Novi adalah seorang wanita seorang agen mata-mata profesional sekaligus dokter jenius yang sangat ahli pengobatan dan sangat ahli membuat racun.
Meninggal ketika sedang melakukan aktivitas olahraga sambil membaca novel online setelah melakukan misi nya tadi malam. Sayangnya ia malah mati ketika sedang berolahraga.
Tak lama ia terbangun, menjadi seorang wanita bangsawan anak dari jendral di kekaisaran Dongxin, yang dipaksa menikah oleh keluarga nya kepada raja perang Liang Si Wei. Liang sangat membenci keluarga Sun karena merasa mencari dukungan dengan gelar nya sebagai salah satu pangeran sekaligus raja perang yang disayang kaisar.
Tepat setelah menikah, Novi melakukan malam pertama, ia menuliskan surat cerai dan lari. Sayangnya Liang, selalu memburu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuju
Liang Si Wei menunduk sedikit sambil menahan amarah.
“Haaa, dasar wanita menyebalkan,” gumamnya pelan.
Putra Mahkota memiringkan kepala, bingung. “Apa Yang Mulia baru saja, memaki seseorang?”
“Tidak,” jawab Liang Si Wei cepat.
Kaisar menaikkan alis. “Kau baik-baik saja, Raja Liang?”
“Hanya.. angin pagi mungkin membawa debu,” sahutnya cepat, sebelum kembali diam.
Para pejabat di dalam aula menundukkan kepala dalam-dalam. Tak satu pun berani menanggapi bersinnya Raja Liang, apalagi gumamannya barusan yang entah ditujukan pada siapa. Aura kaku dan sunyi menggantung, hanya suara angin dari sela-sela jendela tinggi yang menemani.
Liang Si Wei membungkuk memberi hormat pada Kaisar dan Putra Mahkota.
“Hamba mohon pamit, akan segera melanjutkan penyusunan strategi di perbatasan timur.”
Kaisar mengangguk pelan. “Berhati-hatilah, Raja Liang. Dan jaga kesehatanmu.”
“Terima kasih atas perhatiannya, Yang Mulia.”
Tanpa menoleh lagi, Liang Si Wei berbalik dan melangkah keluar dari aula dengan langkah panjang, jubah hitam berkibar ringan di belakang.
Begitu pintu besar aula tertutup kembali, Liang Si Wei menghela napas berat.
“Apa Yang Mulia bersin lagi di dalam?” tanya Mo Han pelan, berdiri tegak di samping pintu.
Liang Si Wei mendengus, menyeka hidungnya.
Angin sejuk musim semi bertiup lembut melalui jendela kamar Sun Yu Yuan. Tirai tipis berkibar pelan, dan suara burung-burung kecil terdengar nyaring dari pepohonan di luar. Di samping ranjang, empat bayi mungil terlelap dengan damai, dibungkus selimut katun lembut. Sun Yu Yuan, yang masih mengenakan pakaian longgar pascamelahirkan, tengah duduk di kursi goyang, menatap jendela dengan ekspresi damai dan letih.
Tiba-tiba..
Ketuk! Ketuk!
Seekor burung berekor biru melesat masuk melalui celah jendela. Bulunya berkilau, matanya tajam dan cerdas. Di kakinya, terikat gulungan kertas kecil berwarna abu-abu khas Grimhall. Burung itu, mengeluarkan suara kecil sebelum menjulurkan kakinya yang dililit pita perak kecil.
Sun Yu Yuan langsung berdiri, “Sudah lama tak melihatmu, si ekor biru.” gumamnya pelan.
Burung itu bertengger di palang jendela, berkicau pelan seolah menjawab sapaannya. Dengan satu tangan, ia meraih kapsul kecil di kaki burung yang terikat rapi, membuka segel peraknya, dan membaca pesan gulungan mini di dalamnya dengan mata tajam khasnya.
Namun begitu matanya menelusuri kalimat demi kalimat, dahi Sun Yu Yuan langsung berkerut tajam. “Raja perang Liang... ke desa ini?” bisiknya tak percaya.
Ia mendengus keras, membuat bayinya tersentak kecil di pelukannya. “Cihh! Baru juga selesai melahirkan anak empat, Kenapa ia malah kesini?”
Ia buru-buru memanggil Mei Lin, yang sedang merapikan tempat tidur bayi.
“Mei Lin!”
Mei Lin langsung menghampiri dengan panik, “Ada apa, Nona?”
“Segera beri tahu semua warga desa Mamy. Tutup seluruh tempat yang berhubungan dengan Grimhall. Alihkan aktivitas seperti biasa.”
“Apa terjadi sesuatu?”
“Raja Liang akan ke sini dalam tiga hari,” jawabnya dingin.
Mei Lin langsung pucat. “I-iya! Akan saya sampaikan sekarang juga!”
“Dan satu lagi,” Sun Yu Yuan menambahkan sambil mengenakan mantel gelap dan mengganti penutup kepala. “Aku akan ruang bawah tanah. Aku akan turun ke pusat Grimhall. Jangan ganggu aku dalam beberapa jam ke depan. Titip mereka berempat.”
