Novel kali ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang dibuang oleh ayahnya, karena menganggap anaknya yang lahir itu adalah sebuah kutukan dari langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KPYT 029. Tuan Putri Dibawa oleh Wanita Bercadar Putih
Sementara itu di luar kereta....
Entah datangnya dari mana, tahu-tahu sekitar belasan orang-orang serba merah sudah mengepung kereta Zhang Jiang Ying dan 12 prajurit pengawal. Mereka mengepung dari segala penjuru seolah tidak ingin rombongan Putri Zhang Jiang Ying lolos.
Orang-orang serba merah itu, mereka mengenakan pakaian yang sama, yaitu pakaian panjang model jubah warna merah. Kepala tertutup tudung yang juga warna merah yang bersambung dengan jubah.
Wajah orang-orang itu tidak jelas karena sebagian besar tertutup kain tebal semacam masker warna merah. Hanya sepasang mata mereka yang menyorot tajam menatap target mereka.
Di dada kiri masing-masing tergambar bundaran warna putih. Di dalam lingkaran itu terdapat gambar dua pedang bersilang. Di tengah kedua pedang itu terlukis gambar petir. Yang kesemuanya itu berwarna merah.
Melihat gelagat jika orang-orang serba merah itu sudah mengepung mereka, 12 prajurit pengawal langsung bertindak cepat. Mereka segera turun dari tunggangan, lalu mengelilingi kereta Zhang Jiang Ying. Penjagaan terhadap Putri Zhang Jiang Ying dan orang-orangnya harus diperketat.
Beberapa saat lamanya 12 prajurit pengawal itu mengamati belasan orang serba merah yang mengepung mereka. Sedangkan pedang mereka masing-masing sudah diloloskan dari sarungnya.
"Siapa kalian?" bertanya kepala prajurit pengawal yang berdiri paling depan dengan nada membentak. "Mau apa menghalangi jalan kami?"
Tidak ada seorang pun dari 17 belas orang serba merah itu yang menyahuti bentakan kepala prajurit pengawal itu.
Malah salah seorang yang berpenampilan sedikit berbeda yang berdiri tak jauh di depan kepala prajurit pengawal seketika mengangkat tangan kirinya ke samping sejajar kepala.
Maka kejap itu pula 16 orang bertopeng masker merah segera menghunus pedang masing-masing dari warangkanya yang tersampir di pinggang kiri.
Suara gesekan logam langsung terdengar saling susul menyusul, menciptakan bunyi yang cukup mengerikan yang membuat hati menjerit.
Kemudian kejap berikut sang pemimpin orang-orang serba merah mengibaskan tangan kirinya ke depan sambil membentak keras dan garang.
"Seraaang....!"
Suara menyeramkan itu amat jelas didengar oleh orang-orang seisi kereta. Sehingga ketegangan dan rasa takut langsung menguasai mereka.
Zhao Fengxia dan Zhao Xiu Xiang langsung memeluk Bibi Ningyan dengan erat. Sedangkan Zhang Jiang Ying dan Zhao Fangmei saling berpelukan. Ketakutan dan kengerian benar-benar menguasai mereka.
Sementara di luar kereta, begitu sang pemimpin sudah memerintahkan penyerangan, tanpa disuruh dua kali mereka langsung melesat cepat menyerang 12 prajurit pengawal dengan garang.
Sedangkan 8 prajurit pengawal, seolah tidak mau kalah, mereka langsung maju menyerang pula. Sehingga dalam waktu singkat pertarungan adu pedang langsung tergelar tanpa dapat dicegat.
Adapun 4 prajurit sisanya tetap menjaga kereta. Mereka tidak boleh jauh dari kereta tuan putri. Keselamatan Zhang Jiang Ying harus mereka jaga dari orang-orang tak dikenal itu.
Namun tidak sampai satu peminum teh, 8 prajurit pengawal sudah terbantai dengan sadis. Jeritan-teritan kematian langsung terdengar mengerikan, ditingkahi tubuh-tubuh yang tertebas jatuh di tanah berdebu.
