Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.
Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.
Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Bertamu (b)
Tadi setelah Bu Rara selesai berbicara dengan Meta dan ibunya, Aksel langsung menawarkan diri untuk mengantarkan wanita itu pulang. Kebetulan Bu Rara tidak membawa kendaraan pribadi, dia datang ke rumah Aksel menggunakan taksi. Kebetulan ada yang ingin Aksel tanyakan selain untuk menghindari amukan Meta saat itu.
"Ibu Meta baik, Sel, kamu nggak perlu khawatir. Seorang ibu nggak akan tega ngebiarin anaknya disiksa seperti itu."
Bu Rara membuka obrolan, mengawalinya dengan Risa selepas pengamatannya beberapa menit yang lalu. Aksel fokus menyetir sambil mendengarnya, wajahnya masih saja tampak khawatir.
"Saya tau, Bu. Tapi ketika seorang ibu nggak berdaya, dia butuh uluran tangan orang lain. Makanya saya ngasih tau semuanya sama Ibu, saya harap Bu Rara bisa percaya dengan omongan saya sekarang."
Bu Rara tersenyum tipis lalu melihat Aksel. "Ibu akan percaya perkataan kamu kalau semuanya terbukti benar," katanya tenang.
...***...
"Lo? Kenapa baru datang? Gue nunggu dari tadi buat bahas masalah ini!"
Pukul 20.45, pintu rumah Meta diketuk oleh seseorang, padahal seingatnya tidak pernah ada yang berani bertamu pada jam segitu. Ketika dibuka, ternyata Aksel, berdiri dengan tatapan bermasalah dan wajah mohon ampun. Meta langsung menusuknya dengan nada suara tinggi, sambil menunjukkan berita di laman sekolahnya. Pada saat itu, di Jalan Malioboro, ketika ia dengan berani memukul Aksel. Meta sudah mengetahuinya dari laman resmi sekolah yang menggemparkan.
Aksel menelan ludah, amat ketakutan. "Jadi lo udah tau?" tanyanya seperti orang bodoh.
"Lo kalau masih sakit hati sama gue, kelarin sekarang, Sel. Nggak usah pakai cara kayak banci gini!"
"Gue nggak sengaja, Ta, bilangnya. Gue terlalu emosi sama Putra waktu itu."
Meta tersenyum penuh cibiran. "Nggak sengaja? Sekarang status gue dipertanyakan di sekolah, satu sekolah udah mulai curiga sama keluarga gue. Itu yang lo bilang nggak sengaja?!"
Aksel mundur dua langkah setelah mendapat dorongan lewat jari telunjuk Meta yang cukup bertenaga. Tubuh Aksel juga tidak sekokoh biasanya, ia tahu masalah ini akan membuat Meta sangat terluka.
"Makanya gue mau minta maaf, Ta. Gue emang salah. Waktu di Yogyakarta gue udah mau bilang, tapi nggak jadi. Gue nggak mau ngerusak momen bahagia lo sama Tante Vina, karena gue pikir lo pasti kangen sama mama lo."
"Gue nggak mau dengar apapun lagi dari mulut lo! Semua janji yang lo utarakan ke gue, nggak pernah bisa lo tepati. Mulai hari ini, jangan ketemu gue lagi!"
Aksel mencekal pergelangan Meta saat cewek itu hendak masuk ke rumah. "Ta, masalah kita nggak akan selesai sampai di sini," ucapnya.
Meta membalikkan badannya, menatap wajah Aksel dengan tatapan tajam. "Dan lo pikir gue peduli? Masalah yang seharusnya ada di rumah, lo bawa ke sekolah. Lo ngasih tau semua anak Gemilang perihal penganiayaan yang gue terima. Setelah ayah tau masalah ini, lo bener-bener akan jadi mangsa!"
"Gue akan tanggung jawab. Tapi gue minta, jangan benci sama gue, Ta."
"Hama! Lo emang perusak! Lo merusak kebahagiaan dalam keluarga gue! Pergi!"
"Gue bisa ngorbanin diri gue kalau lo bisa selamat!" pungkas Aksel, lebih marah dari Meta saat ini. Tatapan Meta berubah terkejut, tak menduga reaksi marah Aksel sebelumnya.
"Jangan bodoh, Sel. Nggak akan ada yang selamat setelah berurusan sama ayah!"
"Gue, Ta! Gue akan selamat dan nyelamatin lo, percaya sama gue!"
"Gue nggak mau, Aksel. Lo paham bahasa, nggak, sih?!" jengah Meta sambil melepaskan cekalan Aksel yang betah sekali di tangannya. "Jangan melibatkan siapapun dan jangan berurusan lagi sama ayah. Gue memperingatkan lo baik-baik, jangan sampai lo menyesal karena udah bersikap keras kepala."
"Kenapa kalau gue terus berjuang? Lo nggak suka?"
"Karena gue yang akan hilang!"