Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya Bertemu
Sesuai janjinya Shanum meninggalkan Adira dengan Ifana. Begitu juga dengan Satria. Mereka memberi ruang untuk Adira dan Ifana.
"Aku, kabur lagi kabur Ifana." ungkap Adira setelah mereka lama terdiam.
"Kenapa?" tanya Ifana menggenggam tangan Adira.
Adira langsung menceritakan semua masalah yang menghampiri hidupnya. Hampir semuanya. Ifana yang mendengarkannya juga ikut menangis sama halnya dengan Adira.
"Aku hanya percaya padamu. Tolong jangan khianati kepercayaan ku dengan membocorkan kisah ku." pinta Adira menatap Ifana dengan seksama.
"Terimakasih karena telah percaya padaku. Aku janji, akan menjaga rahasia mu Adira. Kita akan menjadi sahabat selamanya." isak Ifana memeluk Adira yang berada di sampingnya.
Satria terus saja menatap ke arah Adira. Ada rasa perih saat melihat Adira menangis.
"Tante, siapanya Adira?" tanya Satria menyesap minumannya.
"Saya Tantenya, Tante jauhnya. Kamu temannya Adira?"
Ditanya begitu, Satria langsung bersemu. "Bu-bukan kebetulan saya sepupu temannya Adira. Kemudian rumah saya sekarang berhadapan sama rumah Adira di pala indah."
"Oo tetangganya berarti ya" kekeh Shanum.
"Tante tahu kenapa Adira menangis?"
"Mungkin kamu lebih tahu, karena tetangganya. Tante gak bisa bicarakan tentang keluarga orang lain.," ujar Shanum menatap Adira yang masih dipeluk Ifana.
"Menurut Tante, bagaimana kalo kita beritahu orang tua Adira, kalo Adira ada di sini. Saya kasihan melihat mereka seperti orang stress, apalagi tadi pagi saya sempat melihat kalau wajah Tante Ella seperti kurang tidur. Plus, matanya bengkak. Pasti dia menangisi Adira setiap malamnya." papar Satria.
"Tante juga berpikir begitu. Namun, Adira melarangnya. Biar lah, mereka merasakan rindu dulu." balas Shanum.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Hari ini, Ella meliburkan Bu Mar dan Bu Siti. Dia ingin ketenangan di rumahnya. Lagipula Ella ingin melakukan pekerjaan sendiri. Hitung-hitung untuk mengurangi stress akibat kepikiran Adira.
Vania ke dapur hendak makan. Namun matanya menatap tajam pada makanan yang dihidangkan oleh Ibunya.
"Ibu, kok banyak kesukaan Adira?" tanya Vania menatap tak suka.
"Iya, siapa tahu dia hari ini pulang. Jadi dia senang bisa langsung merasakan makanan kesukaannya." ujar Ella.
"Tapi sekarang Adira gak ada Bu. Aku, cuma aku anak Ibu yang sekarang ada di rumah. Ada di depan Ibu." tekan Vania. Dia cemburu, karena hampir setiap malam kedua orang tuanya pasti memasuki kamar Adira. Bahkan melewati kamarnya, yang berada tepat di sebelah kamar mereka.
"Iya, Adira udah pergi. Ninggalin Ibu. Apa sekarang dia udah makan? Mengingat dia bahkan tidak punya uang."
"Cih,,," Vania hanya berdesis pelan mendengar ucapan Ibunya.
"Jangan banyak-banyak Vania. Sisakan untuk Adira." larang Ella menatap Vania mengambil asam manis kesukaan Adira.
Vania langsung melepaskan sendok yang di pegangnya. Dia membatalkan mengambil asam pedas tersebut.
Afandi baru keluar dari kamar. Dia sudah siap dengan pakaian yang rapi.
"Aku mau ketemu Adira Bu. Karena selama dua hari. Aku sudah menyewa seorang detektif. Itupun atas saran salah satu temanku."
"Ja-jadi Ayah sudah tahu dimana Adira?" tanya Vania tidak percaya.
"Iya, dan sekarang Ayah akan menjemputnya."
"Ibu ikut." langsung berjalan menuju kamar untuk siap-siap.
"Sial ..." batin Vania. "Aku juga mau ikut." pinta Vania.
Mendengar permintaan Vania, Afandi dan Ella sama-sama menoleh.
"Jangan ..." larang mereka berdua hampir bersamaan.
"Ibu gak mau, jika nanti Adira melihatmu. Dan menunda untuk pulang." ujar Ella memberi alasan.
"Tapi ..."
"Jangan membantah Vania." tekan Afandi menatap nyalang. Langsung membuat nyali Vania ciut.
Tak lama kemudian mereka langsung berangkat dimana Adira berada. Apalagi menurut informasi yang diterima, kalau Adira ada di rumah Shanum. Hati Afandi langsung lega. Setidaknya, dia menepati tempat yang nyaman dan aman.
"Kenapa Shanum tidak memberitahu kita? Apa dia tidak tahu, kalo kita kesusahan." tanya Ella saat mereka sudah di jalanan.
