Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.
Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Kedatangan Ibu Mertua
"Sudah Nelly, kamu jangan menangis lagi. Semua itu karena diri mu tidak selektif mencari suami, sekarang ibu sangat malu kepada para tetangga di sini,"
Ibunya bukan membesarkan hati putrinya yang baru saja tersakiti justru malah menyalahkan dirinya. Padahal dirinya turut andil besar dalam kejadian ini, dia terlalu silau dengan mahar yang di berikan Tedy sehingga mau begitu saja menerimanya menikahi putrinya secara siri, tanpa menyelidiki terlebih dahulu latar belakang pria itu.
"Kenapa Ibu justru menyalahkan aku, Ibu yang menyuruh ku mau di nikahi segera walau secara agama, karena dia mau memberi mahar 50 juta," ucap Nelly kesal.
"Tapi dia itu kan pilihan mu sendiri, tentu saja semua salah mu," bela Ibunya.
"Sudah, cukup! Jangan berdebat lagi, sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana langkah selanjutnya," lerai ayahnya.
"Iya, ayah benar. Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Alif.
"Aku tidak mau di madu, lebih baik aku sendiri daripada harus berbagi suami dengan wanita lain," ucap Nelly.
"Apa kamu serius? Nanti kamu mencari suami lagi karena tidak tahan hidup sendiri," sindir ibunya.
"Bu, Ibu itu sadar tidak jika semua itu karena sikap Ibu. Semua suami ku tidak tahan dengan segala hinaan dan sindiran mu, bahkan sekarang Mas Alif juga akan mengalami nasib seperti diri ku. Itu semua karena Ibu tidak pernah suka dengan semua menantu Ibu, apalagi jika mereka tidak punya uang,"
Nelly berteriak, ia begitu kesal dengan sikap ibunya yang selalu menyalahkan orang lain tanpa bercermin terhadap dirinya sendiri. Gadis itu pergi meninggalkan semuanya, masuk ke dalam kamar dan menangis.
"Dasar anak durhaka, sudah berani dia berteriak pada ku. Semua itu kesalahannya sendiri, selalu memilih suami yang kere. Giliran punya uang ternyata suami orang, nasibnya benar-benar sial," ucapnya.
"Cukup Bu, jangan suka berkata buruk. Perkataan bisa menjadi doa, bagaimana jika sampai malaikat mendengar. Harusnya sebagai orang tua, Ibu bisa lebih bersikap bijaksana dan menjaga lisan. Lihat sekarang hidup anak-anak kita jadi berantakan, itu karena Ibu terlalu ikut campur urusan rumah tangga mereka. Apa sekarang Ibu puas melihat mereka semua hancur?"
Kali ini suaminya berkata dengan tegas, namun bukan bu Nani namanya jika bisa di gertak. Wanita itu seolah tidak takut pada siapapun, bahkan ia tidak menghargai ucapan suaminya yang memang benar adanya.
"Kamu itu bicara apa sih, Pak? Mana ada orang tua yang senang melihat anaknya menderita, justru itu semua terjadi karena mereka tidak mengikuti perkataan ku. Sekarang mereka harus menerima nasib buruk karena kelakuan mereka sendiri,"
Plakkk...
Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi keriput wanita itu, ayah Alif sudah benar-benar kehabisan kesabaran menghadapi istrinya. Biasanya dia hanya memberi saran dan mengingatkan istrinya dengan lemah lembut, namun melihat hidup kedua anaknya hancur karena istrinya ia menjadi naik pitam. Apalagi istrinya sudah tidak menghargainya sebagai seorang suami, dia harus memberinya pelajaran.
"Kenapa Bapak tega memukul ku?" tanya wanita itu sambil menangis.
Ia berlari ke kamarnya, meninggalkan Alif yang masih mematung karena shock melihat ayahnya berani menampar ibunya untuk pertama kali.
☆☆☆
Sementara itu di rumah Rania.
"Bu, kenapa ayah harus meninggalkan rumah kita?" tanya Alisa.
"Sayang, ayah dan nenek telah berbohong. Mungkin kamu menyangka ibu yang jahat, tapi nanti jika kelak sudah dewasa kamu pasti akan mengerti semuanya," jawab Rania.