“Baik, Nona!”
Burung itu mencicit pelan, sebelum terbang keluar jendela dengan indahnya, setelah diberikan makan oleh nya.
Tak lama kemudian, di balik rak buku besar di kamar Sun Yu Yuan, muncul lorong kecil menuju bawah tanah, lorong yang tak diketahui siapa pun kecuali orang-orang terpilih dari jaringan intelijen rahasia Grim Hall.
Langit menjelang sore mulai berwarna keemasan, matahari menggantung rendah di cakrawala. Jalan setapak berdebu membentang panjang, diapit pepohonan tinggi yang sesekali bergoyang tertiup angin.
Liang Si Wei menunggang kuda hitamnya dengan sikap tenang. Di sampingnya, Mo Han dan Mo An, dua bawahannya paling setia dan terlatih, pasukan elitl, mengikuti langkah kudanya dalam formasi segitiga kecil.
Suara derap kuda menjadi satu-satunya irama di jalan sunyi itu.
Tiga hari perjalanan akhirnya terlampaui. Langit masih pucat pagi, embun menempel di ujung-ujung dedaunan, dan aroma tanah basah tercium samar. Liang Si Wei menghentikan kudanya tepat di bawah bayangan gunung kecil yang mengapit lembah hijau.
“Apakah desa itu terletak di balik gunung ini?” tanyanya datar namun dalam, pandangan matanya tajam menembus pepohonan.
“Benar, Yang Mulia,” jawab Mo Han sembari menegakkan badan, matanya mengikuti arah tunjuk sang raja.
Tanpa berkata apa-apa, Liang Si Wei turun dari kudanya, langkahnya mantap dan terukur. Ia menarik tali kekang dan mengikat kudanya pada batang pohon, diikuti oleh Mo Han dan Mo An.
“Ayo,” ujarnya singkat.
Ketiganya melompat dengan gerakan cepat dan ringan menggunakan Qinggong nya, tubuh mereka melesat naik ke dahan-dahan pohon besar dengan gerakan nyaris tanpa suara. Hanya desiran angin yang menyertai langkah ringan mereka, seperti bayangan yang menyatu dengan alam.
Liang Si Wei berjongkok di atas cabang pohon tertinggi yang masih tertutupi dedaunan lebat. Dari ketinggian itu, mereka bisa melihat hamparan lembah di balik gunung kecil tersebut.
“Itu desa Mamy?” bisiknya.
Mo An mengangguk. “Iya, Yang Mulia. Berdasarkan peta dan informasi yang kita kumpulkan, itu memang desa Mamy.”
Liang Si Wei menyipitkan matanya, memperhatikan setiap gerakan dan suara dari desa yang tampak begitu biasa.
Penduduknya tampak hidup damai. Wanita-wanita membawa keranjang anyaman di punggung mereka, berjalan ke ladang sambil tertawa kecil. Anak-anak berlarian tanpa alas kaki, tertawa riang sambil mengejar kupu-kupu. Seorang kakek duduk di bale bambu, mengukir alat pertanian dari kayu. Sejumlah pemuda tampak memikul hasil panen, sementara beberapa gadis muda membawa kendi air dari mata air gunung.
Pakaian mereka sederhana, dominan warna abu-abu dan coklat kusam, dengan ikat kepala kain lusuh. Tidak ada satu pun yang mencolok.
“Bukankah Desa ini terlihat terlalu tenang?” gumam Liang Si Wei, matanya tak beranjak sedikit pun.
Mo Han menjawab pelan, “Mungkin ini hanya desa biasa, Yang Mulia. Tempat pertanian terpencil yang belum terjamah konflik.”
“Tidak,” potong Liang Si Wei, nadanya dingin. “Tempat ini terlalu… bersih. Tidak seperti desa pertanian terpencil biasanya. Semua bergerak terlalu teratur.”
Ia menunjuk ke arah seorang pria tua yang menggiring kambing. “Lihat cara dia menatap bayangan pepohonan. Seperti sedang menghitung waktu untuk berpatroli.”
Liang Si Wei menyeringai tipis. “Sepertinya Desa ini bukan desa biasa, Tapi siapa yang cukup cerdas untuk menyamar sedalam ini? Apakah tempat ini beneran Desa biasa atau ada yang tersembunyi di balik itu semua? Sepertinya nanti malam aku harus kesana.” ucapnya dalam hati.
Maaf baru update, jempol author baru sembuh. Kemaren bengkak belum bisa ngetik 🙏🏻
cerita nya makin keren ..
bikin menantang ada bumbu bumbu penyedap nya Thor 😂😂😂😂
untung Author jauh di sono....
coba kalo deket.....tak umpetin tuh
alas kaki nya..... biar ga bisa kemana-mana...
biar diem anteng......ketak ketik update nya looooossss......🤗🤭🔥
semangat upnya thor 💪💪