tak terlalu terik. Aku memandang Arai yang tengah sibuk membuat pola di atas pasir halus dengan sebilah kayu. Dia menggambar delapan kotak dan satu setengah lingkaran.

"Tahu main kayak gini, ndak?" tanyanya sambil terus menggaris pasir.

"Tahulah! Ini kan permainan masa kecil."

"Kalo di daerahku permainan ini namanya cak lingking. Kalo di daerahmu apa?" tanyanya lagi.

Aku berpikir sejenak. "Kalo gak salah ingat. Ada yang sebut tengge-tengge, ada juga yang sebut enge-enge."

Aku dan Arai kini memainkan permainan tradisional itu, seolah kami menjadi dua anak kecil yang tak peduli dengan kehidupan orang dewasa di sekeliling kami. Permainannya sederhana, hanya melompat dengan satu kaki melewati garis kotak-kotak. Gulungan ombak kecil yang menghapus garis kotak-kotak menyudahi permainan kami. Bertepatan dengan itu, senja pun mulai berpendar di kaki langit. Aku dan Arai berdiri di pinggiran pantai seraya menyaksikan bagaimana cahaya keemasan itu menyorot kami.

"Tiap matahari terbenam, aku mendadak teringat umak. Lagi ngapain umak sekarang? Apa masih sering ngomel-ngomel kalo ujung dasternya nyangkut di gagang pintu? Apa dia masih sering ngajak gelut gantungan baju yang saling nyangkut?"

Aku tersenyum memandang Arai. Sekarang, aku mengerti mengapa hingga kini dia belum pernah menunjukkan ketertarikan pada perempuan manapun. Sebab, ibunya masih menempati tahta tertinggi di hatinya. Hal ini serupa dengan kutipan yang mengatakan setiap anak lelaki akan mencari perempuan yang kualitasnya sama seperti ibu mereka.

Aku mengecek kembali ponselku. Belum ada balasan pesan dari kak Evan. Ada rasa khawatir dalam diriku jikalau perayaan anniversary nanti, mendadak diundur atau bahkan tak jadi karena hal-hal yang tak bisa diantisipasi seperti ini. Untungnya tidak seperti dugaanku.

Sehari sebelum anniversary, kami mulai bersiap berangkat ke puncak. Dia membantuku mengemas barang-barang yang akan kubawa ke sana.

"Jangan lupa bawa jaket atau sweater karena di sana dingin banget!" Ia mengingatkan.

Aku menutup tas ranselku. "Semuanya dah siap," ucapku ceria.

Dia mendekat ke arahku dengan mata yang tertancap di bola mataku. "Sebelum kita pergi, apa ada sesuatu yang kamu inginkan dari aku? Katakan aja, bakal aku usahain sekarang!"

Sesuatu yang aku inginkan? Oh, dia pasti mengira aku akan membuat permintaan membawakan bunga dan keik tart seperti perayaan hari jadi ketiga.

Aku lantas menggeleng sambil tersenyum. "Gak ada. Kita masih bisa ngerayain anniversary aja aku dah senang banget."

"Kalo gitu ... boleh gak aku minta sesuatu sama kamu?" tanyanya dengan masih menatapku lamat-lamat.

.

.

.

Catatan author:

Wuih, dah 30 chapter gays. Ini ceritanya masih berada di zona waktu masa lalu tokoh, belum berpindah ke masa kini. Kalian terlalu fokus di cerpen, padahal cerpen itu cuma ibarat cuplikan bab-bab awal novel ini. Sejauh ini, kan kalian belum tahu apa konflik utama yang bakal gua bahas di novel ini. Dan itu gak ada di cerpen.

Masalah POV yang kalian pertanyakan. Emang benar ya akan ada pergantian ke POV Evan nantinya di transisi antara masa lalu dan masa kini. Kenapa ada POV Evan? Karena dia akan membuat sudut pandang cerita melebar. Sejauh ini pake POV Ita kan cerita cuma berpusat pada karakter inti Evan-Ita-Arai. Tapi POV Evan nanti akan memperlebar penokohan. Karakter-karakter pendukung yang belum nongol, bakal keluar semua di POV Evan.

Bagaimana dengan POV Arai? Ini masih aku rahasiain ya. Aku simpan rapat-rapat. Nanti kalo POV Evan dah keluar baru aku kasih bocoran.

Kemarin aku bilang, baca karya aku jangan diskip-skip atau loncat-loncat. Itu bukan untuk kalian yang pembaca on going ya, itu untuk yang baca maraton nantinya, entah saat novel ini dah banyak bab atau dah tamat. Aku kan nulis cerita sering pake plot twist ya, kalo ada pembaca yang baru baca beberapa chapter trus loncat jauh, plot twist aku bisa hancur, otomatis cerita udah gak menarik lagi. Karena mindsetnya dah tertanam "ah, ternyata ceritanya bakal kek gini", tanpa melihat prosesnya kenapa sampai kayak gitu, misalnya, ya...

Oke itu aja dulu. Makasih yang udah in going sejauh ini. Aktif menancapkan jempol, memberi komen, dan menabur poin.

1
Osin Saharamaryana
kilas balik yg pertama kayakny... yuk Thor semangat... se semangat ak nunggu tulisanmu 😘😘❤❤
sehat2 ya author ku... semoga bisa crazy up 🤭🤭🤭
Karimah Syahidah
membuat novel tuh ga gampang. readers tolong lah kita hargai semua karya
Karimah Syahidah
so sad.. aku tak bisa menahan perasaan kl crt tentang persahabatan
Karimah Syahidah
sad
Karimah Syahidah
ya kita berada di sistem oligarki yang memuakkan tapi apalah daya kita mendapatkan sistem yg spt ini juga karena kita pribadi yg memang tidak adil
🏵️Fairuz el🏵️
Dosa Masih,,, seperti tidak ada penyesalan dr kata itu tor😭,,, padahal itu adlah dosa besar 😭,,,, saya tabu dengan kata2 itu,, seolah2 membenarkan😭😭😭😭😭
Lala_lela067
ada aja halangannya, kyknya bakal lama happynya ini/Sob/
ayunda
mungkin itu ulah dion
ayunda
mungkin saja kl kak yu merestui kalian untuk bersama lagi/Drool//Drool/
Alya Karunia
inilah yg nmanya hidup ya van penuh dg ujian😁
Raisya
lahhhhh kok gagal, pasti si Dion nih biang keladinya......awas yaaa ntar tak jadiin daging korban juga kau Dion
Regina
T.O.P Bgt
Regina
Akhirnya up juga,gak sabar nunggu up yg berikutnya....bikin penasaran cerita berikutnya thor
Likah Rofiq
beeehhhh pasti itu ulah dion ya..yg bikin relwannya keracunan...😡
Asih Sunarsih
lanjut kak
n4th4n14e4
duh
Nany Setyarsi
selamat hari raya idul adha
amy ria
apalagi nihhh...
Maymayarni
lanjut thor
Fia Azzahra
Evan ati2 dalam bersikap dan berjanji yaa.. Satu kali kamu gak menuhin janji kamu ke Arai,, berarti satu kali Arai kecewa.. tapi bagi Itta bakal jadi kekecewaan yg berlipat ganda,, karena Arailah dunia Itta saat ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!