NovelToon NovelToon
Dendam Keturunan Pendekar

Dendam Keturunan Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Action / Balas Dendam
Popularitas:695
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.

dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.

bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Patriark Ramon Pemimpin Keluarga Damian

Wira terlihat menggaruk kepalanya dengan ekspresi bingung, "tunggu dulu ratih, kita masih kecil masa iya udah main cinta cintaan?" Tanya Wira dengan heran.

Ratih terlihat menarik nafas dalam dalam, "a-- aku tidak sedang bermain cinta cintaan aku bersungguh sungguh, aku ingin setelah kita dewasa kamu menjadi pasanganku, apakah kamu mau?" Tanya Ratih dengan ekspresi memelas.

Wira kembali menggaruk kepalanya dengan bingung, dia kemudian menatap Ratih yang tengah memasang wajah memelas.

"Ah ya! Baiklah, aku akan bermain cinta Cintaan ah tidak maksudku aku mau menjadi pansanganmu ketika dewasa... sudahkan? Hentikan ekspresimu itu aku sedikit tidak nafsu makan melihatnya." Ucap Wira sembari memasang ekspresi aneh.

"Yeeaaahhh!!!!" Ratih langsung berdiri dan melompat lompat layaknya anak kecil.

Sementara Wira hanya menatap bengong Ratih.

"Kalau begitu simpan cincin itu, Wira. Cincin itu sebagai tanda bahwa kamu sudah aku tandai sebagai milikiku!" Ucap penuh penekanan.

"Ah iya! Iya! Aku akan menyimpannya." Jawab Wira.

Mereka pun kembali melanjutkan makan ayam hutan yang baru saja mereka tangkap, setelah makan ayam hutan mereka tidak langsung pulang mereka menuju sawah berniat mencari tutut atau keong sawah dan belut untuk di berikan kepada nenek Saroh.

***

Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka hari di mana Ratih kembali akhirnya tiba.

Ya ratih harus kembali ke rumahnya karena sebentar lagi sekolahnya akan di mulai, selama ini Ratih berada di desa karena saat itu sekolahnya sedang cuti panjang.

Terlihat Ratih yang berdiri termenung menatap gapura desa Durenombo, di sampingnya sudah ada sebuah mobil yang di dalamnya sudah ada Herlambang.

"Wira, apakah kamu tidak ingin melihat kepergianku?" Tanya Ratih dalam hatinya.

Perasaannya begitu bimbang saat ini, semenjak di selamatkan oleh Wira entah mengapa Ratih merasakan perasaan aneh ketika berada di dekat Wira.

Sebuah perasaan yang selalu membuat jantung Ratih berdetak lebih cepat, Ratih menduga perasaan aneh itu yang di sebut cinta yang sering ia dengar dari orang orang dewasa.

Namun Ratih tidak mengetahui pasti perasaan ini karena ia masih kecil.

Ratih membuka pintu dan duduk di dalam kursi dengan ekspresi lesu, ia menduga bahwa Wira tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya terbukti karena Wira sama sekali tidak melihat kepergiannya.

Mobil mulai berjalan meninggalkan gapura desa Durenombo, Ratih terlihat menatap pemandangan semu dari balik kaca mobil itu dengan ekspresi lesu bercampur sedih, tanpa ia sadari air matanya menetes.

Berminggu minggu bukanlah waktu yang singkat, Ratih menghabiskan waktu berminggu minggu bersama dengan Wira, entah itu makan bersama di rumah nenek Saroh, memetik kelapa, mengepel mangga, menangkap ikan di sungai dan banyak kegiatan membolang lainnya yang sangat melekat di benak Ratih.

Wajar saja Ratih begitu sedih, bisa di bilang baru kali ini ia memiliki teman dan merasakan kenangan kenangan indah tersebut.

Ratih mengusap air matanya, dia mencoba untuk optimis, "Hah! Kamu jangan cengeng Ratih, pasti masa cuti sekolah akan tiba lagi dan aku bisa kembali kesini." Batinnya dengan ekspresi yang kini lebih membaik.

Apa yang tidak di ketahui Ratih, saat ini terlihat Wira sedari tadi menatap kepergian Ratih dari atas dahan pohon.

Ia menatap dalam kepergian Ratih sesaat kemudian turun dan pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

***

Waktu berjalan dengan sangat cepat, di sebuah Mansion yang sangat besar nan mewah di kota semarang terlihat seorang pemuda yang sedang bertapa di atas batu di halaman Mansion.

Ia adalah Tuan Muda Alvaro pewaris keluarga Damian yang paling kuat, ia saat ini sedang bertapa dengan tujuan meningkatkan kesaktiannya agar mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi.

Setelah bertemu dengan sosok yang mengaku keturunan pelayan Wira Gendeng kini Tuan Muda Alvaro menyadari bahwa ilmunya masih sangat dangkal, masih ada langit di atasnya.

Sementara itu di balkon Mansion terlihat seorang pria paruh baya berwajah tampan dengan rambut yang di sisir kebelakang, wajahnya menunjukan ekspresi tegas dan penuh wibawa.

