Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdansa
"Kau mau berdansa?" tawar Angkasa ketika Dambi bergabung duduk berhadapan dengannya. Jelas Dambi langsung menolak dengan gelengan keras.
Dia tidak tahu berdansa. Angkasa pasti akan menertawainya. Tidak, tidak bisa. Dambi tidak akan menunjukan kelemahannya didepan laki-laki ini. Bisa-bisa dia diledek lagi nanti.
"Pilih saja salah satu pelayan rumahmu kalau kamu ingin berdansa, jangan aku. Aku tidak bisa." tolak Dambi. Angkasa tergelak mendengarnya. Gadis ini benar-benar. Mana mungkin dia berdansa dengan pelayan, apalagi didepan tunangannya sendiri. Ngawur.
"Aku tidak menghina pekerjaan seorang pelayan, tapi aku tidak akan pernah berdansa dengan salah satu dari mereka. Aku sudah memilikimu, wanita yang ingin aku ajak berdansa adalah kamu. Hanya kamu." kata Angkasa lalu tersenyum lebar menatap Dambi. Sangat lebar hingga mampu membuat Dambi menjadi salah tingkah hanya dengan melihat senyuman Angkasa. Senyuman yang mahal. Karena Angkasa adalah sosok laki-laki yang sangat jarang tersenyum.
"Tapi aku tidak bisa berdansa, kau akan menertawaiku." ucap Dambi tidak percaya diri. Gadis itu berdiri hendak kembali ke kamar, lagipula mereka sekarang ada di ruang duduk, dia malu kalau ada pelayan yang lihat atau bahkan mertuanya yang tiba-tiba datang.
"Aku akan mengajarimu." kata Angkasa ikut berdiri dari sofa. Pria tinggi itu berjalan ke arah Dambi. Dambi menengadahkan wajah menatapnya. Tinggi, Angkasa memang tidak salah menyebutnya pendek. Kenyataannya memang begitu, kalau dirinya berdiri bersebelahan dengan Angkasa.
Angkasa memegang kedua tangannya dan meletakkannya di lehernya. Kemudian setelah kedua tangan Dambi menggantung dilehernya, Angkasa melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.
"Relax, jangan tegang. Aku akan mengajarimu perlahan-lahan, sampai jadi." gumam Angkasa tepat didepan wajah Dambi. Bau mulutnya harum. Pasti pewangi mulutnya mahal, karena harumnya bertahan lama. Dambi masih ingin menolak tapi Angkasa tidak membiarkannya.
"Mari mulai." kata Angkasa lagi lalu menarik tubuh Dambi hingga menempel pada tubuhnya. Dan kemudian, membuat tubuh gadis itu bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti alunan musik. Mau tak mau Dambi mengikuti gerakan pria itu. Ia tidak peduli berkali-kali kaki Angkasa terinjak olehnya. Siapa suruh lelaki itu memaksanya yang buta berdansa.
***
Dambi menatap tirai jendela yang berkibar tertiup angin. Sepertinya akan turun hujan. Karena setelah itu terdengar bunyi guntur dan kilat yang datang bersamaan.
Dambi meletakkan komik roman yang sedang dia baca ke atas nakas. Kemudian turun dari tempat tidur dan melangkah mendekati jendela. Gadis itu menutupi jendela, dan benar saja hujan mulai turun rintik-rintik. Bahkan beberapa tetes kecil mengenai tangan Dambi karena terbawa angin.
Akhirnya hujan turun makin deras. Bukan menutup pintu balkon, Dambi malah berjalan ke arah balkon dan menyandarkan tubuhnya pada pagar yang terbuat dari stainless steel dengan pola-pola yang rumit. Ia tampak menikmati butiran-butiran air yang turun makin deras didepannya.
Dambi sangat menyukai hujan. Bahkan ia tidak peduli meski sekarang sudah cukup malam. Ia masih ingin berada di situ menikmati hujan yang turun meski tidak membasahinya.
"Sedang apa?" suara berat seorang pria membuat Dambi menoleh untuk menatap wajahnya. Siapa lagi kalau bukan Angkasa. Pria itu sudah berdiri di sebelahnya. Menatapnya dengan lembut. Bagaimana Dambi keberatan pria itu ke sini coba kalau tatapannya seperti itu. Gadis itu malah merasa gugup. Pasalnya pria ini sangat tampan. Apalagi kalau berdiri sedekat ini dengannya.
