Raina cantika gadis berusia 23 tahun harus menerima kenyataan jika adiknya sebelum meninggal telah memilihkannya seorang calon suami.
Namun tanpa Raina ketahui jika calon suaminya itu adalah seorang mafia yang pernah di tolong oleh adiknya.
Akankah Raina menerima laki-laki itu untuk menjadi suaminya?
Apakah Raina dapat bahagia bersama laki-laki yang tidak dia kenal?
Ikuti kisah mereka selanjutnya, ya!
Jangan lupa untuk follow, like dan komentarnya!
Terima kasih 🙏 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Arsenio mulai berulah
Arsenio terlihat menikmati, apa yang di lakukannya pada Raina. dia pun, semakin memperdalam ciumannya.
Raina ingin menolak dan berontak, namun tidak dengan tubuhnya yang sama-sama menikmati, apa yang Arsenio lakukan kepadanya.
"Haaah...!" Nafas Raina tersenggal-senggal, karena kekurangan oksigen. dia dengan kuat, mendorong tubuh Arsenio.
Arsenio menyeringai, melihat wajah Raina yang merah padam. entah marah atau karena malu, itu sangat sulit di bedakan.
Raina yang merasa malu bercampur marah pun, beranjak dari duduknya. setelah membereskan kotak obat, dia pun segera keluar dari ruangan Arsenio.
"Mau kemana kamu?" tanya Arsenio, dingin.
Raina menghentikan langkahnya dan menengok, ke arah Arsenio. "Aku mau pergi. Sepertinya keadaan mu, sudah baik-baik saja." jawabnya ketus, dengan mata mendelik.
Arsenio tersenyum tipis, melihat sikap Raina seperti itu. entah sadar atau tidak, Arsenio pun merasa aneh pada dirinya yang sungguh berani melakukan hal itu.
"Dasar bodoh!" umpat Arsenio, saat menyadari perbuatannya pada Raina. dia pun seketika terlihat menyesal, sudah melakukan hal itu pada wanita yang memang sudah menjadi istrinya.
Arsenio kembali terdiam di sofa, dengan tatapan tajam menatap ke depan.
Di luar ruangan, Raina terlihat tergesa-gesa. namun langkahnya terhenti , ketika Morgan menghampirinya.
"Apa kamu sudah selesai mengobati, arsen?" tanya Morgan, memperhatikan Raina.
"Akhh...!" pekik Raina terkejut.
Morgan mengernyitkan dahi, melihat sikap Raina. "Kamu baik-baik saja? Apa ada sesuatu yang terjadi pada, Arsen?" tanyanya heran.
Raina menghela nafas pelan. "Aku tidak apa-apa. Hanya saja aku terkejut, karena kamu tiba-tiba saja muncul di sini." jawabnya, mencoba tenang.
Morgan awalnya memicingkan mata. namun tidak lama kemudian, dia pun tersenyum tipis.
"Aku kira, sudah terjadi apa-apa. Bagaimana keadaan Arsen sekarang?" tanya Morgan.
"Dia baik-baik saja. Kalau begitu, aku pamit dulu." jawab Raina, yang kemudian pergi dari hadapan Morgan.
Morgan mempersilahkan Raina, untuk kembali ke kamarnya. setelah itu, dia memutuskan untuk melihat keadaan Arsenio.
"Bagaimana keadaan mu, Arsen?" Morgan tersenyum penuh arti, saat menghampiri Arsenio.
"Seperti yang kau lihat. Jika keadaan ku, baik-baik saja." jawab Arsenio dingin.
Morgan mengangguk pelan. dia sebenarnya ingin menggoda Arsenio, namun dia juga takut jika tuannya itu akan marah.
Morgan pun ikut duduk di samping Arsenio. dia pun menemani Arsenio, yang hanya terdiam sendiri di sana.
"Apa kamu tahu Arsen? Jika tadi Raina, sangat mengkhawatirkan mu. Tadinya aku ingin mengobati, mu. Tapi dengan cepat, Raina meminta izin pada ku, untuk mengobati mu." Dengan nada serius, Morgan menceritakan tentang sikap Raina.
Arsenio menatap Morgan, dari samping. dia merasa tidak percaya, dengan apa yang di katakan oleh temannya itu.
" Apa aku harus percaya kata-kata, mu?" tanya Arsenio sinis.
Morgan mengangguk pelan. "Percayalah Arsen. Dia wanita yang sangat baik untuk, mu. Dan aku yakin, jika Raina sangat tulus pada mu."
Arsenio terdiam, mendengar jawaban dari Morgan. sebenarnya dia merasakan, apa yang di katakan oleh Morgan.
"Beristirahatlah. Hari sudah malam." Morgan menepuk pundak Arsenio. dia pun, beranjak dari duduknya.
Arsenio mengangguk pelan, dan memperhatikan Morgan yang keluar dari ruangannya.
"Apa aku, sudah bersikap keterlaluan pada nya?" gumam Arsenio, bertanya di dalam hati.
Kini Arsenio terlihat bimbang. dia tidak mengerti, dengan hati dan pikirannya yang tiba-tiba saja teringat, pada Raina.
Arsenio pun menganggap, jika dirinya mulai menerima kehadiran Raina di kehidupannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
(Kediaman Fero)
"Aarrgh...! Kenapa kamu melakukan ini kepada ku, Raina?! Kenapa kamu bisa tinggal di rumah Arsenio?!"
Fero terlihat marah. bahkan dia menghancurkan benda-benda, yang berada di hadapannya.
Lucas hanya bisa melihat kemarahan tuanya, tanpa ingin menenangkannya.