Tatapannya tajam bagaikan elang yang menatap mangsa, dia tidak lain tidak bukan adalah Patriark Ramon pemimpin keluarga Damian.

Patriark Ramon memandangi Alvaro yang sedang bertapa dengan tatapan dalam, "aku sama sekali tidak menyangka akan ada sosok yang mampu merebut kalung kencono Sukmo itu dari tangan Alvaro, Alvaro sendiri adalah sosok yang sangat kuat menunjukan bahwa sosok yang merebut kalung itu bukanlah sosok biasa dan kemungkinan akan menjadi ancaman di masa depan." Batin Patriark Ramon.

Tiba tiba sebuah mobil sedan memasuki halaman Mansion, siapa sangka wajah tegas Patriark Ramon langsung berubah menjadi penuh senyum sumringah.

Dia langsung berjalan turun hendak menemui putri kecilnya yang sudah sangat lama tidak ia temui.

Langkah Patriark Ramon yang biasanya beritme menggertakan hati setiap lawannya kini terdengar layaknya langkah seseorang yang sangat senang.

Hingga akhirnya Patriark Ramon melihat Ratih putrinya, Ratih terlihat berlari ke arah Patriark Ramon dan berteriak, "ayah!!!" Teriaknya sembari memeluk Patriark Ramon.

Ramon membalas pelukan Ratih dan menggendongnya, "Putri kecil ayah! Akhirnya kamu pulang nak." Ucap Patriark Ramon di hadapan Putrinya ini Patriark Ramon benar benar seperti bapak bapak biasa.

Mungkin benar cinta tulus yang sebenarnya adalah orang tua yang mencintai anaknya, bisa di lihat dari Patriark Ramon walaupun ia memiliki banyak hal dalam gengamannya namun dia masih sangat mencintai putrinya.

Tiba tiba Patriark Ramon mendapati fisik anaknya sedikit berubah, kulit Ratih yang awalnya putih bersih kini sedikit menghitam layaknya seorang anak kecil yang sering main layangan.

Namun Patriark Ramon tidak mengungkapkan hal ini, ia tidak mau menyinggung perasaan anaknya.

"Ratih pasti belum makan kan? Sekarang masuk sana dan makan, di dalam sudah ada banyak sekali makanan kesukaan Ratih." Ucap Patriark Ramon dengan senyum lebar.

Ratih menganggukan kepalanya, ia berjalan memasuki Mansion dengan di iringi lima pelayan.

Ketika Ratih sudah tidak terlihat lagi senyuman Patriark Ramon lenyap dalam sekejab, ia kemudian berjalan ke arah Herlambang yang sedari tadi berdiri gugup di dekat mobil.

Tatapan Patriark ramon terlihat sangat mengintimidasi, setiap langkahnya membawa ketakutan tersendiri bagi Herlambang.

Patriark Ramon memang terkenal sosok yang sangat sakti dan sangat kejam di dunia bawah tanah, banyak sekali organisasi, kelompok mafia bahkan keluarga besar yang harus tunduk karena kesaktian Patriark Ramon.

Mendapati tatapan intimidasi dari sosok semengerikan ini jelas membuat Herlambang gugup setengah mati.

Dengan dingin Patriark Ramon berucap, "apa yang terjadi pada ratih selama berada di desa itu? Kenapa kulitnya sedikit menghitam?" Tanya Patriark Ramon dengan dingin.

"Emm.. selama di desa hanya ada masalah nona Ratih di culik oleh sosok pemuja ilmu hitam itu tuan." Jawab Herlmabang.

Patriark Ramon menganggukan kepalanya, ia memang sudah mengetahui bahwa Ratih pernah di culik oleh nenek Pakande.

"Lalu? Mengapa kulit Ratih sedikit menghitam?" Tanyanya lagi dengab tatapan mengintimidasi.

"Anu Tuan. Nona Ratih berteman dengan seorang anak desa yang sering sekali bermain layangan, memancing ikan, dan banyak lagi kegiatan di bawah terik matahari yang membuat kulit Nona Ratih menghitam."

Patriark Ramon menganggukan kepalanya, ia kemudian berucap, "sekarang kamu boleh pergi." Ucapnya.

Herlambang menghela nafas lega buru buru ia langsung pergi dari tempat ini.

Setelah kepergian Herlambang Patriark Ron terlihat memegangi dahinya dengan ekspresi pusing, "aku bodoh sekali! Ternyata keputusan membawa Ratih ke desa adalah keputusan yang sangat bodoh! Di desa Ratih sama sekali tidak mendapatkan pelajaran hidup apapun, hmm... mulai sekarang lebih baik aku tidak mengijinkan Ratih lagi ke desa itu dan bermain dengan anak itu, bisa bisa Ratih malah berubah menjadi dekil! Aku tidak rela!" Batin Patriark Ramon.

1
Tini Nurhenti
ada yg ngompol gk thor 😄😄🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!