"Nggak ada. Hanya menikmati hujan saja." sahut Dambi mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan. Astaga, kenapa dia jadi gugup begini sih. Apalagi Angkasa terus menatapnya dalam. Dia kan jadi malu.
Dambi berusaha menutupi rasa malunya dengan tersenyum, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke langit. Angkasa sedikit membungkuk karena tangannya yang bertumpu pada pagar pembatas balkon mereka, dengan telapak tangan yang menyatu.
"Kau suka hujan?" tanyanya.
Dambi mengangguk menjawab, masih memandang langit dan jutaan tetes hujannya.
"Kenapa?" tanya Angkasa lagi. Kali ini Dambi menoleh ke pria itu, dia mengerutkan dahi.
"Nggak ada alasan, hanya suka aja. Seperti saat kamu menyukai seseorang tanpa alasan."
Angkasa mengangguk-angguk lalu tertawa pelan. Kemudian keduanya terdiam. Dambi yang sibuk menikmati suara hujan yang turun, dan Angkasa yang terus mengamati gadis itu dengan tatapan yang begitu dalam. Pandangannya kini fokus ke bibir Dambi. Ia masih ingat jelas bagaimana rasanya bibir yang dia cumbui kemarin. Dan malam ini, sepertinya dia ingin kembali mencicipi bibir itu. Dambi membuatnya merasa bergairah. Ia menginginkan gadis itu.
Sementara itu ketika Dambi mengalihkan pandangan ke pria yang berdiri disampingnya itu, ia tiba-tiba menyadari cara Angkasa menatapnya dan langsung memasang tampang was-was. Seolah tahu ada bahaya yang mengancam, gadis itu sedikit menjauh.
Angkasa masih memandangnya dengan tatapan naik turun. Lalu mendekat dan mendorong tubuhnya pelan ke tembok. Dambi ingin kabur, namun kedua lengan kokoh itu mengurungnya. Membuatnya merinding. Bukan karena ketakutan, tapi karena rasa gugup dan malu yang datang menghampirinya. Jantungnya berdetak tak karuan.
Angkasa berhasil. Laki-laki itu berhasil membuatnya gugup setengah mati. Kali ini Dambi merasa dagunya terangkat. Ya, Angkasa memakai telunjuknya mengangkat dagu Dambi agar menengadah menatapnya. Dambi menelan ludah. Mata indah Angkasa yang bertemu dengan matanya membuat rasa gugupnya makin menjadi-jadi.
"Boleh aku menciummu?" lalu kalimat pendek itu keluar dari mulut Angkasa. Suara hujan yang bercampur dengan suara maskulin Angkasa menyatu, membuatnya makin terdengar indah ditelinga Dambi.
Hal yang membuat Dambi heran adalah Angkasa meminta ijinnya terlebih dulu. Padahal bisa saja pria itu langsung menyerangnya seperti kemarin, ketika dia mencumbu Dambi dengan sangat liar di meja makan. Tentu pertanyaan lembut itu membuat Dambi merasa dilema. Ia tidak menjawab, tidak menolak juga. Hanya menggigit bawahnya lirih. Ia tidak sadar tindakan menggigit bibir bawahnya tersebut membuat Angkasa makin tidak tahan.
"Aku akan melakukannya sekarang." ucap pria itu kemudian menyatukan bibir mereka. Mata Dambi melebar. Awalnya dia ingin melawan, ingin mendorong tubuh Angkasa menjauh, namun entah apa yang terjadi pada otaknya, ia malah menutup mata merasakan manisnya ciuman Angkasa.
Seolah mendapat lampu hijau, Angkasa tersenyum. Ia melanjutkan ciumannya. Dari bergerak ringan lalu mulai melum at bibir Dambi. Menggodanya. Kelembutan dan rasa manis yang didapatnya dari bibir gadis itu membuat Angkasa ingin mencecap lebih dalam lagi. Seakan dia ingin menghabiskannya saat ini juga.Satu tangannya sudah menahan leher Dambi dan satunya lagi berada dipinggangnya.
Ciuman mereka makin panas, Angkasa menggigit pelan bibir Dambi sehingga mulut gadis itu membuka dan lidahnya bisa masuk untuk mencecap segala isi di dalam rongga mulutnya. Angkasa menyudahi ciuman panas mereka ketika dirasanya nafas Dambi makin habis.
Dambi oh Dambi