"Aku harus mencari cara, supaya bisa membawa Raina keluar dari rumah, Arsenio! Bagaimana pun caranya, aku akan membawa kembali dirimu, Raina!" ucap Fero, penuh penekanan.
Bagaikan orang, yang sudah kehilangan kesadaran. Fero terlihat marah, dengan sorot mata tajamnya. kini dia pun, menatap Lucas yang setia berdiri di sampingnya.
"Kita harus menyusun rencana, agar bisa membawa Raina kembali ke rumah ini. Dan aku minta, kamu terus menggali informasi tentang alasan Raina, tinggal di sana. Dan ingat! Aku ingin rencana kita selanjutnya, berhasil." ucap Fero kembali.
Lucas yang paham pun mengangguk pelan. dia pun akan melakukan perintah, yang di berikan Fero kepadanya.
Dan pada malam Itulah, menjadi hari dimana Fero merasakan kekecewaan pada Raina. sehingga dia pun bersumpah, tidak akan melepaskan begitu saja wanita yang ia cintai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pagi ini seperti biasa, Raina bangun pagi. namun ada hal berbeda, yang dia rasakan saat ini.
Raina tidak melihat keberadaan Arsenio, di kamarnya. Namun Raina tidak mempermasalahkannya, dan tetap menjalani hari seperti biasa.
"Selamat pagi Nona." sapa Dila, menyapa Raina yang baru saja turun, dari lantai atas.
Raina tersenyum tipis. "Selamat pagi Dila. Apa kamu sudah menyiapkan, sarapan?" tanyanya ramah.
"Sudah Nona. Mari silahkan." jawab Dila, di sertai dengan senyuman.
Raina menggeleng pelan, melihat sikap Dila. Dia pun berjalan ke ruang makan.
Di setiap langkah Raina, merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia merasa takut, untuk bertemu dengan Arsenio saat ini.
Raina menghela nafas, saat melihat keadaan meja makan yang masih sepi. Dia tidak melihat, keberadaan Arsenio di sana.
"Kenapa, kamu hanya berdiri di sana? Duduklah!"
Raina yang awalnya merasa lega. Kini terlihat ketar-ketir, saat mendengar suara bariton Arsenio. Seketika hatinya menciut, saat sadar bahwa dirinya mau tidak mau harus berhadapan dengan Arsenio.
Arsenio melewati Raina begitu saja. padahal dalam hatinya, dia merasa terhibur dengan melihat sikap Raina saat ini.
Dengan lemas, Raina pun berjalan menghampiri meja makan. Dia pun melakukan sarapan, tanpa ingin melihat ke arah Arsenio.
Di seberang meja, Arsenio merasa jika sikap Raina saat ini berbeda. Dia pun seketika ingat, pada kejadian bersama Raina pada tadi malam.
"Apa kamu menikmati hal, semalam?" Arsenio melayangkan pertanyaan, yang membuat Raina beranjak dari duduknya, dan langsung menghampirinya.
"Bisa kah, kamu diam! Jangan bahas hal semalam, lagi!" ucap Raina, sambil membekap mulut Arsenio dengan tangannya.
Arsenio menatap tajam Raina. Namun tidak lama kemudian, dia pun menatap penuh arti.
Raina yang paham akan tatapan Arsenio pun, segera melepaskan tangannya. Seketika dia, merutuki sikapnya saat ini.
"Mau kemana? Jika kamu ingin aku diam! Maka kamu harus makan bersama ku, di sini." Arsenio menahan pinggang Raina, sehingga pergerakannya terhenti.
Bahkan Arsenio pun, menunjuk ke arah pahanya sebagai perintah pada Raina.
"Apa maksud mu? Aku tidak mau! Dasar mesum!" pekik Raina, berontak saat tahu apa yang di maksud Arsenio.
Arsenio tidak mendengarkan perkataan Raina. Dia malah memaksa Raina, untuk duduk di pangkuannya.
"Duduklah! Jika tidak, aku akan memberitahu semua orang, tentang kejadian semalam. Bagaimana?" tanya Arsenio, tersenyum licik.
Raina terdiam. Dia benar-benar kesal, pada Arsenio yang selalu memberikan pilihan sulit. Ingin berontak pun percuma, karena Arsenio tidak akan melepaskannya begitu saja.
"Baiklah. Sekarang cepat sarapannya! Sebelum ada orang yang melihat kita, seperti ini!" ujar Raina pasrah, setengah kesal.
Hal itu membuat Arsenio tersenyum penuh, kemenangan. Dia pun memulai sarapannya bersama, Raina yang tetap duduk di pangkuannya.
Suasana di antara mereka sangat hening. Raina tidak bisa sarapan dengan, tenang. Bahkan kini Raina, merasakan jantungnya berdebar kencang. sehingga apa yang dimakan Raina, serasa jatuh kembali ke piring.
"Arsen. Apa kamu sudah siap?"
Morgan yang bermaksud menghampiri Arsenio, seketika mematung di ambang pintu. matanya membulat sempurna, melihat adegan langka di depan matanya.
Begitu pun dengan Raina. Dia sangat malu, ketika Morgan melihat dirinya masih duduk di pangkuan Arsenio.
"Tetap diam dan lanjutkan sarapannya!" titah Arsenio, dingin.
Arsenio sama sekali terlihat tenang dan biasa saja. Justru dia ingin tahu, bagaimana pendapat teman sekaligus orang kepercayaan itu, tentang sikapnya.
makin seru ceritanya
seru banget ceritanya 😁😍
semangat