Secara jumlah dan kehebatan para prajurit pengawal kalah telak. Sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak selain hanya bisa menerima kematian yang tragis.
Aksi orang-orang bertopeng merah itu tidak sampai di situ saja. Delapan orang di antara mereka langsung maju, menyerang prajurit pengawal yang tersisa dengan brutal.
Dan juga tidak butuh waktu lama, 4 prajurit yang tersisa segera menyusul teman mereka ke alam baka.
Sungguh aksi orang-orang serba merah itu begitu cepat dan brutal dalam membunuh. Sehingga tidak sampai dua peminum teh semua prajurit pengawal sudah terkapar bersimbah darah di atas tanah berdebu.
★☆★☆
Ketegangan bercampur ketakutan dan kengerian semakin menguasai Putri Zhang Jiang Ying dan orang-orang yang bersamanya. Membuat mereka merasakan kehororan yang hebat.
Zhao Fengxia dan Zhao Xiu Xiang semakin erat memeluk Bibi Ningyan. Zhang Jiang Ying dan Zhao Fangmei semakin erat berpelukan. Sementara wajah mereka sudah berubah pucat.
Bibi Ningyan sebenarnya merasakan kengerian yang sangat, sama dengan keempat gadis kecil yang bersamanya. Namun dia harus tetap tegar agar keempat gadis kecil yang bersamanya tidak semakin terpuruk dalam kengerian.
Tidak ada yang bersuara seorang pun di antara mereka, lebih tepatnya tidak ada yang berani. Sedangkan baik Zhao Xiu Xiang maupun Zhao Fengxia sedapat mungkin menahan tangis.
Sementara itu di kuar kereta....
"Bunuh semua yang ada di dalam kereta!" seketika sang pemimpin menurunkan perintah yang kejam dengan suara yang cukup keras.
Membuat seluruh penghuni kereta terkejut ketakutan bukan main. Zhao Fengxia dan Zhao Xiu Xiang sudah meneteskan air mata. Namun sedapat mungkin mereka tidak mengeluarkan suara tangis.
Sementara Bibi Ningyan, Zhang Jiang Ying maupun Zhao Fangmei tetap berusaha tegar dan berdoa agar Yang Maha Kuasa mengirimkan pertolongan.
Sedangkan 8 orang bertopeng merah yang tadi membantai 4 prajurit pengawal terakhir, tanpa menunggu perintah dua kali segera bersiap membantai semua penumpang kereta kuda.
Namun baru juga kaki mereka bergerak melangkah, tiba-tiba terdengar bentakan cukup keras mencegat aksi kedelapan orang bertopeng merah itu.
"Berhenti...!"
Belum hilang gema suara bentakan keras itu, tiba-tiba dari beberapa arah melesat benda tajam dengan amat cepat. Saking cepatnya benda-benda itu melesat, tak ada kesempatan bagi kedelapan orang bertopeng merah untuk menghindar.
Sehingga....
Craaab!
Craaab!
Craaab!
"Aaa...!"
Aaakh...!"
"Aaaa...!"
Benda-benda logam pipih dan tajam berbentuk seperti belati warna hitam itu telah menancap di tubuh kedelapan orang bertopeng merah tanpa ampun, membuat mereka langsung menjerit sejadi-jadinya sebelum tubuh mereka tumbang terkapar tanpa nyawa di atas tanah berdebu.
Kejadian mengerikan itu begitu cepat berlangsung, membuat sang pemimpin dan sebagian anak buahnya yang masih hidup hanya bisa terperangah beberapa saat lamanya.
Dan selagi semua orang bertopeng merah masih asyik menikmati keterperangahan mereka, tiba-tiba dari suatu arah berkelebat bayangan putih dan bayangan biru dengan amat cepat.
Saking cepatnya kedua bayangan itu berkelebat, seakan tidak ada yang dapat menyadarinya. Dan tahu-tahu di atas kereta kuda sudah berdiri dua orang wanita bercadar.
