"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Putus
"Semua baik-baik saja?" tanya Raja yang menarik tangan adiknya sebelum Rani keluar dari dalam mobil.
Masalahnya, sejak pagi tadi. Rani terkesan sangat menghindari Raja. Dan itu membuat Raja merasa tidak tenang.
Sedangkan Rani sendiri, gadis itu merasa sangat bersalah pada kakaknya. Dia yang menginginkan janji itu, dia yang ingkari sendiri pula. Jadi, sebelum putus dengan Damar, Rani merasa sangat tidak enak pada Raja. Apalagi saat menatap kakaknya itu, rasanya dia benar-benar merasa bersalah dan menyesal.
Rani menoleh ke arah kakaknya, tapi tidak berani menatap matanya.
"Semuanya baik" jawab Rani.
Raja menghela nafas panjang.
"Katakan!" Ucap Raja singkat, padat dan seharusnya jelas untuk Rani.
Mereka sudah bersama hampir 17 tahun, hanya kurang beberapa hari lagi. Dan, selama ini yang paling dekat dengan Raja itu Rani. Dan yang paling dekat dengan Rani itu ya Raja. Jadi, mereka benar-benar tidak akan bisa membohongi satu sama lain.
Raja tahu betul, kalau Rani tidak akan berani menatap wajahnya kalau dia berkata tidak benar pada Raja, atau menutupi sesuatu dari kakaknya itu.
"Maafkan aku kak" kata Rani pelan.
Raja semakin heran, sebenarnya apa yang dia tidak tahu dari adiknya itu.
"Kenapa minta maaf?" tanya Raja.
"Aku selalu periksa ponsel kakak, tapi kakak tidak pernah sekalipun periksa ponselku. Aku tahu semua gadis yang menyukai kakak, tapi..." Rani menjeda ucapannya.
Sebenarnya dia cukup takut mengatakan ini pada Raja. Dia tahu, kalau kakaknya tidak akan pernah marah padanya. Dan selama ini pun Raja memang tidak pernah marah satu kali pun pada Rani.
Namun, tetap saja Rani merasa takut. Takut akan kepercayaan kakaknya yang hilang untuknya, karena dia sudah mengingkari janji yang dia buat sendiri.
Raja teringat ucapan Andre yang mengatakan kalau ada seseorang yang sangat perduli pada adiknya.
Raja melepaskan tangan adiknya perlahan.
"Namanya Damar?" tanya Raja.
Rani segera mendongak, wajahnya langsung pucat.
'Kak Raja sudah tahu? bagaimana ini?' batinnya bingung.
"Kakak, aku janji. Hari ini juga aku akan putus dengannya. Aku janji!"
Dengan cepat, setelah kakaknya melepaskan tangannya. Rani segera keluar dari mobil itu. Padahal Raja baru mau bicara, pemuda tampan itu baru mau buka mulutnya untuk mengatakan, kalau pemuda bernama Damar itu memang baik, dan Rani menyukainya. Itu sama sekali bukan sebuah masalah. Rani bisa pacaran dengan Damar.
Sayangnya, sebelum Raja bisa mengatakan itu. Rani sudah keburu keluar dari mobil dan berlari masuk ke gerbang sekolah.
Karena Rani sudah masuk ke gerbang, Raja pun meninggalkan tempat itu menuju kampus.
Ketika Rani sampai di depan kelas, Damar sudah ada di depan pintu kelas Rani.
"Sayang..."
"Cieee, sudah panggil sayang saja, baru juga jadian satu bulan" kata Alia yang merupakan sahabat Rani, yang berada di dekat koridor.
Semua teman-teman Damar juga sama hebohnya bersorak untuk Damar dan Rani.
Rani terlihat gugup. Dia dan Damar memang baru jadian satu bulan. Dan hal itu karena Damar memang sudah mengejarnya selama enam bulan belakangan ini. Sejak Rani dan Damar masih duduk di kelas 11.
"Aku bawakan kamu bunga mawar" kata Damar.
Rani menoleh ke arah Damar. Dia harus memutuskan Damar hari ini juga.
"Damar, bisa kita bicara?" tanya Rani.
