Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09 - Benar-Benar Sakit
Satu minggu di rumah mertua, Sean benar-benar tumbang pada akhirnya. Perubahan cuaca, pola makan dan juga tidur yang sangat jauh berbeda membuat tubuh Sean terkejut hingga jatuh sakit. Asam lambungnya naik, stres dan juga gejala masuk angin parah akibat mandi pagi membuat pria itu harus menjalani rawat inap.
Menyedihkan, persis penyakit anak pesantren yang terkejut dengan lingkungan barunya. Ya, kira-kira begitulah Sean saat ini memilih pura-pura tidur lantaran malu mendengar pembicaraan keluarga istrinya. Meski sebelum ke rumah sakit keadaan cukup memanas, saat ini mereka justru mengkhawatirkan Sean.
"Kenapa juga dipaksa mandi sepagi itu, Zalina ... di rumahnya saja mungkin bangun jam delapan, jangan terlalu dipaksa."
"Zalina tidak memaksa, Umi. Mas Sean melakukan semuanya sendiri," jelas Zalina pada umi Rosita yang mengira Sean selalu didikte oleh Zalina agar terbiasa dengan kehidupan mereka.
"Masa iya? Bohong dosa, Zalina," tuduh Agam yang juga merasa bersalah karena sempat mengira Sean memang bersalah.
"Tidak, Mas."
Zalina sama sekali tidak berbohong. Meski memang bangun tidurnya masih harus dibantu, tapi setelah membuka mata Sean akan berlalu sendiri ke kamar mandi. Tidak lupa, pergi ke mushola untuk menunaikan shalat subuh tanpa diperintah.
"Asam lambung, dia puasa kemarin, Zalina?" tanya kiyai Husain tampak berpikir, setelah dia ingat kemarin siang menantunya tampak lemas ketika dia ajak untuk membersihkan sekitaran mushola.
"Iya, Abi ... mas Sean ikut puasa kemarin, tapi aku sama sekali tidak memaksanya."
Sudah mejadi kebiasaan Zalina puasa sunah senin kamis. Kemarin, bertepatan dengan hari kamis Zalina melakukan rutinitasnya. Tanpa Zalina duga, Sean ingin ikut dengan alasan ingin mencoba juga. Padahal, alasan sebenarnya adalah karena dia malu jika makan sendirian sementara se-rumah puasa semua.
"Bagaimana, Abi? Apa tidak sebaiknya hubungi orang tuanya? Kasihan sakit begini, apa mungkin tidak pernah jauh dari ibunya?"
Bermodalkan statusnya sebagai putra konglomerat di luar kota, membuat umi Rosita berpikir jika menantunya tengah mengalami kerinduan lantaran sudah satu minggu tidak pulang.
Semua kekhawatiran mereka Sean dengar dengan teliti. Sudut bibirnya tertarik tipis sekali, sungguh dia merasa sedikit tergelitik dengan orang-orang yang menganggapnya bahkan tidak bisa berpisah dari rumah. Tanpa mereka ketahui, bahwa saat ini mereka seakan tengah mengkhawatirkan seekor buaya akan tenggelam.
"Baiklah, nanti Abi hubungi orang tuanya ... siapa tahu sedikit lebih baik."
Sebelumnya Mikhail mengatakan akan membawa serta anak dan istrinya agar bisa saling mengenal sebagai keluarga. Hanya saja belum bisa dalam waktu dekat, selain karena khawatir keadaan masih panas, kiyai Husain juga tidak ingin keluarga Mikhail ikut merasa tidak nyaman akibat pandangan orang-orang di sini.
"Sial, habis sudah aku diejek Papa andai benar-benar datang ke sini."
Sean hendak membantah juga percuma. Faktanya saat ini dia memang butuh perawatan, perutnya sama sekali tidak nyaman, kepalanya sakit bahkan untuk membuka mata saja terasa berat.
Sean lemah, mentalnya terutama. Pikiran Sean begitu buruk, kekhawatiran akan Abrizam tunjuk tiba-tiba dalam memimpin doa dan jadi imam masih menghantui pria itu. Akhir-akhir ini dia kerap tidur larut malam akibat belajar tata cara shalat, bermodalkan buku dari Zalina dia akan berdiam diri di tepian ranjang seraya meratapi bacaan-bacaan yang dahulunya sempat dia hapal.
Sulit memang, dia sudah sangat dewasa untuk menghapal. Otaknya sudah sangat tumpul, hal itulah yang membuat Sean cukup sulit bahkan kerap tertidur dengan posisi asal. Biasanya, Zalina yang akan memperbaiki posisi dan juga mengembalikan bukunya.
Dia berusaha dengan sangat keras, wajar saja jika dokter mengatakan Sean kurang istirahat. Semua yang sang suami lakukan, tergambar jelas di otak Zalina hingga membuat wanita itu hanya menghela napas pelan.
Setelah Abi dan umi-nya berlalu, saat ini Zalina hanya menjaganya sendirian. Sean yang awalnya pura-pura tidur, tampaknya kini tidur sungguhan. Tidurnya Sean benar-benar menghangatkan hati Zalina, raut wajah setenang itu membuat Zalina ragu jika dia seburuk itu.
"Aku bukan pria baik-baik, Zalina ... kau pasti membenciku jika tahu bagaimana busuknya aku."
Begitu jelas Sean mengatakannya beberapa waktu lalu. Saat dimana Sean gusar lantaran begitu sukar untuk menghapal Al-Kafirun dan menganggap jika kesulitan ini diakibatkan oleh dosanya di masa lalu.
"Kamu orang baik, Mas ... cepat sembuh, setoranmu belum tuntas. Masih ada tiga ayat lagi," bisik Zalina di telinga Sean yang kemudian menarik sudut bibirnya tipis.
"Hahaha ayat pertamanya saja aku sedikit lupa, Zalina."
Hati Sean berdesir kala Zalina menyeka keringatnya di kening dengan penuh kelembutan. Sesekali wanita itu bahkan mengusap lembut rambut Sean yang mulai memanjang. Tanpa perlu Sean lihat bagaimana istrinya sekarang, pria itu seakan hendak loncat dari tempat tidur saat ini juga.
"Sakit saja terus, Sean ... kau suka begini, 'kan?" Sean tengah mengutuk dirinya sendiri yang justru bahagia padahal tubuhnya luar biasa tersiksa. Mungkin karena terlalu lama tidak merasakan belaian lawan jenis, beberapa tahun terakhir memang dia tidak pernah merasakan kelembutan seorang wanita padanya. Terkhusus wanita sesuci Zalina.
.
.
- To Be Continue -