Dua orang wanita itu, yang satu berpakaian panjang warna putih, sewarna dengan kain cadarnya. Yang seorang juga berpakaian panjang berwarna biru muda, sewarna dengan kain cadarnya.
Namun masing-masing mereka mengenakan caping dari anyaman bambu warna hitam. Sedangkan pedang panjang terpegang di tangan masing-masing.
★☆★☆
Beberapa kejap berikutnya sang pemimpin telah bangun dari keterperangahan, berikut semua anak buahnya. Dan saat menyadari kehadiran dua wanita bercadar itu, mereka langsung menatap garang ke arah keduanya. Sekaligus bersiap-siap untuk melakukan serangan lagi.
"Rupanya ada orang yang sudah bosan hidup berani mengganggu tugas Klan Petir Merah," berkata sang pemimpin bernada dingin bercampur sinis.
Kemudian kembali dia mengangkat tangan kirinya ke samping sejajar dengan kepala. Perbuatannya itu hendak memerintahkan seluruh anak buahnya untuk menyerang kedua wanita bercadar di atas kereta.
Namun belum juga tangannya bergerak mengibas, dan belum juga mulutnya mengeluarkan perintah, tiba-tiba wanita bercadar putih langsung berkata bernada dingin penuh ancaman.
"Berani kau bergerak sedikit saja, nyawamu yang lebih duluan melayang!"
"Bedebah! Siapa kau berani mengancamku?" bentak sang pemimpin dengan garang.
"Se...."
Belum juga perintahnya lengkap muncrat dari mulut kotornya, seketika lehernya langsung tercekat karena terbelit serat tali kecil yang memendarkan sinar biru.
Tidak sampai di situ saja. Serat tali kecil bersinar biru itu telah membelit beberapa bagian tubuhnya. Lalu kejap berikut, serat tali biru itu seketika mengencang dengan cepat, dan kejap berikut langsung memotong tubuh sang pemimpin menjadi beberapa bagian.
Lalu tubuh yang terpotong-potong itu jatuh ke tanah bagai onggokan kotoran yang menjijikan.
Tentu saja kejadian aneh sekaligus mengerikan itu membuat orang-orang bertopeng merah yang tersisa yang ternyata dari Klan Petir Merah kembali terperangah kaget.
Kejadian yang tengah berlangsung di depan mata mereka itu sama sekali mereka tidak menduga akan terjadi. Dan belum juga mereka dapat berbuat sesuatu, wanita bercadar putih sudah membentak keras.
"Seraaang...!"
Belum hilang gema suara bentakan keras itu, dari balik pepohonan dan semak-semak seketika muncul sekitar puluhan laki-laki dan perempuan yang separuh wajahnya ditutup kain.
Mereka langsung berkelebat dengan cepat, menyerang sisa pasukan pembunuh bayaran dari Klan Petir Merah itu. Pedang sudah terhunus di tangan masing-masing, siap menebas nyawa para pembunuh bayaran itu.
"Kamu tetap di sini, Ling Huan!" perintah wanita bercadar putih bernada pelan. "Awasi kereta ini!"
"Baik, Jie jie," kata wanita bercadar biru yang dipanggil Ling Huan dengan patuh.
Lalu wanita bercadar putih seketika berkelebat turun sambil menghunus pedangnya, terus menyerang pasukan Klan Petir Merah bersama pasukannya yang sudah terlibat pertempuran.
Dan tidak butuh waktu lama pertempuran kecil langsung tercipta di bawah terik mentari yang garang. Tapi kali ini kubu pasukan Klan Petir Merah melawan kubu wanita bercadar putih.
Sementara wanita bercadar biru yang bernama Ling Huan tetap berada di atas kereta, mengawasi jalannya pertempuran sekaligus menjaga kereta dari serang mendadak pihak Klan Petir Merah atau bisa saja pihak lain.
Patut diakui kehebatan masing-masing personil Klan Petir Merah. Namun kali ini mereka menghadapi lawan yang sepadan. Ditambah lagi jumlah lawan terlalu banyak.