Alisa tidak bertanya lagi, ia sadar jika ibunya tidak akan bertindak seperti itu jika masalah itu tidak besar. Ayah dan neneknya pasti melakukan kesalahan fatal hingga membuat ibunya yang lemah lembut menjadi lebih menakutkan dari neneknya.
Menit kemudian gadis itu terlelap menyusul adiknya yang telah tidur lebih dulu. Rania yang masih terjaga kembali mengingat kejadian semalam, ia sudah berjanji tidak akan pernah luluh lagi sekalipun suami dan ibu mertuanya bersujud di kakinya. Rasa letih hati dan fisik membuat Rania segera menyusul kedua anaknya, tertidur di buai mimpi yang indah.
Beberapa jam kemudian, suara adzan berkumandang menandakan waktu ashar telah tiba, Rania segera membuka mata. Setelah mandi dan beribadah dia segera membangunkan Alisa untuk mengaji. Namun baru akan melangkah ke dalam kamar, suara seseorang berteriak memanggil namanya di depan. Ia mendengar lengkingan suara ibu mertuanya yang tidak asing di telinga.
"Mau apa lagi sih ibu ke sini? Tidak ada sadar-sadarnya walau usianya sudah tua," ucap Rania.
"Rania, buka pintunya!" perintah ibu mertuanya.
"Aku tahu kamu ada di dalam, jika tidak kamu buka akan aku dobrak pintu ini," imbuhnya.
Rania bergegas membuka pintu, ia malas mendengar suara ibu mertuanya yang sangat berisik mengganggu telinga yang masih waras.
"Ada apa lagi sih, Bu?" tanya Rania.
Ibu mertuanya tidak menjawab justru menerobos masuk sampai menyenggol Rania.
"Ibu kenapa tidak sopan sih, masuk ke rumah orang tanpa permisi," ucap Rania.
"Bukannya yang bayar kontrakan ini adalah Alif, ya aku berhak dong masuk semau ku,"
Wanita itu berbicara dengan angkuh, membuat Rania tersenyum bahkan tertawa lebar.
"Hahaha... Ibu salah, aku yang membayar kontrakan ini untuk setahun ke depan. Uang sumbangan dari Mas Alif sudah aku kembalikan semua semalam," ucap Rania dengan senyum sinis.
"Tidak mungkin, Alif tidak cerita pada ku," kilah ibu mertuanya.
"Terserah mau percaya atau tidak, aku tidak peduli. Lebih baik Ibu pergi jika tidak ada kepentingan di sini," usir Rania.
"Berani kamu ya mentang-mentang sudah bisa cari uang sendiri. Semalam kamu usir anak ku, sekarang kamu mengusir aku yang masih mertua mu," bentaknya.
Padahal baru tadi di peringatkan bahkan di tampar suaminya, sekarang malah membuat ulah lagi. Entah apa yang ada di pikiran bu Nani, sifat jahatnya seperti tidak ada ujung pangkalnya.
"Ibu mau kemana, jangan masuk kamar orang sembarangan,"
Rania berusaha mencegah ibu mertuanya masuk namun Bintang menangis karena kaget, Alisa juga terbangun mendengar kegaduhan itu. Rania berusaha menenangkan Bintang sampai tidak sadar jika ibu mertuanya sudah mengacak-acak lemari pakaiannya.
"Ibu, apa yang Ibu lakukan dengan barang-barang ku,"
Rania mencoba mengambil apa yang Ibu mertuanya dapatkan, wanita itu mengambil kotak perhiasan yang berisi kalung yang baru saja beberapa hari yang lalu ia beli.
"Aku akan ambil ini sebagai ganti rugi, putra ku tidak mendapatkan apa-apa menikah dengan mu," ucap ibu mertuanya.
"Jangan Bu, itu adalah milik ku. Itu hasil kerja keras ku selama ini," cegah Rania.
Mereka bergumul cukup lama untuk saling mempertahankan, namun tatkala Rania lengah karena menoleh ke arah Bintang yang hampir jatuh, Ibu mertuanya langsung berlari membawa kotak perhiasan itu. Spontan Rania berteriak.
"Maling, maling..." teriak Rania.
Teriakannya terdengar sampai ke rumah tetangga, mereka segera berdatangan ke rumahnya.