"Cieee, mau ngajak mojok ya"
"Duh yang masih anget-angetnya"
"Ngontrak kita semua ini udah, ngontrak!"
Ricuh sekali, tapi memang sebenarnya Rani dan Damar adalah pasangan yang cocok sebenarnya. Keduanya sama-sama crush di sekolah ini. Rani memang tidak terlalu pintar, tapi dia cantik dan dari keluarga kaya. Dia baik, dan lagi dia punya kakak yang sangat tampan dan pintar. Dia juga menjadi crush di sekolah ini.
Damar meraih tangan Rani, dan mengajaknya pergi ke ujung koridor. Semua masih bisa melihat mereka berdua dari depan pintu kelas Rani. Tapi, tidak bisa mendengar apa yang mereka berdua katakan.
Rani menarik tangannya saat dia dan Damar sudah berada di tempat yang cukup sepi.
"Sayang, kamu mau bilang apa? apa kamu sudah siap untuk ciuman pertama kita?" tanya Damar antusias.
Sebelumnya, Damar memang meminta hal itu sebagai bentuk keseriusan Rani padanya. Gaya pacaran Damar memang sangat dewasa. Bahkan baru satu bulan jadian, Damar sudah panggil Rani dengan panggilan sayang.
Rani memegang menyatukan tangannya dan terlihat benar-benar gugup di depan dadanya.
"Bu... bukan itu Damar. Lagipula hal seperti itu, aku tidak berani melakukannya! itu tidak benar!" ujar Rani.
Damar menghela nafas panjang. Dia cukup kesal, biasanya dia pacari seorang gadis, satu mingguan juga sudah dapatkan ciuman dari gadis itu. Rani ini termasuk sulit di bujuk untuk kontak fisik.
"Baiklah, tidak masalah. Aku akan sabar menunggu sampai kamu siap. Paling tidak, terima bunga ini. Nanti siang kita bisa jalan lagi kan?" tanya Damar.
Saat Damar menyodorkan bunga mawar itu di hadapan Rani. Rani mendorongnya.
"Maaf, aku tidak bisa menerimanya"
"Kenapa? kurang bagus ya? besok aku akan belikan satu buket besar..."
Rani menggelengkan kepalanya.
"Bukan begitu Damar. Aku... Aku mau kita putus"
Setangkai mawar merah yang ada di tangan Damar itu terjatuh, tergeletak, terbujur begitu saja di lantai warna merah koridor itu.
Damar terkejut, dia kaget. Ini adalah kali pertama dia di putuskan. Biasanya dia yang memutuskan.
"Rani.."
"Maaf Damar, kita putus. Jangan bicara denganku lagi!"
Rani berlari menjauh dari Damar dan langsung masuk ke dalam kelasnya. Damar ingin mengejar, tapi bel masuk kelas sudah berbunyi. Pemuda itu hanya mengepalkan tangannya dan rahangnya terlihat mengeras.
"Ada apa bro? kok bunganya di buang. Sayang nih! buat aku aja ya!" kata Radit, teman Damar.
"Buang saja ke tempat sampah!" geram Damar.
"Hei, ada apa ini?" tanya Willy, teman Damar juga.
"Dia bilang putus, sialll! baru kali ini aku di putuskan! aku gak terima!" kata Damar yang belum mendapatkan apa yang dia mau.
"Hei, kalian. Tidak dengar bel sudah berbunyi! cepat masuk!" ujar pak Syahril, salah satu guru di sekolah itu.
Di kelasnya. Rani juga masih terlihat panik.
"Ada apa? kok gak ambil bunga dari Damar, biasanya kamu senang sekali dapat bunga dari Damar..."
"Jangan bicarakan dia lagi. Aku sudah minta putus" sela Rani.
"Loh, kenapa? bukannya kamu sudah suka dia selama satu tahun..."
Rani memegang lengan Alia.
"Jangan bahas lagi ya, please!" pintar Rani kembali menyela Alia.
Alia segera mengangguk.
"Oke, oke. Tapi kalau kamu ada masalah, kepikiran sesuatu yang sulit, kamu bisa cerita sama aku" ujar Alia.
Rani mengangguk paham.
***
Bersambung...