Sehingga cuma sampai satu penak nasi, pasukan wanita bercadar putih sudah dapat merobohkan mereka satu per satu.
Kembali jeritan-jeritan kematian yang menyayat hati terdengar saling susul menyusul. Ditingkahi pada bertumbangnya tubuh-tubuh serba merah dengan bersimbah darah. Lalu beberapa kejap berikut mereka semua sudah terkapar jadi mayat di atas tanah berdebu.
★☆★☆
Setelah membasmi habis personil Klan Petir Merah, wanita bercadar putih dan seluruh pasukannya berkumpul di sekitar kereta kuda. Sedangkan Ling Huan sudah turun dari atas kereta, dan kini sudah bersama wanita bercadar putih di samping kanan kereta.
"Ningyan, kamukah yang ada di dalam?" tanya wanita bercadar bernada lembut agak pelan.
Bibi Ningyan dan semua oenghuni kereta jelas mendengar suara panggilan itu meski pelan, terkesan bersahabat. Namun wanita cantik itu jelas belum berani bersuara. Tingkat kewaspadaannya masih terpasang.
Juga Zhang Jiang Ying maupun ketiga bersaudara Zhao tidak ada yang berani bersuara.
"Jangan takut, kalian semua sudah aman," kata wanita bercadar putih lagi meyakinkan kalau mereka adalah orang baik. "Kami akan menyelamatkan kalian di tempat aman."
"Ya, sa-saya Ningyan," sahut Bibi Ningyan akhirnya meski masih sedikit takut. "Apakah kalian orang baik?"
"Ya, kami orang-orang baik yang akan menyelamatkan kalian," sahut wanita bercadar putih lagi. "Apakah Putri Zhang Jiang Ying bersamamu?"
"Ya, Zhang Gong zhu bersama saya juga ada tiga anak perempuan lainnya."
"Baiklah. Kalian tetap berada di dalam kereta. Kami akan membawa kalian ke tempat kami."
"Maaf, Gu niang, bolehkah saya tahu siapakah Anda?"
"Sebentar lagi kamu akan tahu, Ningyan. Kamu bersabar saja dulu."
"Sudah ya kita akan bersiap-siap berangkat."
Lalu wanita bercadar putih memerintahkan dua orang bawahannya untuk mengendarai kereta kereta barang, sedangkan dia nantinya akan mengendarai kereta Zhang Jiang Ying.
Kemudian dia beralih memandang Ling Huan, terus memerintahkan berbuat sesuatu.
"Buka Gerbang Biru, Ling Huan!"
"Baik, Jie jie."
Kemudian Ling Huan maju ke depan kereta. Lalu menggerak-gerakkan kedua telapak tangannya di depan dadanya dengan gerakan tertentu yang aneh.
Begitu kedua telapak tangannya saling merapat di depan dadanya dengan mode tertentu; jari tengah, jari manis dan jari kelingking saling menekuk, sedangkan ibu jari dan jari telunjuk saling merapat, maka kejap berikut sesuatu keanehan yang menakjubkan terjadi.
Seketika di depan sana terbentuk semacam bingkai cahaya warna biru yang mengambang di udara. Kemudian bingkai cahaya biru itu membesar dengan cukup cepat sehingga terbentuklah sebuah pintu raksasa berbingkai warna biru. Di dalam bingkai itu terdapat sinar datar warna putih bercampur biru.
Itulah portal Gerbang Biru yang dibuka oleh Ling Huan yang ternyata ahli sihir.
Setelah portal Gerbang Biru terbuka, setelah wanita bercadar putih dan Ling Huan duduk di tempat duduk kusir, maka berangkatlah mereka menuju markas melalui portal Gerbang Biru.
★☆★☆★
Penjelasan kata-kata asing:
Satu peminum teh: ukuran waktu 5-10 menit
Satu penanak nasi: ukuran waktu 20-30 menit
Gong Zhu: tuan putri
Gu Niang: sapaan untuk perempuan, nona
Semangat terus thor upnya