NovelToon NovelToon
Cinta Yang Terbalaskan Oleh Takdir

Cinta Yang Terbalaskan Oleh Takdir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Percintaan Konglomerat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:369
Nilai: 5
Nama Author: Rumah pena

Ini adalah kisah antara Andrean Pratama putra dan Angel Luiana Crystalia.

kisah romance yang dipadukan dengan perwujudan impian Andrean yang selama ini ia inginkan,

bagaimana kelanjutan kisahnya apakah impian Andrean dan apakah akan ada benis benih cinta yang lahir dari keduanya?

Mari simak ceritanya, dan gas baca, jangan lupa like dan vote ya biar tambah semangat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6: Titik Balik yang Menyakitkan

Suasana rumah sakit di pagi itu lebih lengang dari biasanya. Andrean duduk di kursi tunggu depan kamar perawatan ayahnya, kedua tangannya saling menggenggam, menahan rasa cemas yang terus merayap dalam pikirannya. Ia sudah beberapa jam di sana, menunggu kabar dari dokter yang tengah memeriksa kondisi ayahnya. Rasanya seperti mimpi buruk yang panjang. Lelaki yang selama ini begitu jauh dan asing baginya, kini terbaring lemah, dan ia tak tahu apakah ia siap menghadapi kenyataan yang mungkin lebih buruk dari yang ia kira.

Angel tiba-tiba muncul, membawa dua gelas kopi hangat di tangannya. Ia menghampiri Andrean dengan langkah hati-hati, lalu duduk di sampingnya.

“Minum dulu,” ucap Angel sambil menyodorkan segelas kopi.

Andrean mengangkat pandangannya yang kosong, lalu mengambil gelas itu. “Makasih, Angel.”

Mereka diam sejenak, hanya mendengar suara mesin monitor dari dalam kamar perawatan yang terus berdetak monoton.

“Kamu nggak tidur semalaman, ya?” tanya Angel pelan.

Andrean mengangguk singkat. “Nggak bisa. Gue takut kalau gue tinggal sebentar, nanti… dia pergi.”

Angel menghela napas. “Aku ngerti. Tapi kamu juga harus jaga diri, Dre.”

Andrean menatap Angel dalam-dalam. Tatapan itu seperti berkata banyak hal yang tidak bisa ia ucapkan. Rasa lelah, takut, kecewa, dan harapan yang tercampur jadi satu.

---

Beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruang perawatan. Andrean dan Angel langsung berdiri. Wajah dokter itu tampak serius, tapi tetap tenang.

“Kondisinya stabil untuk sementara,” jelas dokter. “Tapi kita masih butuh pengawasan intensif. Luka dalamnya cukup parah, terutama di bagian paru-paru. Untung kamu cepat datang kemarin.”

Andrean menarik napas lega. “Terima kasih, Dok.”

“Dia sempat nanyain kamu sebelum tertidur lagi,” tambah dokter itu sebelum pergi.

Mendengar itu, Andrean terdiam. Perasaan bersalahnya makin dalam. Ia merasa selama ini hanya fokus pada hidupnya sendiri, tanpa pernah mencari tahu kabar ayahnya. Kini saat semuanya nyaris terlambat, baru ia sadar bahwa ada hal yang tak bisa ia abaikan selamanya—keluarganya.

Angel menepuk pundak Andrean. “Kamu mau masuk? Aku temenin.”

Andrean mengangguk pelan.

---

Di dalam kamar itu, ayahnya terbaring dengan alat bantu pernapasan dan selang infus yang menjalar di sekujur lengan. Napasnya berat, tapi ada ketenangan yang aneh saat Andrean duduk di sampingnya.

“Papa…” Andrean memanggil pelan.

Mata ayahnya membuka perlahan. Ia mencoba tersenyum meski jelas sekali kesakitan. “Andrean… terima kasih udah datang.”

