Terbuangnya Tuan Muda Sombong

Matahari kini sudah merosot di ufuk barat dan berganti tamaramnya cahaya bulan di malam hari. Saat ini Darren dan Mateo tengah duduk lesehan di teras rumah beralas tikar samak yang terbuat dari daun pandan.

Keduanya tengah mengepulkan asap rokoknya di temani segelas kopi hitam dan singkong goreng hangat buatan Dira.

"Gue nggak nyangka elo bisa bertahan hidup di kampung dan lihat sekarang penampilan elo...." ucap Mateo yang kini tengah menatap Darren seraya menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum melihat penampilan seorang Darren Alviansyah yang biasanya selalu mengenakan pakaian mahal dan necis. " Elo hanya mengenakan baju Koko dan sarung."

"Dan yang lebih mencengangkan, elo sudah nikah. Yang gue tau elo sama sekali nggak mau terikat pernikahan, tapi ternyata sekarang elo sudah terikat pernikahan sama gadis desa dan yang buat gue lebih kaget lagi elo benar-benar bucin sama istri elo," pungkas Mateo sembari menyalakan lagi sebatang rokok.

Darren hanya tersenyum menanggapi perkataan Mateo, karena apa yang di katakannya memang benar.

"Apa elo bahagia hidup sama Dira?" tanya Mateo sembari mengepulkan asap rokoknya.

"Iya, dia wanita yang mandiri dan juga unik. Dan gue nggak tau sejak kapan gue jatuh cinta sama dia, yang jelas gue cinta banget sama dia. Apa lagi kalau gue mau tidur, ada yang nemenin gue dan bisa gue peluk dan juga bisa pegang-pegang yang lain."

"Cih, dasar!! otak elo malah traveling kemana-mana." Mateo langsung mendorong bahu Darren yang kini tengah tertawa.

"Elo ada masalah apa? gue yakin elo datang kesini pasti elo lagi ada masalah." Darren mengalihkan topik pembicaraannya.

"Gue putus sama Clarissa."

Darren langsung menengok menatap Mateo yang kini tengah tertunduk lesu.

"Kok bisa? bukannya elo sudah lama pacaran dan elo sudah merencanakan pernikahan elo sama Clarissa."

"Hemm ... begitulah, tapi pada kenyataannya gue putus sama Clarissa. Dia ternyata selingkuh di belakang gue dan dia tertangkap basah sama gue di apartemennya sedang bercinta sama selingkuhannya."

"Wih...parah banget tuh cewek," seloroh Darren menggelengkan kepalanya pelan.

"Elo yang sabar, gue yakin elo bakal dapat pengganti yang lebih baik dari dia. Seharusnya elo bersyukur karena Tuhan sudah memperlihatkan kelakuan buruk dia sekarang, coba kalau elo dan Clarissa sampai menikah? Gue yakin hati elo akan lebih sakit."

"Iya, elo benar. Gue harus move on dan harus melupakan dia."

"Sip... gitu dong," pungkas Darren sembari menepuk paha Mateo.

Dira muncul dari dalam rumah dan ikut bergabung dengan Darren dan Mateo. Dira duduk di samping Darren yang langsung di peluk oleh Darren dan tidak ketinggalan yaitu Darren mencium pipi Dira di bawah tatapan Mateo.

Mateo yang melihat Darren hanya mendengus melihat Darren yang kini sudah bucin sama Dira.

"Kenapa lihat-lihat," ucap Darren kepada Mateo yang hanya mendelikkan matanya kepada Darren.

"Elo pengen," ledek Darren yang kini malah semakin erat memeluk Dira dari samping. "Makanya nikah bro...." ejek Darren yang kembali mencium pipi Dira.

Dira langsung memukul lengan Darren, karena merasa risih atas kelakuan Darren.

"Dasar!! Mentang-mentang sudah nikah, elo pamer kemesraan elo ke gue," sungut Mateo.

"Ra, kok elo mau sih nikah sama si onyet?"

"Sialan elo ngatain gue si onyet," sungut Darren sebal.

"Yang... aku dikatain onyet sama dia," adu Darren manja, Dira hanya mendengus mendengar Darren mengadu.

"Cih, dasar bucin. Pengen gue pites tuh pala elo," ketus Mateo yang jijik melihat kelakuan Darren.

Darren langsung menjulurkan lidahnya kepada Mateo sembari tersenyum jumawa.

"Ra, tidur yuk, aku sudah ngantuk nih."

Darren langsung menarik tangan Dira dan meninggalkan Mateo yang masih duduk di depan teras rumah. Mateo yang di tinggalkan Darren, juga ikut melangkah masuk ke dalam rumah.

Waktu pun terus bergulir dan semakin larut. Dira terbangun karena kantong kemihnya berasa berat. Cepat-cepat Dira menuntaskan buang air kecilnya dan kembali melangkah masuk ke kamarnya, tapi saat sudah menutup pintu kamarnya langkah kaki Dira tersandung kaki meja rias yang memang dekat dengan pintu.

Bruk

Dira terjatuh dan membuat Darren yang sudah tidur terbangun karena mendengar suara benda jatuh.

"Ra...." Darren langsung bangkit dan membantu Dira yang terduduk di lantai.

"Aw...." ringis Dira.

"Kenapa? apa ada yang sakit?" tanya Darren yang langsung mengajak Dira duduk di atas kasur.

"Jari kelingking sama jari manis aku sakit," ucap Dira meringis karena kedua jarinya terkilir.

"Makanya hati- kalau jalan. Sini aku pijitin."

Darren langsung memijit kelingking dan jari manis Dira yang terkilir.

"Aaaww... " jerit Dira. " Pelan-pelan dong, mijit bagian itunya," rengek Dira yang kesakitan.

"Iya, ini juga pelan-pelan," sahut Darren.

"Tapi sakit kamu mijit bagian itunya...."

"Ini nya harus di lepas dulu, biar lebih mudah memijitnya," kata Darren yang langsung melepaskan cincin Dira dari jarinya.

"Aahhh... pelan-pelan," rengek Dira saat Darren memijit kedua jarinya.

"Iya, ini sudah pelan kok."

"Aahh...." ringis Dira menahan sakit.

"Gimana? sudah enakkan? " tanya Darren.

Dira langsung menggerakkan kedua jarinya dan ternyata sudah lebih baik dan juga tidak terlalu sakit.

"Iya, sudah enakkan."

"Ayo kita lanjut lagi tidurnya," ajak Darren.

Sedangkan di kamar sebelah, Mateo yang memang belum tidur memilih keluar kamar dan tak sengaja mendengar pembicaraan antara Dira dan Darren yang Mateo pikir tengah melakukan aktifitas di atas ranjang. Mateo mencibir apa yang sedang Darren lakukan bersama Dira. Apa lagi Mateo mendengar suara Dira yang tengah mengerang panjang.

Kurang ajar, gue di sini lagi patah hati. Lah... si monyet malah lagi asik-asikkan begituan. Dasar teman laknat.

Mateo langsung menutup rapat telinganya saat Darren mengatakan ayo kita lanjut lagi. Dan Mateo memilih masuk kamar lagi karena tidak mau mendengar kelanjutan perbuatan mesum Darren yang akan membuat dirinya ikut meronta-ronta. Kedua telinga Mateo langsung di pasangkan earphone dan menyalakan musik.