"Mungkin, ini semua atas permintaan Adira."
"Tapi, kenapa Adira bisa sampai kesana? Karena setahu kita, dia bahkan tidak mempunyai uang yang banyak."
"Aku juga gak tahu Bu, nanti kita coba tanyakan." sahut Afandi menambahkan kecepatan mobilnya. Karena dia sudah tidak sabar memeluk Adira.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
"Kamu tahu? Satria adalah tetangga kamu. Rumah kalian berhadapan." ujar Ifana saat mereka kembali bergabung.
"Wah benarkah? Maaf, aku gak tahu. Tapi, aku sempat melihat sih, saat ada mobil barang yang datang ke rumah depan." kekeh Adira.
"Kamu cantik." ungkap Satria spontan karena melihat Adira terkekeh.
Ifana langsung menyemburkan minumannya. "What?" pekik Ifana tak percaya. Sedangkan Adira hanya melotot tak percaya. Satria adalah orang ke dua yang bilang dia cantik, selain Kakeknya.
"Eh- kalo tersenyum maksudku. Bukan saat menangis tadi." ralat Satria menendang pelan kaki Adira yang ada di depannya.
Adira buru-buru menarik kakinya, dan menatap nyalang ke arah Satria.
"Maaf ..." lirih Satria dengan muka memerah serta salah tingkah.
"Kenapa aku bisa bodoh gini?" batin Satria.
"Kenapa sih cowok ini." batin Adira menatap Satria.
"Satria, kenapa muka mu kok merah gitu?" tanya Ifana polos.
Shanum langsung menoleh ke Satria yang berada di sampingnya. Tadi dia memang tidak terlalu memperdulikan obrolan para anak muda di hadapannya.
"Kamu sakit?" tanya Shanum ikut memegang dahi Satria.
"Eh tidak Tan, saya permisi ke toilet dulu." pamit Satria.
Sepeninggal Satria, Adira baru menarik napas lega.
"Kenapa saudaramu aneh sekali?" keluh Adira. "Masak tadi dia menendang kaki ku."
"Benarkah?Tadi, mukanya juga merah, tapi dia tidak demam. Jangan-jangan ..." kekeh Shanum menutup mukanya.
"Jangan-jangan kenapa Tante?" tanya Ifana ikut panik.
"Mungkin gak, kalau Satria terpana sama Adira?" tuduh Shanum membuat Ifana tertawa terbahak-bahak. Bahkan beberapa pengunjung lainnya menatap ke arahnya.
"Maaf, maaf Tante. Asal Tante tahu ya, Satria tidak pernah menyukai yang namanya cewek Tante. Bahkan, disaat teman-teman sepermainannya dulu sudah punya beberapa orang mantan. Satria bahkan tidak pernah pacaran sekalipun." papar Ifana.
"Bagus dong, biar nanti Adira yang menjadi cinta pertamanya Satria." kekeh Shanum, mencoba untuk menggoda Adira.
"Tante mah ..." rajuk Adira.
Satria baru saja keluar dari toilet. Dia terus berjalan tanpa melihat sekitarnya. Toh, dia beranggap gak akan ada orang yang dikenalnya disini.
"Satria ..." panggil Afandi dari arah pintu masuk.
"Om, Tante ..." sahut Satria kaget. Ingin dia memberitahu Ifana, agar membawa lari Adira. Namun, ponselnya berada di meja. "Kok disini?" tanya Satria.
"Om ada perlu, mau ketemu seseorang. Kamu sendiri kok disini?" tanya Afandi melihat Satria seperti gugup.
"Ya udah kami tinggal dulu ya. Karena kami buru-buru." ujar Ella agar Afandi tahu, jika dia sudah tidak sabar.
Afandi langsung pergi meninggalkan Satria, karena ditarik Ella.
"Adira ..." teriak Ella melihat anaknya sedang menikmati hidangan.
Adira langsung menjatuhkan sendok ditangannya, karena mendengarkan suara yang amat dikenalinya.
"Ibu ..." lirih Adira tak percaya.
Apalagi, saat muka Satria muncul tepat dibelakang Afandi yang digandeng oleh Ella.
"Dia ..." menatap Satria kecewa.
jadi ortu apa lagi emaknya ga ada empati²nya sama anaknya sendiri
🤯🤯🤯🤯🤯🤯
semangat ya Dira.
sabar ya Allah sabar
ini hanya sebuah novel jangan bapeeer
tega banget mereka ya Allah .
aaaakkkkkhhhh!!!!!!!!
😡😡😡😡😡
egois!!!
baru pagi aja Mak bapamu perhatian sama Dira , kamu udah merasa ga dikasih perhatian woyyyy!!!
selama ini Dira apa ga ngalah perhatian nya selalu tercurahkan buat Lo !!!
astaghfirullah
gedek banget ya Allah
udah dibikin nyesek aja ya Allah
harusnya yg jadi ortu jangan kaya gitu lah. Harus bisa membagi kasih sayang
🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