Andrean menggenggam tangan ayahnya erat-erat. Tangannya dingin, kurus, dan lemah. Ia berusaha menahan tangis, tapi matanya sudah berkaca-kaca. “Kenapa nggak kasih kabar dari dulu, Pa?”

Ayahnya menatap kosong ke langit-langit ruangan. “Papa… malu. Papa nggak tahu harus gimana. Papa nggak bisa kasih apa-apa buat kamu sama Mama. Papa pikir… lebih baik nggak ketemu kalian.”

Andrean menggeleng pelan. “Itu salah, Pa. Kita nggak butuh uang atau barang. Kita cuma… pengin Papa ada.”

Ayahnya meneteskan air mata. “Maaf, Nak.”

Air mata Andrean akhirnya jatuh. Ia tidak lagi peduli dengan luka masa lalu. Yang ada hanya dirinya sekarang, duduk di samping seorang pria yang menyesal di sisa hidupnya.

“Udah, Pa. Yang penting sekarang Papa sembuh,” kata Andrean lirih. “Aku janji… bakal ada di sini.”

---

Beberapa hari berlalu, Andrean mulai terbiasa membagi waktunya antara menjaga ayahnya dan menulis novelnya. Ia sering membawa laptop ke rumah sakit, duduk di samping tempat tidur ayahnya sambil mengetik. Angel hampir setiap hari datang menemani, membawakan makanan atau sekadar menemani Andrean ngobrol supaya nggak stres.

Namun, waktu pameran novel semakin dekat. Setiap kali Andrean membuka email, ia selalu merasa gugup. Ia sudah hampir menyelesaikan novelnya, tapi masih butuh editing dan revisi besar di beberapa bagian.

Suatu malam, di ruang rawat inap itu, Angel menatap layar laptop Andrean. Ia membaca bab terakhir yang sedang Andrean ketik.

“Kamu nulis ini buat Papa, ya?” tanya Angel pelan.

Andrean mengangguk. “Gue pikir… selama ini gue nulis buat ngejar cita-cita gue sendiri. Tapi sekarang gue sadar, cerita ini… buat orang-orang yang gue sayang.”

Angel tersenyum lembut. “Aku yakin pembaca kamu bakal ngerasain itu.”

Malam itu, mereka menyelesaikan draft akhir novelnya bersama-sama. Andrean merasa lega, walau matanya berat karena kurang tidur. Ia mengirimkan file itu ke panitia pameran, menekan tombol ‘Kirim’ dengan tangan yang gemetar.

Akhirnya selesai.

---

Beberapa hari sebelum pameran, kondisi ayah Andrean memburuk. Dokter memberi tahu bahwa ini mungkin saat-saat terakhir. Andrean duduk di samping ranjang, memegang tangan ayahnya erat-erat.

“Pa… aku udah selesaiin novelku,” bisiknya.

Ayahnya membuka mata, menatap Andrean dengan sorot bangga. “Papa… pengin baca.”

Andrean mengeluarkan naskah cetakan yang sempat ia buat dan membacakannya perlahan. Angel duduk di sebelahnya, mendengarkan dengan mata berkaca-kaca. Mereka bertiga dalam satu ruang penuh haru, sebuah momen yang tidak akan pernah Andrean lupakan.

Ayahnya meninggal malam itu, setelah mendengar cerita Andrean sampai selesai.

---

Hari pameran akhirnya tiba. Andrean datang ke Jakarta ditemani Angel dan ibunya. Meski hati masih berat, ia berdiri tegak di atas panggung, memperkenalkan novelnya di depan banyak orang. Cerita yang ia tulis kini menjadi suara bagi dirinya, bagi keluarganya, bagi siapa saja yang pernah terluka namun memilih untuk terus melangkah.

Angel menggenggam tangannya saat ia menerima penghargaan penulis muda berbakat. Di sana, di tengah keramaian dan sorot lampu, Andrean tahu, ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.

Dan semua ini… berkat mereka yang selalu ada di hatinya.

---

BERSAMBUNG…

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!